Ngelmu.co – Polemik pembakaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang bertuliskan kalimat tauhid oleh beberapa oknum Banser di Garut kian berlanjut.
Bahkan polemik itu berkembang menjadi gerakan aksi bela tauhid. Hari ini, Jumat, 26 Oktober 2018, beberapa daerah menggelar aksi bela tauhid.
Salah satunya yang menyelenggarakan aksi bela tauhid adalah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ribuan massa Lombok siang tadi menggelar aksi bela tauhid.
Ribuan massa Lombok mengibarkan bendera bertuliskan kalimat tauhid. Massa berkumpul dari Masjid Hubul Wathan, Islamic Center Kota Mataram, kemudian bergerak menuju Mapolda. Sepanjang perjalanan, massa berorasi mendesak polisi untuk memproses hukum pelaku pembakar bendera yang bertuliskan kalimat tauhid.
Terkait polemik tersebut Mantan Gubernur NTB, Zainul Majdi atau kerap dipanggil Tuan Guru Bajang (TGB) ikut angkat bicara. Komentar TGB atas insiden pembakaran bendera oleh beberapa oknum Banser NU, ditulisnya dalam akun sosial media, yaitu Facebook.
Baca juga: Massa Aksi Bela Tauhid Desak Polisi Usut Kasus Pembakaran Bendera Tauhid Secara Adil
TGB melalui tulisan status pada akun Facebook resminya mengatakan pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid dapat menimbulkan fitnah. TGB mengimbau agar sebaiknya di kemudian hari bendera yang bertuliskan kalimat tauhid tersebut diserahkan kepada aparat tanpa harus dibakar.
“Namun, cinta NKRI adalah satu hal, sedangkan membakar bendera yang bertuliskan kalimat tauhidadalah hal lain. Bagi saya, perbuatan itu bisa menimbulkan fitnah antar-kita. Kalau tidak setuju, lipat dengan takzim dan serahkan kepada aparat,” kata TGB.
TGB pun menyatakan bahwa perilaku tercela menggunakan kalimat tauhid untuk tujuan merebut kekuasaan tidak boleh menyebabkan semua pihak ikut melakukan perbuatan tercela. Menurut TGB, segala anarkisme akan menghilangkan keadaban publik. TGB meminta agar semua pihak untuk menahan diri dan memperbanyak silaturahmi.
TGB jug memaparkan bahwa sistem demokrasi NKRI tidak kalah baiknya dengan sistem kekalifahan karena Islam pada dasarnya tidak memerintahkan untuk menggunakan sistem tertentu.
“Saya meyakini, Islam tidak memerintahkan satu sistem pemerintahan tertentu, namun memberi panduan nilai-nilai mulia yang harus terwujud dalam sistem apa pun. Sistem republik demokratis yang kita sepakati dalam NKRI tak kalah valid dan sahnya dibanding sistem kilafah. Karena nilai-nilai dasar yang diperjuangkan Islam telah ada utamanya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, syura dan keadilan. Tinggal bagaimana kita mengimplementasikan nilai-nilai itu dalam kehidupan berbangsa,” tulis TGB.
Menurut TGB, NKRI merupakan maslahat nyata sementara kilafah adalah maslahat prediktif.
“Bagi saya, NKRI adalah maslahat nyata sedangkan kilafah adalah maslahat prediktif. Kaidah mengatakan, al-maslahah al-mutahaqqiqah an-naajizah muqaddamah ‘alal maslahah al-mustaqbalah al-marjuhah. Maslahat nyata, jelas dan telah terwujud, didahulukan diatas maslahat prediktif yang belum terwujud,” kata dia.
TGB menuliskan juga bahwa kalimat tauhid adalah persaksian kita di dunia dan akhirat. Padanya ada dua asma termulia. Asma Allah yang kepadaNyalah manusia akan kembali dan asma RasulNya yang syafaatnya manusia harap dan nanti. Maka, TGB meminta agar asma-asma itu dimuliakan dengan tidak menjadikannya tameng mencari kekuasaan.