Ngelmu.co – Gempa bumi bermagnitudo 6,8 mengguncang Maroko pada Jumat, 8 September 2023.
Tercatat, sudah 2.901 orang tewas akibat gempa ini, dan terjadi pula kerusakan bangunan, jalan, jembatan, serta jaringan listrik.
Pusat gempa berada di Pegunungan High Atlas, sekitar 71 kilometer barat daya kota Marrakesh.
Profesor geofisika bidang seismologi, José A Peláez, menyampaikan jika Maroko, memiliki aktivitas tektonik yang dominan, yakni konvergensi antara lempeng Eurasia dan Nubia (Afrika).
Lempeng Eurasia, mendorong lempeng Nubia yang menciptakan terbentuknya Pegunungan Atlas yang melintasi Maroko, Aljazair, dan Tunisia.
Pemendekan pegunungan Atlas adalah salah satu penyebab utama terjadinya gempa bumi di Maroko.
Data GPS, menunjukkan bahwa lempeng tersebut bergerak makin mendekat satu sama lain.
Jika mengutip The Conversation, ini tercatat sekitar satu milimeter di tiap tahunnya.
Hal ini yang kemudian mengakibatkan kompresi dan gesekan antarpelat, yang kemungkinan menjadi penyebab gempa.
Para ilmuwan meyakini bahwa patahan ini telah aktif selama beberapa juta tahun.
Gempa Mematikan
Mengutip Live Science, gempa yang baru saja terjadi ini bukan yang pertama di Maroko.
Sebelumnya, tercatat juga sederet gempa bumi dahsyat di Maroko, yakni pada 1994, 2004, dan 2016; bermagnitudo 6-6,3.
Terjadi juga gempa Agadir pada Februari 1960 dengan kekuatan 6,3 skala Richter.
Gempa ini terjadi di sekitar perbatasan antara High Atlas bagian barat dan Anti-Atlas, menyebabkan kematian terhadap 12.000 hingga 15.000 orang.
Peneliti turut menyoroti, mengapa gempa yang baru saja terjadi di Maroko, begitu mematikan dan merusak.
Menurut ahli geologi gempa dan komunikator sains, Wendy Bohon, kemungkinan hal ini berkaitan dengan ketahanan bangunan di daerah gempa itu sendiri.
Bangunan juga menjadi penyebab banyaknya korban tewas berjatuhan.
“Ini merupakan satu lagi pengingat yang menghancurkan, jika bukan gempa bumi yang membunuh manusia, tetapi bangunan,” tutur Wendy.
Reruntuhan memang berjatuhan di kota lama Marrakesh yang padat penduduk.
Kota lama yang juga merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO.
Gempa Sulit Diprediksi
Meski gempa bumi dahsyat sudah pernah terjadi, dan pengetahuan seismologi saat ini juga sangat maju, tetapi gempa bumi tetap sulit untuk diprediksi.
Para ilmuwan meyakini, prediksi pasti mengenai waktu, lokasi, dan kekuatan gempa bumi tidak mungkin dilakukan.
Namun, studi bahaya seismik yang melibatkan penelitian tentang sejarah gempa dan potensi patahan tektonik yang aktif, dapat membantu menentukan wilayah-wilayah yang berisiko tinggi.
Menurut pakar, untuk melindungi masyarakat dari dampak gempa bumi, peraturan bangunan nasional harus diperbarui secara berkala.
Caranya? Dengan mencakup perhitungan guncangan tanah, mempertimbangkan karakteristik tanah, dan struktur bangunan.
Sebab, dengan memahami lebih baik bahaya seismik dan karakteristik geologi setempat, bangunan dapat dirancang lebih tahan terhadap gempa bumi, terutama di wilayah rawan.
Selain itu, upaya kolaboratif antara ilmuwan, pemerintah, dan masyarakat juga harus terus dilakukan; dalam upaya memitigasi risiko gempa.
Sebab, persiapan yang baik dan pemahaman yang lebih dalam tentang potensi bahaya, dapat meminimalkan dampaknya pada masyarakat.
MUI Ajak Salat Gaib
Terpisah, Ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja sama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim, ikut bicara.
Ia menyampaikan belasungkawa untuk ribuan korban meninggal akibat gempa Maroko, dan juga ribuan korban banjir di Libya Timur.
Abdul mengajak seluruh umat Islam di Indonesia untuk menggelar salat gaib bersama; mendoakan para korban agar mendapat tempat terbaik di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Atas nama MUI, saya mengajak seluruh umat Islam untuk melaksanakan salat gaib berjemaah.”
“Mendoakan mereka semoga husnul khatimah, diampuni seluruh dosa-dosanya, dan ditempatkan di surga Allah.”
“Hari Jumat sekarang seluruh masjid sangat dianjurkan untuk salat gaib setelah salat Jumat,” jelas Abdul, Jumat (15/9/2023).
Baca juga:
Abdul juga menyebut, gempa di Maroko, banjir di Libya, dan konflik perang Rusia-Ukraina, menambah daftar panjang tragedi kemanusiaan.
“Hari-hari yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan kita semua, karena tragedi kemanusiaan yang diakibatkan oleh gempa Maroko, dan banjir dahsyat di Libya Timur.”
“Gempa Maroko, diperkirakan ada 2800 orang yang meninggal, dan banjir Libya, menelan korban 5.000 orang meninggal, ditambah dengan 10.000 orang yang hilang.”
“Jika melihat akibat konflik politik Israel-Palestina, dan Rusia-Ukraina, maka angka tragedi kemanusiaan menjadi sangat besar,” kata Abdul.
Bantu para Korban
Menurutnya, Indonesia–lewat Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC)–merespons cepat musibah yang melanda Maroko dan Libya Timur.
Abdul juga mengapresiasi langkah cepat Muhammadiyah.
“Patut disyukuri, karena gerakan dan bantuan kemanusiaan sudah bergerak cukup cepat dari berbagai negara, termasuk Indonesia.”
“Salah satu gerakan ini adalah Muhammadiyah. Melalui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).”
“Berkoordinasi dengan pemerintah, lembaga kemanusiaan internasional, dan Muhammadiyah cabang istimewa Maroko,” jelas Abdul.
Ia juga mengajak semua pihak di Indonesia untuk ikut meringankan beban Maroko dan Libya Timur.
Bantuan kemanusiaan dapat diberikan melalui lembaga filantropi.
“Kita yang ada di sini juga memiliki peluang yang baik untuk ikut serta meringankan beban berat masyarakat di Maroko dan Libya Timur.”
“Tanpa mengabaikan problem kemanusiaan di dalam negeri. Misalnya, menyalurkan bantuan emergency untuk kebutuhan harian melalui lembaga-lembaga filantropi yang kredibel.”
“Masjid-masjid adalah tempat yang sangat baik untuk menggalang dana kemanusiaan untuk Maroko dan Libya.”
“Kampus-kampus dan lembaga pendidikan kita juga bisa menjadi pusat gerakan kemanusiaan,” pungkas Abdul.