Ngelmu.co – Langkah kelompok–yang menyebut pihaknya sebagai–GAR [Gerakan Anti Radikalisme] Alumni ITB [Institut Teknologi Bandung], melaporkan Din Syamsuddin ke KASN [Komisi Aparatur Sipil Negara], dengan tudingan radikalisme, memanen berbagai respons.
Mulai dari sebagian alumni yang merasa namanya tercoreng, muncul pesan berantai soal adanya pencatutan nama, penegasan ‘GAR-ITB bukan organisasi di bawah ITB’, hingga permintaan publik ke pemerintah [dalam hal ini Menko Polhukam Mahfud MD].
Sebagian Alumni Merasa Tercoreng
Sebagian alumni merasa namanya tercoreng atas sikap GAR ITB yang melaporkan Din Syamsuddin ke KASN.
Demikian pengakuan Presidium Keluarga Alumni ITB Penegak Pancasila dan Anti Komunis (Kappak) Angkatan 73, Budi Rijanto.
“Kita terpanggil untuk melakukan klarifikasi, GAR bukan alumni ITB secara keseluruhan. Kita sebagai alumni, merasa tercoreng,” tegasnya, mengutip Republika, Senin (15/2).
Meski mengaku terlambat mengklarifikasi, tetapi Budi menyatakan, “Kita ingin meredam dengan melakukan klarifikasi.”
“Ibaratnya, kalau ada luka, kita tutup dulu dengan P3K. Nanti kita analisa lagi,” jelasnya.
GAR ITB Tolak Din Jadi Anggota WMA ITB
Sejak awal, kata Budi, GAR ITB memang menolak pemilihan Din sebagai anggota WMA ITB.
“Sebagai alumni dari sebuah PT [perguruan tinggi] yang mengedepankan kemerdekaan berpikir, sikap dan tindakan itu harus dibersihkan dari para alumni ITB,” ujarnya.
Maka pihaknya menuntut, agar nama-nama yang tercantum dalam surat laporan terhadap Din Syamsuddin, melakukan evaluasi.
Khususnya mengklarifikasi, apakah mereka pihak yang bertanggung jawab secara kolektif, atau tidak.
“Bagi alumni yang merasa dirugikan namanya, kami juga menyarankan agar segera menyampaikan tuntutan yang perlu ke IA [Ikatan Alumni] ITB Jakarta,” tutur Budi.
Kappak, [selain meminta penolakan pertanggungjawaban secara kelembagaan] juga akan meminta rektorat dan senat ITB untuk menindak, jika ada dosen yang terlibat GAR ITB .
“Kappak mengajak seluruh alumni ITB, agar tetap mengedepankan sikap kreatif dan kritis secara proporsional,” kata Budi.
Pihaknya juga menuntut IA ITB untuk bertindak sebagai mediator, agar polemik dapat terhenti.
Sehingga ke depannya, tak ada konflik antar kelompok alumni ITB dengan pihak eksternal.
Pesan Berantai soal Pencatutan Nama
Beredar pesan berantai, di mana isinya menyuarakan soal pencatutan nama alumni ITB yang dilakukan oleh GAR ITB.
Pesan yang beredar itu pun menyebut, bahwa Humas IA ITB Jakarta, membuka pos pengaduan.
“GAR tidak tahu menahu soal ini. Silakan ditanyakan pada IA ITB saja,” jawab Juru Bicara GAR ITB Shinta Madesari, mengutip Okezone, Senin (15/2).
Berikut pernyataan Shinta–mewakili GAR–selengkapnya:
Setiap ada surat yang mau kami rilis, selalu dibuat draf-nya, dan diedarkan ke WAG [WhatsApp Group] komunitas GAR.
Jika ada yang mendukung, mereka mencatatkan nama. Jika ada yang tidak mendukung, mereka boleh menarik namanya.
Itu sebabnya, setiap surat GAR, jumlah penanda tangan selalu berubah-ubah.
[Terkait pencatutan nama] Kadang ada alumni yang minta tolong namanya dicatatkan oleh temannya, untuk satu kasus.
