Adapun barang buktinya adalah USD 20 ribu, surat, ponsel, laptop, dan CCTV. Demikian keterangan dari CNN, 10 Maret 2021.
Jaksa mendakwa Napoleon, menerima suap sekitar Rp6 miliar dari Djoko Tjandra [guna mengupayakan penghapusan status buronan].
Sedangkan terhadap Prasetijo, jaksa mendakwanya menerima suap, sekaligus membantu upaya penghapusan nama Djoko Tjandra dalam DPO [daftar pencarian orang].
Ngelmu kembali bertanya, apakah dari sederet buzzer yang kalian tahu, ada yang bicara soal Napoleon pun Prasetijo?
Masa Hukuman Pinangki, Dipotong
Sudarsono juga mengeklaim, tak pernah melihat para buzzer yang ia maksud, membahas soal potongan masa hukuman terhadap bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, memotong masa hukuman Pinangki, selama 6 tahun penjara [dari 10 tahun, menjadi 4 tahun].
Awalnya, Pengadilan Tipikor Jakarta, memvonis Pinangki, 10 tahun penjara.
Namun, majelis hakim banding, karena menilai hukuman terhadap Pinangki, terlalu berat.
Meskipun dalam pertimbangannya, hakim membenarkan bahwa Pinangki, terbukti atas tiga perbuatan:
- Suap [menerima uang 500.000 dollar Amerika Serikat, dari Djoko Tjandra];
- Pencucian uang [dengan total 375.229 dollar AS atau setara Rp 5,25 miliar]; dan
- Pemufakatan jahat [bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking, untuk menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA, demi mendapatkan fatwa].
Tetapi hakim merasa perlu mengubah besaran hukuman 10 tahun penjara.
“Mengenai lamanya pidana penjara yang dijatuhkan terhadap Terdakwa oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama, menurut Majelis Hakim Tingkat Banding, terlalu berat.”
Demikian bunyi putusan hakim banding pada situs Mahkamah Agung, Senin (14/6) lalu.
Di mana pada saat itu para hakim yang bertugas adalah Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, Reny Halida Ilham Malik, dengan Ketua Majelis, M Yusuf.
Selengkapnya, baca poin-poin pertimbangan majelis hakim memotong masa hukuman bagi Pinangki, berikut ini:
Ngelmu masih ingin menanyakan, adakah dari sederet buzzer yang kalian tahu, pernah bicara soal potongan masa hukuman Pinangki?
Rektor UI Rangkap Jabatan
Hal kelima yang Sudarsono, nilai tak pernah terdengar dari kicauan para buzzer adalah polemik rangkap jabatan oleh rektor Universitas Indonesia.
Persoalan ini muncul setelah Rektorat UI, memanggil sejumlah pengurus BEM UI, Ahad (27/6) lalu.
Tepatnya, usai beredar poster bertajuk, ‘Jokowi: The King of Lip Service’.
Sejak itu, semakin banyak yang mengetahui bahwa Rektor UI, Ari Kuncoro, merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama BUMN.
Ini adalah bentuk malaadministrasi, karena berlawanan dengan Pasal 35 huruf c PP 68/2013 tentang Statuta UI.
Ari Kuncoro menjadi sorotan, setelah advokat, Donal Fariz, mengomentari surat panggilan dari Direktur Kemahasiswaan UI untuk BEM dan DPM UI.
“Satire BEM UI, dibalas panggilan pimpinan kampus. Surat dibuat hari Ahad (27/6), untuk panggilan hari yang sama,” tulisnya.
“Luar biasa. Apakah UI bekerja 24 jam untuk melayani penguasa?” lanjut Donal, bertanya.
Saat itulah, ia juga melampirkan potret Ari Kuncoro, yang sebelumnya menjabat Komisaris Utama BNI, kini duduk di kursi Wakil Komisaris Utama BRI.
“Jadi, paham ‘kan kenapa pimpinan UI itu sangat sensitif dengan isu yang berkaitan dengan penguasa?” jelas Donal.
“BEM UI, tetaplah tegak,” tutupnya mendukung.
Kritik terhadap Jokowi, membuat BEM UI ‘diserang’ oleh segelintir pihak.
Namun, sebagian besar penyerang itu tak membahas soal rangkap jabatan Ari Kuncoro.
Pertanyaannya? Silakan tanya dan jawab sendiri, ya!