Ngelmu.co – PT Hero Supermarket Tbk (HERO Group) memutuskan menutup 26 gerai dan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 532 karyawan. Terkait hal itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta buka bicara.
Tutum menilai penutupan sejumlah gerai Hero merupakan upaya ritel untuk melakukan efisiensi. Efisiensi perlu dilakukan, kata Tutum akibat daya beli masyarakat terus menurun. Selain itu, dan peralihan dari kegiatan belanja konvensional ke digital semakin intensif.
Tutum mengatakan jika para pelaku ritel memutuskan menutup sejumlah lokasi untuk kemudian ekspansi dengan cara yang berbeda di antaranya yaitu memanfaatkan platform online seiring dengan perkembangan ecommerce.
Tutum menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan, ritel lain juga akan melakukan tindakan serupa.
Selqin faktor internal, Tutum menambahkan bahwa faktor eksternal turut berperan dalam penutupan sejumlah ritel. Salah satunya, perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia, Amerika dengan Cina yang masih terus berlangsung yang memberikan dampak terhadap ekonomi negara berkembang seperti Indonesia.
Maka, Tutum berharap jika pemerintah dapat membantu intervensi faktor-faktor ini khususnya, agar daya beli masyarakat meningkat. Sebab, daya beli masyarakat yang menjadi faktor internal pertumbuhan industri ritel.
Tutum memaparkan bahwa yang terjadi adalah daya beli masyarakat hanya naik signifikan menjelang Lebaran karena adanya Tunjangan Hari Raya (THR) atau bantuan sosial lain. Jika hanya bergantung pada momentum tersebut, pertumbuhan ritel Indonesia sulit kembali menggeliat.
“Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat regulasi harus membuat aturan yang dapat menjaga daya beli ini stabil,” kata Tutum, Senin, 14 Januari 2019, dikutip dari Republika.
Tutum menambahkan, pemerintah juga seharusnya bisa membuat aturan main untuk mengatur ecommerce. Meski ecommerce menjadi bentuk digitalisasi yang tidak dapat dielakkan, kata Tutum, mereka harus tetap memiliki aturan main agar dapat dikontrol dan dijaga keseimbangannya.
Srlain itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan jika faktor daya beli masyarakat menjadi penyebab utama tutupnya gerai ritel sepanjang dua tahun belakangan ini. Terlebih lagi pada 2018, tingkat konsumsi masyarakat masih stagnan di angka lima persen secara rata-rata yang menyebabkan pertumbuhan ritel semakin melambat.
Bhima menilai jika ecommerce bukan merupakn ancaman bagi ritel. Hal itu dikarenakan kontribusi ecommerce terhadap perekonomian baru mencapai dua persen dari total ritel. Bhima pun menegaskan bahwa pasar dari dua platform ini cenderung berbeda.
“Kalau ritel FMCG (fast moving consumer good), sedangkan ecommerce didominasi fesyen. Jadi, ecommerce bukan faktor tutupnya ritel,” kata Bhima.