Ngelmu.co – Konfilk yang terjadi di Masjid Al-Aqsha karena penyerangan oleh Israel memicu reaksi dunia. Berbagai dukungan pun terus mengalir, terutama di media sosial.
Namun sayangnya, sejumlah pengguna Facebook dan Instagram mengeluhkan bahwa postingannya tentanng Sheikh Jarrah mendapatkan peringatan, sensor, bahkan dihapus.
Membungkam Suara Palestina
Marwa Fatafta, Anggota Kebijakan dari lembaga pemikir Al Shabka pun menyuarakan tenang hal ini. Menurutnya, tindakan tersebut sama saja membungkam suara Palestina.
“Perusahaan media sosial membungkam suara Palestina saat mereka berjuang untuk kelangsungan hidup mereka,” ujarnya seperti yang dikutip dari Al Jazeera, Selasa (11/5/2021).
“Ini bukan insiden satu kali, ini adalah lanjutan dari sensor sistematis dan diskriminasi yang lebih luas yang menargetkan, terutama mereka yang terpinggirkan dan tertindas, seringkali atas perintah rezim yang menindas,” ungkap Fatafta.
Bahkan, ia mendesak Facebook yang juga menaungi Instagram untuk segera menghentikan sensor yang dilakukan terjadap konten serangan Israel kepada Palestina. Ia juga meminta agar pihak Facebook segera mengklarifikasi mengapa konten tersebut dihapus.
Mendapat Peringatan dari Instagram
Penghapusan unggahan terkait Palestina itu dialami oleh seorang penulis dari Palestina, yakni Mohammed el-Kurd. Di mana saat ia hendak memposting video dan stories tentang kekerasan di Sheikh Jarrah, ia justru mendapatkan peringatan bahwa kontennya berpotensi dihapus Instagram.
“Beberapa postingan Anda sebelumnya tidak mengikuti pedoman komunitas kami. Jika Anda memposting sesuatu yang bertentangan dengan pedoman kami lagi, akun Anda dapat dihapus, termasuk postingan, arsip, pesan, dan pengikut Anda,” bunyi pesan diterima El-Kurd.
Hal serupa juga dialami oleh Jurnalis Palestina, Maha Razeq. Unggahan videonya mengenai Jacob seorang pemukim Israel mengambil rumah warga Palestina bernama Muna El-Kurd pada tahun 2009 pun turut dihapus.
Padahal, menurutnya, video tersebut tidak menampilkan darah atau cuplikan gambar yang melanggar standar komunitas.
“Apa yang saya bagikan adalah rekaman mentah, video, kesaksian orang-orang di lapangan, beberapa sebenarnya berasal dari mulut orang Israel, mulut seorang pemukim, mengapa itu kontroversial? Semuanya sudah jelas, tidak ada darah atau cuplikan gambar yang melanggar standar komunitas,” kata Rezeq.
Berdasarkan keterangan dari Razeq konten yang dihapus hanyalah video tentang Sheikh Jarrah.
“Satu-stunya hal yang dihapus dari arsip saya adalah cerita dan postingan yang terkait dengan pengungkapan kejahatan Israel terhadap orang Palestina.” ungkapnya.
Faceobook Mengapus 57 Konten
Selain itu, diketahui Facebook juga telah menghapus kurang lebih 57 konten yang berhubungan dengan Sheikh Jarrah karena dianggap telah melanggar pedoman komunitas.
Yasmin Dabat mengatakan ceritanya dengan tagar #SaveSheikhJarrah, tertanggal 3 Mei, telah dihapus oleh Instagram tanpa peringatan atau pembaruan sebelumnya.
Dabat baru bisa memulihkan ceritanya sekitar 12 jam kemudian setelah menghubungi Instagram.
“Saya mengirim email ke Instagram secara langsung menyebutkan hal ini dan menekan mereka untuk mengembalikannya. Mereka kemudian mengembalikannya tanpa membalas saya,” katanya.
Setelah ratusan orang mulai melaporkan akan hal ini, Instagram yang dimiliki oleh Facebook, membuat cuitan bahwa mereka sednag menghadapi masalah teknik pada 6 Mei.
“Kami tahu bahwa beberapa orang mengalami masalah saat mengupload dan melihat cerita. Ini adalah masalah teknis global yang tersebar luas yang tidak terkait dengan topik tertentu dan kami sedang memperbaikinya sekarang. Kami akan memberikan pembaruan secepat kami bisa,” pesan Instagram.
Tidak Masuk Akal
Nadim Nashif, direktur organisasi nirlaba bernama 7amleh yang mengadvokasi hak digital Palestina, mengatakan penjelasan itu tidak masuk akal bagi mereka.
“Salah satu faktornya adalah apa yang dilakukan orang Israel, mereka pada dasarnya mencoba mendorong platform media sosial untuk mengadopsi standar mereka sendiri tentang apa yang seharusnya ada dan apa yang tidak boleh ada. Ada kerja sama yang kuat antara mereka dan Facebook terutama,” ungkapnya.
Menurut Nashif, hal ini mengarah pada apa yang disebut “penghapusan sukarela”, yaitu unit siber Israel mengirim permintaan ke platform media sosial untuk menghapus konten tertentu tanpa perintah pengadilan.
Bahkan, warga Palestina pun dibungkam di media sosial Artificial Intelligence oleh platform tersebut untuk mengidentifikasi konten apa yang melanggar pedoman pengguna mereka.
“Platform media sosial (menggunakan) kecerdasan buatan untuk penghapusan dan ada banyak penggunaan kata kunci, terutama di sekitar apa yang pemerintah AS anggap sebagai organisasi teroris,” jelas Nashif.
Beberapa dari mereka yang melaporkan penghapusan konten dan penghapusan akun ke 7amleh dapat memulihkan konten mereka setelah organisasi menghubungi Facebook.
“Kami berhasil memulihkan puluhan atau ratusan dari mereka dalam perjuangan ini, karena kami adalah mitra terpercaya Facebook,” tambah Nashif.
Nashif mengatakan, sistem itu masih bias meskipun konten dan akun telah dipulihkan.
“Kami (belum) berhasil mendapatkan sistem moderasi konten yang transparan dan jelas. Kata kuncinya di sini adalah transparansi dan kesetaraan, karena ini tidak terjadi di pihak Israel,” jelasnya.
Baca Juga: KH Cholil Nafis Sayangkan Istiqlal Tak Gelar Sholat Idulfitri
Instagram menyembunyikan tagar #Al-Aqsa dalam bahasa Arab beberapa hari lalu, ketika polisi Israel dengan perlengkapan anti huru hara dikerahkan dalam jumlah besar saat ribuan Muslim mengadakan sholat Tarawih.