Ngelmu.co – Viral unggahan berisi pengakuan warganet yang syok, lantaran melihat banyak bocah kecil (bocil) di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Ia mengaku syok, karena anak-anak yang ia lihat itu ternyata tengah melakukan hemodialisis alias cuci darah di RSCM.
Hemodialisis adalah pencucian darah dengan maksud mengeluarkan bahan tertentu dari darah, menggunakan alat yang dinamakan ginjal buatan.
Pengakuan yang viral di media sosial X, berbunyi, “Asli syok, di RSCM, banyak bocil-bocil, kirain berobat apaan, ternyata pada cuci darah.”
Isu ini pun dibenarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Prof Dr dr Rini Sekartini, SpA(K), selaku Ketua UKK Tumbuh Kembang Anak IDAI, bicara.
Ia mengungkapkan jika saat ini banyak anak-anak yang mengidap penyakit ginjal.
Hal ini membuat RSCM, dipenuhi oleh anak-anak yang mengidap penyakit ginjal kronik, dan mengharuskan mereka untuk cuci darah.
“Tapi bocil-bocil yang gagal ginjal kronik di RSCM itu banyak juga. Anak kecil memang bisa sakit ginjal, rentan cuci darah juga ada.”
Demikian kata dr Rini saat Perayaan Hari Anak Nasional 2024 di Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2024).
Lebih lanjut, beberapa netizen menuding salah satu penyebab anak mengalami masalah pada ginjal adalah terkait kasus cemaran etilen glikol pada obat sirop yang sempat heboh di tahun 2023.
Merespons hal tersebut, dr Piprim Basarah Yanuarso selaku Ketua Umum IDAI pun bicara.
Ia mengatakan, kasus soal obat sirop anak yang menyebabkan gagal ginjal, memang ada.
Namun, itu sudah terjadi lama. Hal ini karena adanya kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
“Gagal ginjal [pada anak] karena obat sirop saat itu, karena keracunan ED dan DEG. Kasus lama itu,” tegas dr Piprim.
Baca juga:
Adapun saat ini, IDAI justru menyoroti gaya hidup anak-anak yang makin tidak baik.
Sehingga kasus diabetes, obesitas, dan gagal ginjal pun meningkat.
Seperti mereka yang malas berolahraga, jarang minum air tawar, dan lebih suka mengonsumsi minuman manis kemasan.
Lebih lanjut, dr Piprim juga menyampaikan bahwa IDAI, telah melakukan survei kepada remaja.
Hasilnya, ditemukan bahwa satu dari lima anak, berada dalam kondisi hematuria dan proteinuria.
“Salah satu pakar ginjal IDAI, bikin survei di anak-anak remaja usia 12-18 tahun.”
“Ternyata, satu dari lima anak remaja itu dicek urinenya, terdapat hematuria dan proteinuria.”
“Jadi, ada darah dan protein dalam urine. Ini salah satu indikator awal kerusakan ginjal.”
“Ini menunjukkan gaya hidup anak-anak kita, usia 12-18 tahun ini sangat memprihatinkan.”
“Pola makannya, pola geraknya, pola tidurnya, sering begadang, dan malas gerak olahraga,” jelas dr Piprim.