Ngelmu.co – Berikut adalah kisah seseorang pemimpin yang terkena makarnya sendiri. Pemimpin tersebut yang membuat makar jahat untuk orang lain, namun dia juga yang terkena makarnya yang diciptakan dirinya sendiri.
Simak ya kisah yang penuh hikmah berikut ini:
Kena Makarnya Sendiri
Dikisahkan, seorang Arab badui datang menemui al-Muktashim lalu ia menjadi orang dekatnya sehingga bisa masuk menemuinya tanpa meminta ijin. Kedekatan ini membuat iri salah seorang menteri al-Muktashim, lalu ia berkata di dalam hati: Jika saya tidak merekayasa pembunuhan badui ini, ia bisa mengambil hati Amirul Mukminin dan menjauhkan aku darinya.
Kemudian sang menteri berlemah lembut kepadanya hingga berhasil mengajak badui tersebut datang ke rumahnya. Ia memasak makanan untuknya dan memperbanyak bawang putih di dalam makanan tersebut. Setelah badui ini makan makanan tersebut, menteri berkata kepadanya: Hati-hati, jangan mendekati Amirul Mukminin agar tidak mencium bau bawang dari mulutmu lalu terganggu karena beliau tidak menyukai baunya.
Kemudian sang menteri datang menemui Amirul Mukminin empat mata dan berkata kepadanya: Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya orang badui itu mengatakan kepada orang-orang bahwa bau mulut Amirul Mukminin tidak sedap hingga membuatku terganggu.
Baca juga: Renungan Untuk Para Da’i, Utamakan Melihat Aib Sendiri
Ketika masuk menemui Amirul Mukminin, orang badui itu menutup mulutnya dengan lengan bajunya karena khawatir Amirul Mukminin mencium bau bawang dari mulutnya. Melihat hal ini, Amirul Mukminin pun berkata: Apa yang dikatakan menteri tentang orang badui ini benar. Kemudian ia segera menulis surat kepada salah seorang gubernurnya: Bila suratku ini sampai kepadamu maka bunuhlah pembawanya.
Kemudian Amirul Mukminin memanggil orang badui dan memberikan surat kepadanya seraya berkata: Bawalah surat ini kepada si Fulan dan bawalah jawabannya kepadaku.
Orang badui pun melaksanakan perintah Amirul Mukminin dan mengambil surat tersebut, lalu keluar. Ketika sampai di pintu, ia bertemu dengan menteri lalu sang menteri bertanya: Mau kemana? Orang badui menjawab: Mau mengantarkan surat Amirul Mukminin kepada gubernur Fulan.
Menteri berkata di dalam hati, dari tugas ini si badui akan mendapat uang banyak, lalu ia berkata kepadanya: Bagaimana jika aku gantikan tugas itu agar kamu terbebas dari kelelahan ini dan aku ganti kamu dengan uang dua ribu dinar. Orang badui menjawab: Kamu pimpinan dan berkuasa. Laksanakanlah jika sudah menjadi pendapatmu.
Menteri berkata: Berikanlah surat itu kepadaku. Lalu badui itu memberikan surat kepadanya.
Menteri pun membawa surat ke tempat tujuan. Setelah membaca surat, gubernur memerintahkan agar menteri tersebut dibunuh.
Setelah beberapa hari, Khalifah teringat urusan orang badui tersebut dan bertanya tentang menterinya. Lalu diberitahukan bahwa beberapa hari ini sang menteri tidak datang, sedangkan orang badui tinggal di kota. Khalifah pun heran dan memerintahkan agar orang badui itu dihadirkan.
Setelah orang badui itu dihadirkan, Khalifah bertanya tentang keadaannya, lalu orang badui memberitahukan kesepakatan yang telah dibuat antara dirinya dan menteri.
Khalifah bertanya: Apakah kamu pernah mengatakan bahwa bau mulut saya tidak sedap?
Badui: Wahai Amirul Mukminin! Saya berlindung kepada Allah dari pembicaraan yang tidak saya ketahui. Itu semua adalah makar dan kedengkian sang menteri.
Kemudian orang badui ini memberitahukan kepada Khalifah bagaimana sang menteri membawanya masuk ke rumahnya lalu memberinya makanan yang banyak bawangnya…
Amirul Mukminin: Terkutuklah kedengkian! Sungguh adil, orang yang menjadi korban pertamanya adalah pelakunya.
Kemudian orang badui diangkat menjadi menteri sehingga ia menjadi menteri karena kedengkian seorang menteri.
Berhati-hatilah dengan makar dan rencana jahat, karena Allah menetapkan hukum tentang makar dan rencana jahat ini di dalam ayat-Nya:
“Rencana jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri. Mereka hanyalah menunggu (berlakunya) ketentuan (yang telah berlaku) pada orang-orang terdahulu”. (Fathir: 43).
Lihat: Al-Mustathrif, 1/458.
Diterjemahkan dari Zad al-Murabbin, Ibrahim Badr Syihab al-Khalidi. Oleh Aunur Rafiq Saleh Tamhid.