Untuk kasus lainnya, ternyata dia enggak mau dukung, tapi mungkin temannya tetap mencatatkan namanya.
Pernah kejadian juga, ada yang protes merasa tidak mencantumkan namanya.
Ternyata yang mencatatkan namanya adalah orang tuanya sendiri [yang kebetulan juga anggota GAR ITB]. Namanya ribuan anggota, ya, selalu ada dinamika.
Pernyataan IA ITB
Dir Kominfo IA ITB, Enda Nasution, membenarkan adanya dugaan pencatutan nama alumni oleh GAR, tetapi soal pesan berantai pembukaan aduan, bukan dari IA ITB.
“Ada memang teman-teman yang merasa dicatut namanya, tapi jumlahnya berapa, saya enggak tahu,” kata Enda, mengutip Sindo News, Senin (15/2).
“Humas IA ITB Jakarta itu bertindak sendiri. Tidak mewakili Pengda IA ITB Jakarta, dan tidak mewakili Pengurus Pusat IA ITB,” jelasnya.
Ketua Pengda IA ITB Jakarta Buka Suara
Abdu Munif yang merupakan alumni Geodesi ITB angkatan 1987 sekaligus Ketua Pengda [Pengurus Daerah] IA ITB Jakarta, mengaku jadi salah satu ‘korban’ pencatutan nama oleh GAR.
Ia pun menuliskan surat klarifikasi langsung kepada koordinator atau penanggung jawab GAR ITB, agar namanya dihapus dari semua rilis yang telah disebarkan ke publik.
Abdu, mengaku pernah mendukung tuntutan GAR soal posisi Din Syamsuddin di MWA ITB, tetapi bukan karena tudingan radikalisme.
“Persetujuan saya didasarkan pada penilaian pribadi bahwa Prof Dr H M Sirajuddin Syamsudin, MA., Ph.D, merupakan sosok yang kurang tepat berada dalam jajaran MWA ITB.”
Demikian jelas Abdu, dalam surat tersebut, mengutip Pikiran Rakyat, Senin (15/2).
Setelah rilis pertama soal Din keluar, Abdu mengaku tidak pernah terlibat sama sekali dengan penyusunannya.
GAR Bukan Organisasi di Bawah ITB
Kepala Biro Humas dan Komunikasi ITB, Naomi Sianturi, menegaskan GAR, bukan organisasi resmi di bawah naungan pihaknya.
“Kalau GAR ITB, bukan organisasi di bawah ITB,” jelasnya secara tertulis, mengutip CNN, Ahad (14/2) lalu.
Naomi juga mengatakan, GAR tidak memiliki struktur resmi dalam lingkup organisasi kampus ITB–meskipun anggotanya merupakan alumni.
Maka itu Naomi, menegaskan jika pihaknya tidak memiliki kapasitas untuk menjawab pelbagai persoalan terkait GAR.
“Karena urusan alumni itu hanya alumni dan Ikatan Alumni yang berhak,” jelasnya.
Komentar Menko Polhukam Mahfud MD
Pemerinta, melalui Menko Polhukam Mahfud MD, menegaskan tidak akan memproses laporan yang menyeret nama Din Syamsuddin, dari GAR ITB.
Berikut pernyataan lengkap yang ia sampaikan lewat akun Twitter pribadi, @mohmahfudmd, Sabtu (13/2) lalu:
Pemerintah tidak pernah menganggap Din Syamsuddin radikal atau penganut radikalisme.
Pak Din itu pengusung moderasi beragama (Wasathiyyah Islam) yang juga diusung oleh Pemerintah.
Dia juga penguat sikap Muhammadiyah, bahwa Indonesia adalah ‘Darul Ahdi Wassyahadah’. Beliau kritis, bukan radikalis.
Muhammadiyah dan NU [Nahdlatul Ulama] kompak mengampanyekan bahwa NKRI berdasar Pancasila, sejalan dengan Islam.
NU menyebut ‘Darul Mietsaq’, Muhammadiyah menyebut ‘Darul Ahdi Wassyahadah’.
