Ngelmu.co – Pesawat yang menerbangkan saya dari Jeddah, baru saja mendarat. Bergegas kaki melangkah menuju terminal kedatangan.
Sambil berjalan menuju tempat pengecekan paspor, saya membaca kabar yang muncul di handphone.
Dua politisi India (Nupur Sharma dan Naveen Kumar Jindal), menghina Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan dunia Islam, marah.
Saya tercengang mendapatkan berita ini. Masih terbayang masa-masa indah menghabiskan waktu di Masjid Nabawi.
Lalu, masuk ke Raudhah, dan menyapa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam; di makamnya.
Air mata tumpah kala itu.
Membayangkan sosok manusia paling agung di muka bumi, yang berjuang memunculkan cahaya di tengah lorong gelap kehidupan manusia di zamannya.
Dan cahaya tersebut terus bersinar terang hingga kini.
Lalu, di era ini, terus saja bermunculan orang-orang yang menista dan menghinanya.
Khusus India, ini jadi catatan sendiri.
Kesan kuat adanya Islamofobia, begitu terasa. Deretan kasus tersusun rapi. Lihat saja data dan fakta berikut ini.
Laporan 2019 oleh organisasi nonpemerintah, Common Cause, menemukan setengah dari polisi yang di-survei, menunjukkan bias antimuslim.
Dampaknya, mereka cenderung membiarkan kejahatan terhadap muslim.
Lalu, ada tulisan berjudul ‘Muslim India: Populasi yang Semakin Marjinal’; diterbitkan di laman Council on Foreign Relations (CFR).
Ditemukan fakta, adanya impunitas (kebebasan dari hukuman) yang meluas, bagi mereka yang menyerang muslim.
Dalam beberapa tahun terakhir, pengadilan dan badan pemerintah, kadang-kadang membatalkan hukuman–atau mencabut kasus–yang menuduh umat Hindu terlibat dalam kekerasan terhadap muslim.
Sejak Perdana Menteri (PM) Narendra Modi dan Partai Bharatiya Janata (BJP), berkuasa, sentimen antimuslim begitu dahsyat.
Pada Desember 2019, parlemen India, mengesahkan Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan, yang juga ditandatangani Modi.
Isinya memberikan status kewarganegaraan bagi pengungsi atau imigran ilegal nonmuslim dari negara-negara tetangga.
Ini artinya, pemeluk dari enam kelompok agama yang datang ke India; dari Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan, sebelum 31 Desember 2014, yakni Hindu, Sikh, Kristen, Jain, Parsis, dan Buddha, bisa mendapatkan status kewarganegaraan India.
Anehnya, kebijakan tersebut tidak berlaku bagi umat Islam.
Para kritikus mengatakan, undang-undang tersebut diskriminatif.
Apa alasan Modi?
Kebijakan tersebut dirancang untuk memberikan perlindungan bagi minoritas agama yang rentan menghadapi penganiayaan di tiga negara mayoritas muslim tersebut.
Sebelum penghinaan dua politisi dari partai berkuasa, dan kebijakan yang diskriminatif terhadap muslim, kasus Islamofobia lainnya juga muncul.
Soal larangan menggunakan jilbab, pelecehan terhadap wanita muslim, dan lainnya.
“Semakin lama kaum nasionalis Hindu, berkuasa, semakin besar perubahan pada status muslim, dan semakin sulit untuk membalikkan perubahan tersebut.”
Begitu penuturan seorang ahli konflik antarkomunal India di Brown University, Ashutosh Varshney.
Kesimpulan yang sangat tepat.
Dan penghinaan terbaru terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kian menguatkannya.
Bukan hanya saya yang terkejut dan geram.
Namun, mereka yang mengaku beriman dan mencintai Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, juga sama tercengang dan marahnya.
Erwyn Kurniawan
Baca Juga: