Ngelmu.co – Ketua DPR RI, Puan Maharani, menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI); menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker), di depan Kompleks Parlemen, Selasa (25/8).
Puan meminta, penolakan tersebut tak hanya disampaikan lewat aksi non-formal.
“DPR RI yang merupakan rumah rakyat, membuka pintu bagi kelompok buruh untuk menyampaikan aspirasinya secara legal dan formal,” kata Puan.
“Dengan mendata berbagai persoalan terkait RUU Cipta Kerja,” sambungnya, seperti dikutip Ngelmu, dari Siaran Pers DPR RI, Selasa (25/8).
DPR RI, akuan Puan, sudah menggelar pertemuan dengan 16 perwakilan serikat buruh-pekerja, pada 20-21 Agustus lalu.
Di mana pertemuan tersebut, menghasilkan empat poin kesepakatan; terkait klaster ketenagakerjaan dalam RUU Ciptaker.
Kesepakatan itu berkaitan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif, terhadap perkembangan industri, serta pembahasan RUU Ciptaker.
Puan mengatakan, pihaknya akan melanjutkan pembahasan RUU Ciptaker.
“Secara cermat, hati-hati, transparan, terbuka, dan mengutamakan kesinambungan kepentingan nasional.”
“Kami mendukung terciptanya lapangan kerja, perbaikan ekonomi, serta tumbuh dan berkembangnya UMKM, lewat RUU Cipta Kerja,” tutur Puan.
Baca Juga: Ardhito Pramono Mengaku Dibayar Rp10 Juta untuk Setiap Cuitan #IndonesiaButuhKerja
Ia juga menegaskan, bahwa parlemen menyerap semua aspirasi terkait Omnibus Law, dengan tangan terbuka.
Sebagaimana janji pihaknya, akan transparan serta cermat dalam pembahasan yang sedang dilakukan dengan pemerintah.
Sementara kelompok-kelompok organisasi buruh, menggelar aksi demonstrasi demi menolak Omnibus Law, dan pemutusan hubungan kerja di tengah pandemi.
Tetapi Puan, menilai penyampaian aspirasi lewat aksi demo, sebaiknya dihindari.
Menurut politikus PDI-Perjuangan itu, aksi demonstrasi memiliki sederet dampak negatif.
“DPR RI mengajak kelompok buruh yang memiliki aspirasi untuk berjuang tidak lewat aksi yang berpotensi menimbulkan kemacetan, berpotensi mengganggu kenyamanan masyarakat lainnya, dan berpotensi jadi klaster penyebaran Covid-19,” pungkasnya.
Publik pun menanggapi pernyataan Puan, lewat berbagai media sosial; salah satunya Twitter.
Gini aja, gimana kalau pasal2 yg memberatkan dikaji ulang atau dihapus, kan juga gabuat repot2 utk demo, gaada klaster baru pula, gak smua jg yg ditolak bbrpa aja yg beratin..
— Cangkaruk (@printilansego) August 25, 2020
Niru yg kemaren gak pake masker dan jaga jarak. Rapat apa gitu….
— Jo Dalton – Hampir Ganteng (@Sadr_Weak) August 25, 2020
Dia sah ngomong gitu, gue sah juga ngomong DPR itu hanya ngabis2in uang negara tanpa guna.
— Republik Memiles (@tristyanto76) August 25, 2020
mb.. kalo aspirasinya didenger.. buruh jg lebih mili nanem sayur sm maen ikan cupang ketimbang panasan
— gorchie (@dhimsums) August 25, 2020
Simpel aja sih, agar tidak timbul claster covid lewat demo, maka batalkan ruu omnibuslaw. Maka buruh tidak akan demo dan tidak timbul macet claster covid.
— Akh Darmadi 💎 (@DarmadiAktivis) August 25, 2020