Ngelmu.co – Jaksa penuntut umum (JPU), menyimpulkan bahwa pada Kamis (7/7/2022) lalu, tidak ada pelecehan seksual di Magelang, Jawa Tengah.
Istri Ferdy Sambo, yakni Putri Candrawathi, tidak mengalami pelecehan seksual.
Menurut jaksa, yang terjadi antara Putri dengan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J), adalah perselingkuhan.
JPU pun menyampaikan berbagai alasan, mengapa pihaknya menyimpulkan demikian. Berikut di antaranya:
Tiada Bukti
Jaksa menilai, dugaan pelecehan seksual di Magelang itu hanya skenario Putri untuk menutupi kejadian sebenarnya.
Tidak ada bukti soal dugaan pelecehan tersebut. Bahkan, semua ART dan ajudan yang saat itu ada di Magelang juga tidak mengetahuinya.
Dalam persidangan, memang terungkap bahwa ada peristiwa Kuat Ma’ruf mengejar Yosua.
Susi–salah satu ART–yang dipanggil juga mengaku menemukan Putri, tergeletak di depan kamar mandi.
Terdapat pula fakta, Ricky Rizal Wibowo dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu, ditelepon untuk segera kembali ke rumah.
Namun, ketika di persidangan, semua saksi tidak ada yang mengetahui detail peristiwa Magelang.
Ricky dan Susi, bahkan mengaku tidak mengetahui apa-apa.
Mereka hanya menceritakan soal kejadian kejar-kejaran antara Kuat dan Yosua.
“Bahwa, berdasarkan keterangan saksi Richard Eliezer dan Susi, menyatakan bahwa tidak mengetahui adanya pelecehan seksual di rumah Magelang pada tanggal 7 Juli 2022.”
Demikian penuturan jaksa saat membacakan tuntutan terdakwa Kuat Ma’ruf, Senin (16/1/2023) kemarin.
Putri Bohong
Saat menjalani tes kejujuran, Putri menerima pertanyaan, “Apakah Anda berselingkuh dengan Yosua di Magelang?”
Putri menjawab, “Tidak.”
Namun, jawaban Putri itu dinyatakan bohong oleh tes poligraf, sehingga jaksa menyimpulkan bahwa perselingkuhan itu ada.
“Bahwa, berdasarkan keterangan Aji Febriyanto, selaku ahli poligraf, mengatakan bahwa saksi Putri, terindikasi berbohong ketika diperiksa dan diberi pertanyaan, ‘Apakah Anda berselingkuh dengan Yosua di Magelang?’,” jelas jaksa.
Tidak Mandi
Tidak adanya fakta yang mengungkap bahwa Putri, mandi setelah dugaan pelecehan seksual terjadi, menguatkan dugaan jaksa.
“Kemudian dikatakan dengan keterangan saksi, Putri Candrawathi yang tidak mandi, membersihkan badan, maupun mengganti pakaian, setelah adanya dugaan pelecehan seksual, padahal ada saksi, Susi, ART perempuan yang dapat membantunya,” sambung jaksa.
Masih Temui Yosua
Jaksa makin tidak habis pikir atas kejanggalan cerita pelecehan seksual Putri, karena istri Sambo itu malah berinisiatif meminta bertemu Yosua; setelah peristiwa dugaan pelecehan terjadi.
Menurut jaksa, bila benar ada trauma pelecehan seksual, mestinya, Putri tidak akan mau bertemu lagi dengan Yosua; apalagi di dalam kamar tertutup.
“[Kejanggalan berikutnya] Adanya inisiatif dari saksi Putri Candrawathi yang masih meminta dan bertemu untuk berbicara dengan korban [Yosua] selama 10-15 menit, dalam kamar tertutup, setelah dugaan pelecehan seksual.”
Menurut jaksa, umumnya korban pelecehan seksual akan trauma, jika melihat atau bertemu dengan pelaku. Namun, Putri tidak demikian.
Tak Ada Visum
Jaksa menyimpulkan bahwa adanya perselingkuhan–bukan pelecehan–juga karena tidak adanya bukti ilmiah dalam pengakuan putri.
Setelah peristiwa dugaan pelecehan, Putri tidak mengecek kondisinya ke dokter, sehingga tidak ada hasil visum atau hasil pemeriksaan kesehatan.
“Tindakan saksi Putri Candrawathi, sama sekali tidak memeriksakan diri ke dokter pasca-pelecehan seksual, padahal Putri Candrawathi adalah seorang dokter yang sangat peduli kesehatan dan kebersihan,” ungkap jaksa.
Sambo juga tidak membawa istrinya untuk visum, padahal sebagai penegak hukum, Sambo mestinya paham betul soal pembuktian tindak pidana.
“Tidak adanya tindakan Ferdy Sambo meminta visum, padahal Ferdy Sambo sudah berpengalaman puluhan tahun sebagai penyidik,” jelas jaksa.
