Ngelmu.co – Jauh sebelum menjadi tersangka KPK, hakim agung, Sudrajad Dimyati, pernah terseret isu ‘lobi toilet’.
‘Lobi Toilet’
Isu yang bikin geger ini terjadi pada 2013 silam. Tepatnya ketika proses seleksi hakim agung di DPR.
Sudrajad yang saat itu merupakan calon hakim agung, diduga melobi anggota Komisi III DPR; di toilet.
Waktu itu, Sudrajad masih berstatus hakim di Pengadilan Tinggi Pontianak.
Lalu, siapa anggota DPR yang ditemui olehnya? Bahrudin Nasori.
Setelah mengikuti fit and proper test di Komisi III DPR, Sudrajad bergerak ke toilet.
Tidak lama usai Sudrajad, masuk ke toilet–yang letaknya dekat dengan Komisi VIII DPR–Bahrudin Nasori juga masuk.
Keduanya tampak berbisik-bisik di dalam. Prosesnya singkat, hanya berlangsung selama satu menit.
Sudrajad juga terlihat menyerahkan sesuatu kepada Bahrudin. Walaupun tidak terlihat jelas, apa yang diserahkan olehnya saat itu.
Bahrudin, keluar lebih dahulu dari toilet, kemudian Sudrajad juga keluar, dan kembali ke ruang tunggu Komisi III.
“Tidak ada, saya tidak melakukan lobi-lobi,” begitu pengakuan Sudrajad kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2013).
“Apakah tadi sengaja bertemu dengan anggota Komisi III?” tanya wartawan mencecar.
“Yang mana? Saya sering ke kamar mandi, karena mau kencing,” sebutnya yang kemudian bergegas meninggalkan Gedung Nusantara II.
Terpisah, Bahrudin juga membantah menerima sesuatu dari Sudrajad; selaku calon hakim agung.
Menurut Bahrudin, ia hanya menerima secarik kertas dan menanyakan perihal calon hakim agung wanita, baik karier dan nonkarier.
“Saya tidak menerima apa-apa, saya cuma minta daftar nama soal calon hakim agung perempuan yang karier dan nonkarier.”
“Jadi saya nanya, mana yang karier dan non karier,” akuan Bahrudin.
Namun, isu ‘lobi toilet’ itu tetap ramai dibahas. DPR, Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Agung (MA), juga ikut bersuara.
Tidak Bersalah
KY dan MA yang memeriksa Sudrajad pada 26 September 2013, menyatakan calon hakim agung itu tidak bersalah.
“Hasil klarifikasi Tim Pengawas MA atas hakim Sudrajat, menyatakan bahwa Pak Sudrajad, tidak bersalah.”
Demikian kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA saat itu, Ridwan Mansyur, Jumat (27/9/2013).
“MA sangat berharap, supaya label hakim ‘lobi di toilet’, segera dihilangkan, karena keluarga dan anaknya yang kuliah dalam keadaan sedih dengan label itu,” sambungnya.
KY juga menyatakan, Sudrajad tidak bersalah; tidak terbukti merancang pertemuan dengan Bahrudin.
Selain itu, tidak ada bukti uang, ataupun surat atau hal lainnya yang diberikan Sudrajad kepada Bahrudin.
“Hari ini, KY telah memutuskan, bahwa dalam kasus ‘lobi toilet’, hakim Sudrajat Dimyati, dinyatakan tidak terbukti melakukan lobi terhadap anggota DPR.”
Demikian kata Jubir KY Asep Rahmat Fajar, melalui pesan singkat, Senin, 28 Oktober 2013.
Jadi Tersangka KPK
Sembilan tahun berlalu, Sudrajad kini menyandang status tersangka dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT), terhadap sejumlah orang di Jakarta dan Semarang.
Lalu, KPK melakukan gelar perkara, dan setelahnya, mengumumkan 10 nama tersangka yang salah satunya adalah Sudrajad.
Ketua KPK Firli Bahuri, bilang, awal kasus adalah dari adanya laporan pidana serta gugatan perdata.
Berkaitan dengan aktivitas dari koperasi simpan pinjam ID (Intidana) di Pengadilan Negeri Semarang.
Itu diajukan oleh debitur Koperasi Simpan Pinjam ID, Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Dengan diwakili oleh kuasa hukumnya, yakni Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES).
“Saat proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, HT dan ES, belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut.”
“Sehingga melanjutkan upaya hukum berikutnya di tingkat kasasi pada Mahkamah Agung,” jelas Firli dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (23/9/2022).
Pada 2022, Heryanto dan Ivan, melakukan pengajuan kasasi, dan masih menjadikan Yosep dan Eko sebagai kuasa hukum.
Dalam pengurusan kasasi inilah, Yosep dan Eko, diduga melakukan pertemuan serta komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA.
Pihak-pihak yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan Majelis Hakim, yang nantinya bisa mengondisikan putusan, sesuai keinginan Yosep dan Eko.
“Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES, yaitu DY [Desy Yustria, PNS di Kepaniteraan Mahkamah Agung], dengan adanya pemberian sejumlah uang,” sebut Firli.
Baca Juga:
Dugaan selanjutnya, Desy mengajak Elly Tri Pangestu–selaku hakim yustisial/panitera pengganti MA–dan Muhajir Habibie–selaku PNS pada kepaniteraan MA–untuk ikut menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.
Desy dkk., diduga menjadi representasi dari Sudrajad dan beberapa pihak di MA, untuk menerima uang dari para pengurus perkara.
“Terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES pada Majelis Hakim, berasal dari HT dan IDKS.”
“Jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY, sejumlah sekitar SGD 202.000 [ekuivalen Rp2,2 miliar].”
“Kemudian oleh DY, dibagi lagi. Dengan pembagian, DY menerima sekitar sejumlah Rp250 juta, MH menerima sekitar sejumlah Rp850 juta.”
“ETP menerima sekitar sejumlah Rp100 juta, dan SD menerima sekitar sejumlah Rp800 juta, yang penerimaannya melalui ETP.”
“Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan YP dan ES, pastinya dikabulkan, dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP ID pailit.”
Berikut 10 tersangka dalam kasus ini:
Penerima suap:
- Sudrajad Dimyati, hakim agung pada Mahkamah Agung;
- Elly Tri Pangestu, hakim yustisial/panitera pengganti Mahkamah Agung;
- Desy Yustria, PNS pada kepaniteraan Mahkamah Agung;
- Muhajir Habibie, PNS pada kepaniteraan Mahkamah Agung;
- Redi, PNS Mahkamah Agung; dan
- Albasri, PNS Mahkamah Agung.
Pemberi suap:
- Yosep Parera, pengacara;
- Eko Suparno, pengacara;
- Heryanto Tanaka, swasta/debitur koperasi simpan pinjam ID (Intidana); dan
- Ivan Dwi Kusuma Sujanto, swasta/debitur koperasi simpan pinjam ID (Intidana).
Sudrajad, Ngakunya Clear
Sudrajad yang belum ditahan oleh KPK, mengaku clear.
“Saya clear, saya tidak tahu apa-apa,” tuturnya pada Jumat (23/9/2022) dini hari, mengutip Detik.
“Kalau saya, siap kooperatif [terhadap KPK]. Posisi saya menunggu,” jelas Sudrajad.