Ngelmu.co – Memaparkan asumsi indikator ekonomi makro 2021 dalam pidato Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2021 dan Nota Keuangan di Gedung MPR/DPR RI, Presiden Joko Widodo (Jokowi), nampak optimis.
Mengapresiasi optimisme Jokowi, Ketua DPR RI Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, mengingatkan jika rakyat membutuhkan bukti nyata.
“Pemerintah harus membuktikan dengan kerja keras dan kerja cepat yang nyata, bukan sekadar angka di atas kertas. Rakyat butuh bukti nyata,” tuturnya, Jumat (14/8).
“Jangan sampai presiden dan pemerintah termakan janjinya sendiri. Target pertumbuhan dipatok sangat optimis, tapi percepatan serapan anggaran dan stimulus pemulihan ekonomi lambat,” imbau Jazuli.
Sebelumnya, di tengah pandemi COVID-19, pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi 2021, sebesar 4,5 hingga 5,5 persen.
“Mudah-mudahan optimisme itu didukung oleh realitas kinerja pemerintah, khususnya tim ekonomi, dalam menumbuhkan ekonomi negara dan ekonomi masyarakat,” harap Jazuli.
Perlu diketahui, basis dasar pencapaian pertumbuhan pada 2020, hanya berkisar -1 hingga 0,2 persen; artinya tekanan sangat dalam, bahkan di ambang resesi.
Maka itu Jazuli berharap, pemerintah punya strategi jitu untuk mengejar target 4,5 sampai 5,5 persen.
Ia pun mengingatkan, pentingnya kerja keras pemerintah, serta kebijakan ekstra demi mengakselerasi target pertumbuhan yang disampaikan.
Terlebih serapan anggaran 2020—sebagaimana kritik presiden kepada para menterinya—sangat lambat.
Pemulihan belanja ekonomi, secara keseluruhan baru 22 persen, stimulus untuk UMKM pun baru 26,4 persen.
Baca Juga: DPR Tetap Bahas Omnibus Law di Masa Reses, PKS Tolak Hadir
Bukan hanya Jazuli yang menyampaikan pendapatnya. Peneliti Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, pun menilai pemerintah terlalu optimis; ambisius, dalam membuat perencanaan ekonomi.
“Asumsi ini masih terlihat pemerintah overshoot atau pemerintah juga over optimis dan over ambisius,” tuturnya, seperti dilansir Merdeka, Jumat (14/8).
Optimisme tersebut, lanjut Bhima, tak diimbangi dengan peningkatan konsumsi rumah tangga.
Ia juga menyoroti, belum adanya program yang fokus mendorong kinerja investasi untuk lebih bagus lagi.
Bahkan, Bhima menganggap, target pertumbuhan ekonomi tersebut mustahil dicapai.
Pasalnya, perekonomian Indonesia, saat ini berada dalam ancaman resesi, di mana menurutnya, mungkin terjadi hingga 2021.
“Apa bisa, dari resensi kemudian loncat ke 4,5 persen? Karena ini kita masih menghadapi masalah pandemi yang berpengaruh tadi,” tanya Bhima.
Terlebih realisasi dari berbagai stimulus pun masih rendah, lanjutnya.
Data terakhir stimulus kesehatan, hanya delapan persen yang terealisasi.
Begitupun dengan stimulus UMKM yang baru terealisasi 26,4 persen.
Itulah mengapa Bhima, menyangsikan jika pertumbuhan ekonomi dapat kembali melejit pada 2021.
“Jadi, masih sangat rendah untuk bisa mengembangkan perekonomian di 2021,” ujarnya.
“Bahkan, bisa mungkin resesinya akan berlanjut sampai 2021,” pungkas Bhima.