Ngelmu.co – Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga menjabat sebagai Anggota Komisi DPR RI Komisi III, Al Muzzammil Yusuf memberikan tanggapan terkait pencopotan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat. Sebelumnya, Kalapas B Polman, Haryoto menerapkan syarat pembebasan, yakni wajib baca Alquran, di Lapas Kelas II B, Polman.
Muzammil menilai, penerapan syarat tersebut mampu merangsang narapidana untuk belajar agama Islam secara lebih dalam. Ia pun mendukung, dan tidak setuju jika hal itu dianggap sebagai akar dari keonaran yang terjadi di Lapas.
“Saya tidak percaya kalau syarat mampu membaca Alquran itu menciptakan keonaran di tengah penghuni lapas yang Muslimin. Saya kira syarat itu lebih sebagai stimulus agar mereka mau belajar, ketimbang sebagai syarat mutlak,” tuturnya, Senin (24/6) malam, seperti dilansir dari Republika.
Namun, Muzammil menyatakan wajar jika kebijakan itu menuai polemik, bahkan hingga mendapat penolakan. Karena pasti ada pihak-pihak yang tak ingin agama Islam punya pengaruh kuat di Lapas.
“Tapi kalau syarat itu membuat enggak nyaman sebagian pihak, mungkin saja. Karena dikhawatirkan akan ada Islamisasi Lapas,” pungkasnya.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Wajibkan Napi Baca Al Quran, Kalapas Dinonaktifkan Menteri Yasonna
[/su_box]
Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly sebelumnya menyatakan, penerapan wajib baca Alquran sebagai syarat pembebasan, sudah melampaui kewenangan Kalapas.
Itu sebabnya, ia memutuskan untuk menonaktifkan Haryoto yang menerapkan aturan wajib membaca Alquran, kepada narapidana Islam yang menjalani pembebasan bersyarat.
Yasonna menilai, aturan yang diterapkan justru berujung menjadi pemicu kerusuhan di sana, karena terkesan memaksakan.
“Iya, itu sudah ditarik orangnya ke Kanwil,” tegasnya di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (24/6).
“Bahwa tujuannya itu baik, iya. Tapi membuat syarat, itu melampaui UU. Kalau nanti dia enggak khatam-khatam, walaupun secara undang-undang sudah lepas, ‘kan enggak bisa? Tujuannya baik, tetapi memaksakan dengan cara begitu ‘kan enggak boleh, akhirnya memancing persoalan,” pungkas Yasonna.