Ngelmu.co – Bagi umat Muslim, ucapan insya Allah, adalah hal yang sangat dekat dengan kehidupan. Namun, sudahkah kita, memahami serta menggunakan kata tersebut dengan benar? Bagaimana dengan arti serta keutamaannya?
Penulisan Insya Allah
Soal penulisan, memang terdapat perbedaan dalam bahasa Indonesia, Inggris, juga Arab.
Jika di bahasa Indonesia, insya Allah, ditulis dengan huruf alfabet, dalam bahasa Arab, ditulis dengan hufur hijaiyah.
Penulisan insya Allah yang benar dalam bahasa Arab adalah:
إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Artinya, ‘jika Allah menghendaki’, atau ‘jika Allah berkehendak’.
Sementara dalam bahasa Indonesia, huruf ش, biasa ditulis dengan ‘sy’.
Sedangkan dalam bahasa Inggris, huruf ش, biasa ditulis dengan ‘sh’
Inilah mengapa, kadang tertulis ‘insya Allah’, juga ‘in sha Allah’.
Namun, sama-sama dibenarkan—dalam artikel ini pun menggunakan kedua cara penulisan—selama maksud serta bunyinya adalah إِنْ شَاءَ اللَّهُ.
Tetapi dalam bahasa Indonesia, lebih umum ditulis dengan ‘insya Allah’, sebagaimana menulis sholat ‘Isya’, bukan ‘Isha’.
Dalam bahasa Indonesia, penulisan kadang dipisah dengan spasi, ‘insya Allah’, pun disambung ‘insyaAllah’.
Namun, selama maksudnya sesuai dengan إِنْ شَاءَ اللَّهُ, maka keduanya tidak salah.
Tulisan Insya Allah Menurut KBBI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penulisannya adalah insya Allah.
Ungkapan yang digunakan untuk menyatakan harapan atau janji dengan makna ‘jika Allah mengizinkan’.
Penggunaan serta Arti Insya Allah
Kata insyaAllah (إِنْ شَاءَ اللَّهُ), artinya, ‘jika Allah menghendaki’, atau ‘jika Allah berkehendak’.
Maka maknanya, terjadi atau tidaknya segala sesuatu adalah atas kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Umat Muslim, kerap mengucapkan kata ini jika berjanji pun berencana atas sesuatu.
Pasalnya, manusia tidak tahu, apakah hal yang direncanakannya akan benar-benar terjadi atau tidak.
Insya Allah, juga mengandung doa isti’anah, meminta pertolongan kepada Allah, agar apa yang dijanjikan atau direncanakan, dimudahkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada hamba-Nya, untuk mengucapkan insyaAllah, saat hendak berbuat sesuatu di masa yang akan datang.
Kata Insya Allah dalam Al Quran
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا , إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): ‘InsyaAllah’…,” (QS. Al-Kahf: 23-24).
Di saat menafsirkan ayat ini, Syaikh Wahbah Az Zuhaili, membuat sub judul ‘tuntunan untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, serta umat beliau, agar senantiasa mengaitkan keinginannya dengan kehendak Allah’.
Dalam Tafsir Al Azhar, Buya Hamka pun menjelaskan asbabun nuzul ayat ini.
Di mana ketika itu, orang-orang Quraisy, meminta penjelasan kepadanya, apakah yang dikatakan ruh itu, bagaimana kisah ashabul kahfi, dan siapa yang mengembara ke barat dan timur.
Rasulullah, berjanji akan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu besok, dengan harapan malamnya, Jibril datang menyampaikan wahyu.
Tetapi hingga 15 hari, Jibril, tak kunjung datang. Kemudian, Allah, menurunkan ayat yang dimaksudkan tadi, agar saat Rasulullah serta umatnya berjanji, mereka mengucap kata insyaAllah.
Kata Insya Allah dalam Al Quran, juga terdapat pada:
لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ
“…sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insyaAllah dalam keadaan aman…,” (QS. Al-Fath: 27).
فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَىٰ يُوسُفَ آوَىٰ إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ
“Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu bapaknya dan dia berkata: ‘Masuklah kamu ke negeri Mesir, insyaAllah dalam keadaan aman’,” (QS. Yusuf: 99).
قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا
“Musa berkata: ‘InsyaAllah, kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun’,” (QS. Al-Kahf: 69).
