Ngelmu.co – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data November 2018, komoditas yang mengalami peningkatan impor tertinggi yakni minuman. Peningkatan impor minuman karena didorong oleh alkohol murni dengan kekuatan alkohol terhadap volume tidak melebihi 99%.
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan bahwa pada sektor non migas, komoditas yang mengalami peningkatan impor tertinggi yakni minuman sebesar USD75,3 juta setara Rp1,09 triliun (kurs Rp14.600 per USD). Selain minuman, impor besi dan baja sebesar USD64,7 juta, serta sayuran USD57 juta.
“Peningkatan terbesar itu minuman USD75,3 juta,” ujar Suhariyanto dalam konferensi pers di Gedung BPS Pusat, Senin (17/12/2018), dikutip dari Okezone.
Baca juga: Tifatul Ungkapkan Sulitnya Partai ‘Pro Umat’ Sahkan RUU Larangan Minuman Beralkohol
Peningkatan impor minuman tersebut dikarenakan didorong oleh alkohol murni dengan kekuatan alkohol terhadap volume tidak melebihi 99%. Dari data tersebut, maka impor minuman ini meningkat drastis yakni 6.437.974%, di mana pada Oktober 2018 sebesar USD1.025 menjadi USD77,57 juta pada November 2018.
Selain itu, didorong peningkatan impor sparkling mineral dari Oktober 2018 sebesar USD300 ribu menjadi USDS1 juta di November 2018 atau naik 254%. Selanjutnya, mimunan Wine mengalami peningkatan 78,07% yakni menjadi USD540 ribu di November 2018 dari sebelumnya USD303 ribu di Oktober 2018.
Dari data yang dirilis oleh BPS tersebut, maka dapat diketahui bahwa di negara muslim terbesar, impor minuman keras atau minuman beralkohol meningkat tajam. Padahal, sudah sangat jelas, hukum dari minuman keras dalam kitab suci umat Islam.
Selama ini diketahui bahwa perjuangan Panita Khusus (Pansus) DPR RI yang sedang berusaha mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) sangat keras. Namun, usaha untuk dapat mengesahkan RUU tersebut masih banyak kendala dan kesulitan didalamnya.
Adalah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang getol berusaha secara resmi mengusulkan judul dengan mencantumkan kata larangan, akan tetapi masih terganjal.
Fraksi PKS dan PPP DPR mengusulkan RUU ini sejak 2015. Isi dari Rancangan UU tersebut terkait pelarangan total terhadap produksi, perdagangan, sampai konsumsi minuman beralkohol.