Ngelmu.co – Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung (Kejagung), Mukri, memberikan penjelasan soal penolakan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT), di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (21/11) kemarin.
“Artinya, kita ‘kan pengin yang normal-normal, yang wajar-wajar saja. Kita tidak mau yang aneh-aneh, supaya mengarahkannya, supaya tidak ada yang … ya begitulah,” tuturnya, seperti dilansir Kompas.
Pernyataan itu, mendapat tanggapan dari Anggota Komisi III DPR RI, Fraksi PPP, Arsul Sani.
Menurutnya, melarang LGBT untuk menjadi CPNS pada Kejagung, merupakan praktik diskriminatif.
“Hanya karena statusnya (orientasi seks), menurut saya, itu enggak boleh didiskriminasi,” kata Arsul, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11).
“Apalagi itu jabatan di Kejaksaan Agung,” imbuhnya.
Lebih lanjut Arsul menilai, selama seseorang tidak melanggar hukum yang ada di Indonesia, CPNS LGBT tak menjadi masalah di lembaga negara.
Ia bahkan mencontohkan dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat.
LGBT, kata Arsul, hanya dilarang masuk ke bidang militer, tetapi untuk posisi pelayan masyarakat seperti ASN, tidak ada larangan.
“Untuk jabatan yang umum, seperti jabatan aparatur sipil negara ya, yang tidak terkarakteristik tertentu, ya enggak usah dilarang, karena status orang,” ujarnya.
Baca Juga: Perolehan Suara PPP Menurun, Burhanuddin: Pemilih Berpaling ke PKS
Dalam rapat kerja bersama Kejagung selanjutnya, Arsul mengaku, Komisi III akan meminta penjelasan kepada Jaksa Agung, ST Burhanuddin, soal larangan tersebut.
Sementara Mukri, ketika diminta tanggapannya tentang penilaian Arsul yang menyebut syarat tadi sebagai sebuah diskriminasi, memilih untuk tak menjawab.
“Saya no comment-lah untuk itu ya,” ujarnya singkat.
Sebelumnya, Ombudsman mengungkapkan, adanya kebijakan yang dinilai mendiskriminasi pelamar CPNS 2019.
Di mana larangan pada pelamar LGBT yang mengikuti CPNS 2019 itu, disebutkan, diterapkan pada Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kejagung.
Tetapi berdasarkan laporan yang diterima Ombudsman, Kemendag sudah menghapus ketentuan tersebut.
Sementara Kejagung, masih menerapkannya.
“Saya dengar Kemendag sudah diubah, sudah bisa menerima, persyaratan itu sudah dihilangkan, yang masih ada itu di persyaratan Kejaksaan Agung,” jelas anggota Ombudsman, Ninik Rahayu, Kamis (21/11).