Isoman dengan Yosua
Jaksa makin bertanya-tanya, karena jika benar ada pelecehan seksual, mestinya Yosua dan Putri tidak dibiarkan melakukan isolasi mandiri (isoman) bersama.
Seharusnya, Putri juga tidak berada di rombongan yang sama dengan Yosua, yang ia sebut sebagai pelaku kekerasan seksual.
Namun, itu tidak terjadi. Mereka tetap dalam satu rombongan menuju Jakarta, dan ada niatan untuk isoman di satu rumah yang sama; Duren Tiga.
“Tindakan Ferdy Sambo yang membiarkan Putri Candrawathi dan korban, berada dalam satu rombongan dan satu mobil yang sama untuk isoman ke Duren Tiga,” kata jaksa.
‘Duri dalam Keluarga’
Alasan lain yang meyakinkan jaksa bahwa terjadi perselingkuhan adalah fakta ‘duri dalam keluarga Putri-Sambo’ yang diungkapkan Kuat Ma’ruf.
Ucapan ‘duri dalam keluarga’ itu keluar dari mulut Kuat, saat menyarankan Putri melaporkan peristiwa Magelang ke Sambo.
“Terdakwa Kuat Ma’ruf sendiri, baik dalam keterangan yang diberikan sebagai saksi maupun sebagai terdakwa, mengatakan pada saksi, pada Putri Candrawathi agar melaporkan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat kepada Ferdy Sambo, agar ‘jangan sampai ada duri di dalam rumah tangga Ferdy Sambo dan saksi Putri Candrawathi’,” kata Jaksa.
“Di mana ‘duri’ yang dimaksud adalah korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” simpul jaksa.
Dasar ini juga yang meyakinkan jaksa, bahwa Kuat, sudah mengetahui hubungan Putri dan Yosua; yang menjadi pemicu terampasnya nyawa ajudan Putri tersebut.
Berbagai poin di atas itulah yang kemudian membuat jaksa menyimpulkan, tidak ada pelecehan seksual; melainkan perselingkuhan, antara Putri dan Yosua.
“Tidak terjadi pelecehan pada tanggal 7 Juli 2022 di Magelang, melainkan perselingkuhan antara saksi Putri Candrawathi dan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” pungkas jaksa.
Tanggapan Putri-Sambo
Tim kuasa hukum Putri dan Sambo, merespons kesimpulan jaksa tersebut.
Mereka mengeklaim, bahwa kesimpulan adanya perselingkuhan itu asumsi dan cacat hukum, karena hanya berdasarkan hasil tes poligraf.
Pihak Putri dan Sambo pun menyayangkan tindakan jaksa itu.
“Kami sangat sayangkan tuntutan JPU yang disampaikan hari ini. Asumsi-asumsi yang dimunculkan didakwaan, diperparah dengan tuduhan tidak berdasar, apa yang didakwakan kepada terdakwa.”
Demikian penuturan Arman Hanis selaku kuasa hukum Putri dan Sambo.
“Hasil pemeriksaan psikologi forensik tersebut yang ditegaskan ahli, justru mengatakan bahwa keterangan Bu Putri tentang adanya kekerasan seksual, layak dipercaya atau bersesuaian dengan 7 indikator keterangan yang kredibel.”
“Jadi, bagaimana mungkin jaksa secara tiba-tiba membuat kesimpulan sendiri, hanya berdasarkan poligraf yang cacat hukum? Ini betul-betul sebuah tragedi dalam logika dan penegakan hukum,” sebut Arman.
Baca Juga:
Selain Arman, kuasa hukum Kuat, Irwan Irawan, juga merespons kesimpulan jaksa terkait perselingkuhan Putri dan Yosua; yang dikatakan telah diketahui Kuat.
Irwan bilang, selama proses persidangan, tidak ada fakta yang berbicara itu. Tidak ada bukti.
Mereka masih bersikeras menyatakan adanya pelecehan.
“Itu dari awal persidangan sampai sekarang ‘kan tidak ada indikasi sampai di sana. Tidak ada saksi yang menjelaskan bahwa mereka berselingkuh.”
“Tidak ada bukti yang menjelaskan bahwa yang bisa terkonfirmasi, bahwa betul ada peristiwa perselingkuhan, yang ada itu pelecehan,” kata Irwan kepada wartawan; usai pembacaan tuntutan.
“Rentetan ceritanya itu ‘kan jelas, ketika Susi dan Kuat Ma’ruf melihat ibu tergeletak di depan kamar, kemudian ada hasil pemeriksaan psikolog.”
“Nah, itu ‘kan rangkaian, bahwa betul ada pelecehan,” tutup Irwan.
Adapun Kuat, dalam perkara ini mengantongi tuntutan 8 tahun penjara.
Jaksa meyakini Kuat, terlibat dalam penghilangan nyawa Yosua, dan dinilai terbukti melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.