Nilai dolar Amerika Serikat (AS) terus merangkak naik dan hampir menyentuh angka Rp 14.000. Kondisi ini dipastikan akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia.
Beberapa sektor usaha sudah menyadari ini. Depresiasi rupiah berdampak signifikan karena produk yang dijualnya atau bahan dasarnya berasal dari impor.
Jika nilai dolar tinggi maka rupiah yang dikeluarkan semakin banyak atau mahal, meskipun harga dalam satuan dolarnya tetap sama. Pelaku usaha akhirnya memilih untuk menahan laju produksi alias efisiensi, hingga tidak ingin membeli stok dalam jumlah banyak terlebih dahulu.
Hal ini berpengaruh besar terhadap harga kebutuhan masyarakat. Berikut beberapa komoditi yang akan mengalami lonjakan harga.
1. Makanan dan Minuman
Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Sribugo Suratmo mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah langsung berdampak pada biaya bahan baku impor untuk makanan.
“Sebagian besar bahan baku yang impor itu langsung kena, gandum, tepung terigu, sebagian kita kan memang terus terang memakai bahan baku itu,” kata Sribugo.
Begitu pula bahan baku pembuatan plastik kemasan pun terkena dampaknya. Sehingga harga jual makanan dan minuman dalam kemasan berpotensi naik.
“Jadi ya makanan dan minuman dalam kemasan, kalau minuman kan botol plastik, bahan baku pelastiknya impor,” ujar dia.
Meski demikian, GAPMMI belum menentukan waktu untuk menaikan harga makanan dan minuman dalam kemasan yang bahan bakunya berasal dari impor. Yang pasti pihaknya akan mengefisiensikan produksi.
“Siap-siap pasti, dan yang penting harus efisien, jangan boros. Seminggu dua minggu ini,” kata dia.
2. Barang Elektronik
Yuni, salah seorang penjual barang elektronik di Harco Mangga Dua, mengatakan pada dasarnya kenaikan nilai tukar dolar bisa memengaruhi harga jual. Tapi hal tersebut hanya berdampak sedikit.
“Ada dampaknya tapi nggak banyak, kira-kira 2% sampai 5% lah (harga jual),” ujarnya.
Yuni mengatakan, misalnya modal yang harus ia keluarkan Rp 100 ribu karena dolar menguat, kenaikan itu akan dia bebankan ke harga jual.
3. Onderdil dan Helm Motor
Harga suku cadang (sparepart) sepeda motor yang rata-rata berasal dari impor akan naik. Ini diakui oleh beberapa bengkel penjual suku cadang dan pelengkap sepedamotor yang berlokasi di Jalan Raya Otto Iskandar Dinata atau yang dikenal Otista, Jakarta Timur.
Hendrik, salah satu penjaga toko Pasti Jaya Makmur (PJM) ini mengaku belakangan ini harga suku cadang mengalami kenaikan sekitar 10%.
“Harganya naik sekitar 10%, sudah dua bulan yang lalu,” ujarnya.
Dia menyebut hampir semua produk suku cadang yang dijualnya ini hasil impor dari Thailand yang didapatkan dari distributor besar. Handrik juga menyadari kenaikan harga bisa dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar rupiah.
Naiknya harga sparepart impor ini juga mempengaruhi penjualan tokonya. Dia mengaku belakangan ini tokonya sepi dari pembeli pembeli.
Sementara Aen, seorang karyawan toko King Motor ini menyebutkan harga jual helm mengalami peningkatan belakangan ini, khususnya yang impor.
“Helm yang kita jual lokal sama impor, lokal itu contohnya KYT, INK, NHK, kalau impor merk Zeus dari Vietnam,” kata Aen. (Detik)