Baca Juga: Pengertian Norma: Jenis, Fungsi, Hingga Contohnya
Seseorang yang mengucapkan insyaAllah, meyakini bahwa terdapat iradah di atas iradahnya sendiri.
Artinya, jika Allah, tidak menghendaki sesuatu, maka tidak ada sesuatu yang dapat terjadi.
سَنُقْرِئُکَ فَلا تَنْسى إِلَّا ما شاءَ اللهُ
“Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki,” (QS. Al-A’la: 6-7).
Dalam Al-Qur’an, juga terdapat contoh lain, bagaimana Allah, mengabulkan keinginan pengucap insyaAllah.
Ketika hendak disembelih Nabi Ibrahim, karena perintah Allah melalui mimpi, Nabi Ismail, mengatakan insyaAllah.
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaAllah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,” (QS. As-Saffat: 102).
Setelah itu, Allah, menjadikan Nabi Ismail bersabar dan lulus ujian, dengan hasil yang baik.
Beliau tak jadi disembelih, karena Allah, menggantinya dengan kambing.
Penggunaan Insya Allah yang Keliru
Tak jarang, orang-orang meragukan orang lain yang mengucapkan insyaAllah, saat berjanji.
Mengapa demikian? Sebab, orang yang mengucap dinilai tidak serius untuk menepati janjinya.
Apa ada manusia seperti ini? Ada. Mereka yang menjadikan insyaAllah, sebagai tameng ‘ingkar janji’.
Mengucap insyaAllah saat berjanji, tetapi tak sungguh-sungguh berikhtiar memenuhinya.
Jelas, ini merupakan penggunaan yang keliru.
Pasalnya, Muslim dituntun mengucap insyaAllah, saat berjanji atau hendak melakukan sesuatu di masa mendatang.
Namun, ketika mengucapkannya, yang bersangkutan meyakini jika harapannya dapat terjadi, semata-mata atas kehendak Allah.
Tetapi di saat yang sama, ia juga benar-benar berusaha, memenuhi janjinya.
Muslim, harus menunjukkan jika pengucapan insyaAllah, bukanlah tameng untuk ingkar janji.
Maka siapapun yang mengucapkannya, harus berusaha memenuhi janji itu. Tidak sengaja abai sejak awal.
Di sisi lain, sebagai Muslim, juga tidak dibenarkan, meragukan kesungguhan saudara kita yang mengucapkan insyaAllah, saat berjanji.
Keutamaan Ucapan Insya Allah
Diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam Shahih-nya masing-masing, pada hadits yang mengisahkan Nabi Sulaiman, lupa mengucapkan insya Allah.
Sulaiman bin Dawud ‘alaihissalam berkata:
“Sungguh aku akan berkeliling (menggilir) 100 istriku malam ini, sehingga tiap wanita akan melahirkan anak yang akan berjihad di jalan Allah.”
Malaikat mengingatkan beliau: “Ucapkan InsyaAllah.”
Namun, Nabi Sulaiman, lupa dan tidak mengucapkannya.
Lalu, beliau berkeliling kepada istri-istrinya. Hasilnya? Tidak ada yang melahirkan anak, kecuali satu, yang melahirkan setengah manusia.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian bersabda:
“Kalau Nabi Sulaiman mengucapkan insyaAllah, niscaya beliau tidak melanggar sumpahnya, dan lebih diharapkan hajatnya terpenuhi,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka keutamaan ucapan insya Allah, adalah kemudahan dari Allah, mengkabulkan hajat yang diinginkan.
Kalaupun berjanji, dan atas takdir Allah, tidak terpenuhi, maka ia tidak tergolong sebagai orang yang mengingkari janji.
Kaligrafi Insya Allah
Berikut 6 di antaranya, kaligrafi atau gambar insya Allah:
Demikian penjelasan Ngelmu, terkait penulisan, arti, penggunaan, serta keutamaan insyaAllah.
Perlu diingat kembali, bahwa insya Allah, bukan ucapan basa-basi atau tempat berlindung dari niat mengingkari janji.
Sebab, insyaAllah, mengajarkan Muslim, agar bersikap tawaduk, dan sadar akan tauhid, hanya Allah tempat bergantung segala sesuatu.
InsyaAllah, juga bukti seseorang percaya adanya takdir dan iradah Allah.
Semoga penjelasan kali ini, membuat kita semakin mengaplikasikannya dengan baik dalam kehidupan sehari-hari, dan Allah, mudahkan kita untuk membiasakannya.
Wallahu a’lam.