Ngelmu.co – Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), resmi menetapkan Menteri Sosial Juliari P Batubara, sebagai tersangka, berbagai pihak pun menyoroti pernyataan-pernyataan yang bersangkutan, soal korupsi.
Seperti pada Hari Antikorupsi Sedunia, 9 Desember 2019 lalu.
Juliari, menyampaikan pandangannya mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ia, menyebut korupsi tidak akan lenyap, jika mental tetap bobrok.
“Saya kira pemberantasan korupsi itu harus dimulai dari mental,” tuturnya kala itu.
“Jadi mau sebagus apa [pun] sistem, seketat apa [pun] sistem, kalau mentalnya sudah bobrok, ya, tetep saja korup, ya,” sambung Juliari.
Ia, juga menyebut korupsi dapat terjadi, karena ‘hidupnya’ sifat keserakahan dalam diri pelaku.
“Karena ya, itu tadi. Itu ‘kan menurut saya, antara lain karena sifat keserakahan,” ujar Juliari.
“Jadi orang yang tidak merasa selalu cukup gitu, lho, masih merasa kekurangan,” imbuhnya.
“Punya mobil dua, pengin tiga, punya mobil tiga, pengin empat. Punya rumah satu, pengin dua, punya rumah dua, pengin…,” lanjutnya lagi.
“Ya, ini kalau mentalnya seperti itu, ya, mau kapan, dibikin sistem seketat seperti apa, yang akan ada, korupsi terus. Jadi mulainya dari mental,” beber Juliari.
Baca Juga: Pernah Kritik Anies Baswedan Soal Bansos, Mensos Juliari Kini Jadi Tersangka Korupsi
Pada kesempatan itu, ia, juga menyebut sistem saat ini sudah cukup bagus.
“Kalau sistemnya sih sudah cukup bagus, ya,” kata politikus PDIP itu.
“Baik di internal kementerian, BUMN, BPK, ada juga KPK, kepolisian, kejaksaan, sudah lengkap semua,” lanjutnya.
“Tinggal yang dibenahi itu mentalnya,” tegas Juliari, di acara tersebut.
Sayang seribu sayang, ia, yang bicara soal mental bobrok, kini justru menjadi salah satu tersangka KPK.
Namanya terseret dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait bantuan sosial COVID-19.
“KPK selalu mengingatkan para pihak untuk tidak melakukan korupsi, apalagi di masa pandemi,” kata Ketua KPK, Firli Bahuri, Ahad (6/12) malam, mengutip Detik.
“Namun, jika masih ada pihak-pihak yang mencari celah dengan memanfaatkan situasi dan kesempatan untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya, KPK, melalui upaya penindakan, akan menindak dengan tegas,” imbuhnya.
Baca Juga: Tersangka Korupsi, Juliari Jadi Kader Pertama PDIP yang Terancam Hukuman Mati
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT), terhadap pejabat Kemensos, Sabtu (5/12) dini hari.
KPK, mengamankan uang miliaran rupiah, dari OTT tersebut.
“Dari hasil tangkap tangan ini, ditemukan uang dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing,” kata Firli.
“Masing-masing sejumlah sekitar Rp11,9 miliar, sekitar USD 171,085, dan sekitar SGD 23.000,” bebernya.
Sejauh ini, KPK menduga Juliari, menerima jatah Rp10 ribu, dari setiap paket sembako senilai Rp300 ribu.
Maka setidaknya untuk total, KPK menduga Juliari, telah menerima Rp8,2 miliar dan Rp 8,8 miliar.
“Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee kurang-lebih sebesar Rp12 miliar,” ujar Firli.
“Yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS (Matheus Joko Santoso), kepada JPB (Juliari Peter Batubara), melalui AW (Adi Wahyono),” lanjutnya.
“Dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar,” sambungnya lagi.
Sementara untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang dari bulan Oktober, hingga Desember 2020.
“Sejumlah sekitar Rp8,8 miliar, yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB,” jelas Firli.
Dalam kasus ini, KPK, telah menetapkan lima orang tersangka, antara lain:
- Mensos Juliari Peter Batubara [penerima];
- Pejabat Pembuat Komitmen Kemensos, Matheus Joko Santoso [penerima];
- Pejabat Pembuat Komitmen Kemensos, Adi Wahyono [penerima];
- Pihak swasta, Ardian I M [pemberi]; dan
- Pihak swasta, Harry Sidabuke [pemberi].