Pak Din Syamsuddin, dikenal sebagai salah satu penguat konsep ini. Saya sering berdiskusi dengan dia, terkadang di rumah JK.
Memang ada beberapa orang yang mengaku dari ITB, menyampaikan masalah Din Syamsuddin kepada Menteri PAN-RB Pak Tjahjo Kumolo.
Pak Tjahjo mendengarkan saja, namanya ada orang minta bicara untuk menyampaikan aspirasi, ya, didengar. Tapi pemerintah tidak menindaklanjuti, apalagi memproses laporan itu.
Pinta Warganet ke Mahfud MD
Membaca penjelasan Mahfud, warganet pun menyampaikan tanggapan sekaligus permintaan mereka.
Sebagian besar berharap pemerintah bukan hanya tidak menindaklanjuti ataupun tidak memproses laporan, tetapi juga menindak pelapor.
“Pak Prof, mohon kiranya ditelusuri juga, siapa yang tersirat dan tersurat di balik si Pelapor,” kata @yusran579.
“Agar ini bisa diredam sejak dini, tentang hal-hal yang selalu membuat kekisruhan di Republik,” sambungnya.
“Sikap kritik Pak Din adalah sikap yang mulia, sebagaimana bahwa negeri ini adalah milik kita bersama,” lanjutnya lagi.
“Jangan sampai ada serigala berbulu domba, Pak. Jangan sampai yang meminta melaporkan itu dari dalam pemerintahan sendiri, tapi melalui tangan orang lain,” saut @andrekelv.
“Jika demikian, maka pengkhianat itu namanya, dan harus dibasmi sampai ke akar-akarnya. Ayo, Pak, cari tahu siapa dalangnya,” imbuhnya.
‘Apakah Pelapor Dibiarkan?’
Sementara akun @klassikhlas menilai, “Lebih keren lagi kalau pemerintah menindak pihak yang nuduh Pak Din radikal secara sembarangan, Prof.”
“Pemerintah tau kalau itu laporan tidak benar, akibat dari laporan itu juga membuat situasi gaduh,” lanjutnya.
“Kira-kira, apa yang akan dilakukan pemerintah ke si pelapor, penuduh Pak Din radikal, Prof? At least, akankah dikasih teguran tertulis ke organisasinya?,” sambungnya bertanya.
Akun @Kang_Sholihin pun meminta, “Tolong Prof, itu ditertibkan para penjilat yang suka laporin orang yang dianggap berseberangan.”
“Mari kita bikin suasana tenang, agar berhasil lewati pandemi ini, terima kasih, Prof,” tuturnya.
Begitu pun dengan akun @Valkyreism yang menanyakan, “Nah, kalau gitu, maka yang asal nuduh bahkan sampai bikin laporan, apakah dibiarkan saja?”
“Menyerahkan pada mekanisme hukum tanpa meninjau konteks dari pengaduan adalah hal yang naif dan sangat berbahaya, karena bertentangan dengan pernyataan yang diucapkan baru-baru ini,” tegasnya.
Baca Juga: Ramai-Ramai Menyoroti GAR: dari Tanda Tangan Petisi Hingga Ulil
GAR ITB terus menuai kontroversi usai melaporkan Din Syamsuddin ke KASN.
Laporan itu terkait dugaan pelanggaran kode etik ASN, dalam pernyataan Din, soal sengketa Pilpres pada 2019 lalu, dan selama aktif di KAMI [Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia].
“Dalam konteks ini, GAR ITB mendesak KASN agar segera dapat memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku pegawai ASN yang dilakukan oleh terlapor,” kata Jubir GAR ITB, Shinta.
Din dilaporkan lewat surat terbuka Nomor 10/Srt/GAR-ITB/I/2021, tertanggal 28 Oktober 2020.
Dengan klaim, 1.977 alumni ITB menekennya–lintas angkatan dan jurusan.
Merespons aduan tersebut, Ketua KASN Agus Pramusinto, menyatakan telah melimpahkan laporan ke Kementerian Agama (Kemenag), dan juga diteruskan ke Satuan Tugas Penanganan Radikalisme ASN.