Ngelmu.co – Masuknya Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation, ke dalam daftar penerima hibah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), menyita perhatian Komisi X DPR, dan Ikatan Guru Indonesia (IGI).
Protes DPR soal Hibahan Dana Kemendikbud
Pasalnya, kedua lembaga nonprofit itu, disebut mendapat hibah program Organisasi Penggerak, maksimal hingga Rp20 miliar per tahun.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, seperti dilansir CNN, Selasa (21/7).
Ia mengaku heran, mengapa kedua lembaga besar itu mendapatkan dana hibah dari Kemendikbud.
Padahal, kedua lembaga tersebut masuk dalam kategori tanggung jawab sosial perusahaan; corporate social responsibility (CSR).
Menurut Syaiful, sudah sewajarnya para perusahaan swasta, menyisihkan dana perusahaan untuk tanggung jawab sosial; memberdayakan masyarakat.
Bukan justru menerima dana dari pemerintah.
“Lah, ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru,” kritik Syaiful.
“Logikanya sebagai CSR, yayasan-yayasan perusahaan tersebut, bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri,” sambungnya.
Kemendikbud, kata Syaiful, mengucurkan anggaran sebesar Rp567 miliar per tahun, untuk membiayai program Organisasi Penggerak.
Masuk ke dalam Kategori Gajah
Di mana program itu bertujuan memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas serta kemampuan peserta didik.
Setidaknya, ada tiga kategori lembaga penerima hibah, yakni Gajah, Macan, dan Kijang.
- Gajah, maksimal Rp20 miliar per tahun,
- Macan, Rp5 miliar per tahun, dan
- Kijang, Rp1 miliar per tahun.
“Proses rekruitmen organisasi penggerak ini telah dilakukan,” kata Syaiful.
“Berdasarkan data yang kami terima, ada 156 ormas yang dinyatakan lolos verifikasi, dengan 183 proposal jenis kegiatan,” imbuhnya.
Baca Juga: Kemendikbud Jawab Isu Rencana Peleburan Mapel Agama dengan PPKN
Dari data itu, lanjut Syaiful, diketahui jika Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation, menjadi dua dari 156 organisasi yang lolos sebagai Organisasi Penggerak.
Bahkan, mereka masuk ke dalam Organisasi Penggerak dengan Kategori Gajah.
“Dengan demikian, Sampoerna Foundation maupun Tanoto Foundation, masing-masing bisa mendapatkan anggaran hingga Rp20 miliar, untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para guru penggerak, di lebih 100 sekolah,” beber Syaiful.
Kritik IGI ke Kemendikbud
IGI pun mengkritik, masuknya Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation, sebagai mitra Kemendikbud, dalam Program Organisasi Penggerak.
“Ya, memang sebaiknya keduanya tak diberikan bantuan, karena justru selama ini mereka yang membantu Kemendikbud,” kata Ketua IGI, Muhammad Ramli Rahim, seperti dilansir Liputan6, Selasa (21/7).
Lebih lanjut ia mengatakan, jika keduanya ditugaskan menjalankan CSR perusahaan mereka.
Maka bantuan dari Kemendikbud, justru dinilai berpotensi melahirkan anggaran ganda.
“Bisa jadi kegiatan Kemendikbud, mereka akui sebagai kegiatan CSR,” kritik Ramli.
Ia pun menyarankan, agar Kemendikbud tak memasukkan CSR, sebagai mitra Program Organisasi Penggerak Kemendikbud.
“Kalau Dirjen Iwan, berdalih itu diloloskan oleh tim independen, mengapa Kemendikbud, tidak membuat saringan yang jelas?” tanya Ramli.
“Organisasi tersebut selama ini sudah berjalan baik dengan uang seadanya, dan bantuan dari berbagai pihak,” sambungnya.
“Kekurangan itulah yang ditambal pemerintah, bukan dengan memberikan kepada yang berkecukupan,” tutup Ramli.
Proses Seleksi Peserta Organisasi Penggerak
Sebelumnya, Direktur Jenderal Tenaga Guru dan Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril, memang menyatakan pihaknya tak ikut campur dalam teknis seleksi peserta Organisasi Penggerak.
“Kami melibatkan lembaga independen [untuk seleksi proposal pelatihan], yaitu Smeru Research Institute,” tuturnya.
“Penentuan ormas yang lolos dilakukan, di mana Kemendikbud tidak intervensi,” lanjut Iwan, melalui konferensi video.
Ia pun menegaskan, pihaknya sangat berhati-hati dalam menjalankan program, karena melibatkan uang negara; hingga ratusan miliar.
Maka Iwan menekankan, seleksi dilakukan secara objektif, tanpa memandang asal organisasi.
“Dalam konteks implementasinya nanti juga sama,” ujarnya.
“Keterlibatan Itjen dan juga organisasi yang nanti kita libatkan, seperti KPK, juga penting untuk memastikan dana yang diberikan untuk peningkatan kualitas pendidikan,” sambung Iwan.
Mendikbud Nadiem Makarim, menganggarkan hingga Rp595 miliar untuk program Organisasi Penggerak.
Di mana sejauh ini jumlah peserta yang lolos seleksi evaluasi, sudah ada 183 organisasi.
Target pelatihan itu adalah menunjang kemampuan literasi serta numerasi guru dan kepala sekolah.
Literasi dan numerasi, dua aspek yang ditekankan dalam asesmen kompetensi dan survei karakter yang menjadi pengganti ujian nasional (UN).
Tanoto Foundation Membantah
Menanggapi hal ini, Communications Director Tanoto Foundation, Haviez Gautama, angkat bicara.
Ia membantah, pihaknya menerima dana sebesar Rp20 miliar dari Kemendikbud, melalui program Organisasi Penggerak.
“Tidak (menerima). Kami tidak menerima,” jawab Haviez, Selasa (21/7).
Posisi Tanoto Foundation, sambungnya, tidak menerima dana, tetapi sebagai organisasi yang menjalankan kegiatan di bidang pendidikan.
Sebaliknya, kata Haviez, Tanoto justru menginvestasikan dana pengembangan pendidikan ratusan miliar rupiah, melalui program PINTAR.
DI tahun 2018 lalu, Tanoto Foundation, mengucurkan dana kontribusi untuk pendidikan, sekitar Rp111,1 milar.
Sementara pada tahun 2019, dana itu naik mejadi sekitar Rp155 miliar, untuk pengembangan pendidikan.
“Jadi kami bukan menerima, malah kami melakukan investasi untuk memajukan pendidikan,” tegas Haviez.
Bagaimana dengan kedudukan Tanoto Foundation dalam Program Organisasi Penggerak milik Kemenndikbud?
Sebagai organisasi yang menjalankan program tersebut, demikian kata Haviez.
“Program yang kami jalankan ini bukan karena kami terpilih menjadi organisasi penggerak lantas membuat program,” akuannya.
“Program PINTAR punya kami, sudah berjalan bertahun-tahun,” lanjut Haviez.
Ia pun menegaskan, Tanoto Foundation, bukan CSR dari Tanoto, tetapi murni lembaga yang pembiayaanya berasal dari pemilik perusahaan.
“Kami itu lembaga filantropi yang pembiayannya bukan dari perusahaan, melainkan langsung dari pemilik,” jelas Haviez.
Upaya menghubungi Sampoerna Foundation, agar pihaknya memberikan klarifikasi, juga sudah dilakukan, tetapi hingga berita ini ditulis, belum ada respons.