Ngelmu.co, JAKARTA – Kubu Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo beberapa hari belakangan dalam kepungan blunder. Setidaknya hal itu terjadi sejak Kamis hingga Sabtu pekan lalu di awal bulan Februari. Pertama adalah peristiwa #YangGajiKamuSiapa. Saat itu Menkominfo Rudiantara pada Kamis (31/1/2019) marah kepada seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kemenkominfo yang menyatakan memilih sebuah desain dengan nomor urut 02.
“Bu! Bu! Yang bayar gaji ibu siapa sekarang? Pemerintah atau siapa? Hah,”kata Rudiantara. “Bukan yang keyainan Ibu? Ya sudah makasih,”kata dia lagi.
Sontak peristiwa ini menjadi trending di dunia maya. Tak hanya itu, Pada Jumat (1/2/2019) Menteri Pemuda dan Olahraga RI Imam Nahrawi menambah blunder dari kubu Jokowi. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mencabut surat edaran menyanyikan lagu Indonesia Raya di bioskop, dimana dua hari sebelumnya surat imbauan itu baru saja diteken.
Di hari yang sama, beredar video KH Maimoen Zubair mengucapkan doa untuk Prabowo disaat yang bersamaan dirinya duduk berdampingan dengan Jokowi. Video tersebut menjadi viral. Namun tidak hanya itu, tak berselang lama Ketua Umum PPP Romahurmuziy meminta doa tersebut diralat. Bahkan Romy mengejar Mbah Maimoen hingga ke kamar pribadinya.
Blunder kubu Jokowi semakin bertambah. Hal itu dilakukan Wali Kota Semarang yang juga Ketua DPC PDIP Kota Semarang Hendrar Prihadi.
Hendi mengatakan masyarakat jangan menggunakan jalan tol bila tak mau mendukung Jokowi.”Disampaikan ke saudaranya di luar sana, kalau tidak mau dukung Jokowi jangan pakai jalan tol,” ujarnya Sabtu (2/2/2019) di Kota Semarang.
Menggerus Elektabilitas?
Pengamat Politik dari Voxpol Pangi Syarwi mengatakan peristiwa-peristiwa tersebut ditambah dengan hal yang menginfeksi para pendungkungnya, seolah-olah mencari pembenaran dan legitimasi atas dukungannya para pendukung pun kehilangan akal sehat dalam menilai dan menyikapi monumen/prasasti keberhasilan program pembangunan pemerintah.
“Argumen semacam ini mempertontonkan/degalan yang kurang bijak, kurang mencerdaskan kehidupan bangsa, cacat secara logika, moral dan etik. Menjadikan program keberhasilan pemerintah dan atau anggaran negara sebagai alat untuk menekan lawan politik dan menganggap semua pembangunan sebagai kebaikan pemerintah adalah sesat pikir,”kata Pangi, seperti dikutip Ngelmu.co dari laman Facebooknya pada Selasa (5/2/2019).
Pangi mengatakan pada dasarnya, semua program pemerintah dibiayai oleh uang rakyat melalui yang namanya pajak. Presiden Jokowi cukup fokus men-sosialisakan, menyampaikan ke masyarakat semua program keberhasilannya.
“Dengan harapan rakyat puas, ketika masyarakat puas maka muncul pemilih yang mantul (strong voter) memilih kembali Jokowi dua periode, sebetulnya tidak perlu membangun arah jalan berfikir keberhasilan pemerintah dengan logika lebay/norak.,”jelasnya.
Pangi mengatakan pendukung petahana dan sang penantang sepertinya harus lebih banyak lagi belajar soal politik dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governace).
Bahkan, kata dia, para elite politik di kedua kubu juga harus menaikkan kapasitas dirinya ke level negarawan, tidak etis menuntut ucapan terima kasih dari rakyat.
Atas berbagai peristiwa itu, Pangi mengatakan sudah sepantasnya jajaran pemerintah yang sesat fikir ini untuk meminta maaf secara terbuka kepada publik atas kesalahan cukup memalukan dan blunder para pembantu presiden (menteri).
Pemerintah, menurutnya, harus banyak-banyak malu dan berterima kasih pada rakyat karena mereka dibayar dari uang pajak rakyat, bukan logika terbalik yang dibangun, rakyat dituntut banyak berterima kasih ke pemerintah.
Berbagai blunder tersebut, imbuh dia, terus terulang dan kecerobohan subtantif terus terjadi, kita tidak tahu kapan akan selesai, nampaknya incambent, unsur pemerintah dan inner circle tim sukses/relawan.
“Pembantu Jokowi tak mau belajar, gol bunuh diri terus terulang, apakah incumbent panik? Karena terus berselancar pada isu/sintemen yang justru kontra-produktif, pelan namun nyata di depan mata bahwa blunder politik mengembosi elektabilitas petahana dan punya korelasi linear pada peningkatan elektabilitas sang penantang.
Selain itu, Pangi mengatakan pelbagai lembaga survei menjelaskan bahwa Kiyai Ma’ruf Amin belum kerek elektabilitas Jokowi, ini barangkali yang membuat elektabilitas Jokowi mengalami stagnan/tidak terjadi pertumbuhan elektoral, berbeda dengan Sandiaga Uno yang secara emperis, pelan namun pasti mendongkrak elektabilitas capres Prabowo.
“Saya ingin katakan bahwa blunder tim Jokowi terus menerus jelas mengembosi elektabilitas Jokowi dan otomaticly menguntungkan Prabowo secara elektoral. Semoga Jokowi dan timnya segera recovery dan belajar atas blunder yang sudah dilakukan,”pungkasnya.