Berita  

Din: Jangan Sematkan Tuduhan Radikal dan Intoleran Pada Ummat Islam

Ngelmu.co – Prof Din Syamsuddin selaku Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), baru saja mengeluarkan pernyataan penting.

Beliau menyampaikan bahwa sebagian umat Islam merasa terkena tuduhan radikalisme dan intoleransi.

Tuduhan yang disematkan itu tentu terasa menyakitkan bagi umat Islam. Padahal bila umat Islam tak toleran, tentulah tak akan ada stabilitas dan kerukunan di Indonesia yang terbentuk sejak dulu.

Din mengungkapkan bahwa umat Islam justru adalah kelompok yang paling toleran. Salah satu buktinya adalah, kesultanan-kesultanan Islam yang jumlahnya sekitar 70-an ikhlas bergabung untuk mendukung dan berintegrasi dengan negara baru bernama Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Itu merupakan sikap toleransi yang amat besar dan mengagumkan.
“Tak mungkin ada level kerukunan nasional semacam ini bila umat Islam yang jumlahnya lebih banyak tidak toleran,” imbuh Din seperti dilansir Republika pasca Rapat Pleno Wantim MUI ke-44 di Gedung MUI Pusat, Rabu lalu (23/10/2019).

Tokoh nasional ini juga mengingatkan, agar fungsi Kementerian Agama (Kemenag) lebih ditekankan untuk membangun moralitas bangsa serta pengembangan keberagamaan ke arah yang positif serta konstruktif bagi bangsa Indonesia.

Jadi kemenag bertugas untuk menjaga dan meningkatkan kerukunan serta kualitas keagamaan di masyarakat Indonesia.

Kemenag jangan sampai berbelok fungsinya menjadi anti radikalisme. Kalau Kemenag ditugasi menjadi gugus anti radikalisme, maka seolah-olah umat beragamalah yang radikal.

Din juga mengingatkan, boleh saja anti radikalisme tapi jangan hanya anti radikalisme keagamaan. Tapi tidak peduli terhadap radikalisme ekonomi dan radikalisme politik.

“Mengapa tidak mempersoalkan radikalisme ekonomi, yang melakukan kekerasan pemodal, hingga menimbulkan kesenjangan, itu namanya radikalisme ekonomi. Mengapa tidak pula mempedulikan radikalisme politik, dimana yang menang lalu merasa berkuasa total seolah-oleh bisa berbuat apa saja dalam bentuk otoritarianisme,” ungkapnya.

Din juga kembali menegaskan, bahwa kelompok dan paham yang anti Pancasila jelas harus ditolak, namun mestinya tak hanya paham yang bersifat keagamaan.

Sebab banyak juga kelompok yang ingin mengembangkan paham-paham lain yang anti Pancasila.

Ia menegaskan bahwa paham kapitalisme dan liberalisme itu jelas anti Pancasila. Bahkan sistem politik di Indonesia yang terbaru sebenarnya bertentangan juga dengan sila keempat dari Pancasila.

Lalu ada pula sistem ekonomi di Indonesia yang jelas bertentangan dengan Pancasila sila kelima.
“Tapi mengapa hal-hal itu tidak dituduh musuh nyata dari Pancasila, apalagi ada separatisme juga yang bisa disaksikan bersama,” pungkas Din Syamsudin mengingatkan kita semua.