Ngelmu.co – “Hahahahaha”, merupakan twit singkat dari akun Twitter @txtdaribdg_, saat mengunggah hasil tangkapan layar [screenshot] dari kumpulan empat judul berita.
Mengapa bunyi cuitannya seperti tawa? Kepastian yang tidak pasti dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), penyebabnya.
Screenshot pada unggahan akun tersebut menampilkan empat artikel berikut:
- 25 Januari 2017, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dipastikan Rampung 2019;
- 4 September 2017, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dipastikan Beroperasi pada 2020;
- 2 Mei 2018, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dipastikan Beroperasi Maret 2021; dan
- 2 Desember 2021, Usai Raup PMN, KCIC Pastikan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tuntas Akhir 2022.
Januari 2017
Pada Rabu (25/1/2017), Menteri BUMN [saat itu masih Rini Soemarno], memastikan pembangunan proyek KCJB, rampung pada 2019.
“Kereta cepat Jakarta-Bandung sudah mulai pembangunan awal, untuk lima kilometer pertama, dan diharapkan selesai pada 2019.”
Begitu kata Rini di Istana Negara, saat acara peresmian pelatihan Executive Leadership Program bagi Direksi BUMN oleh Presiden Joko Widodo.
September 2017
Target di atas, meleset. Kementerian Perhubungan (Kemenhub), kemudian menyebut target pengoperasian KCJB pada 2020.
Jelas, mundur dari rencana awal. “Target operasi kita di 2020. Ya, sekarang ini konsesi sudah kita bahas kemarin, dan ini sudah hampir final.”
Demikian ujar Direktur Lalu Lintas Angkutan Kereta Api Kemenhub Zulmafendi, di Kantor Kemenhub, Jakarta, Senin (4/9/2017).
Saat itu, sambungnya, kedua pihak–antara Kemenhub dan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC)–telah menyetujui perjanjian [adendum] perubahan proyek KCJB.
Salah satunya mengenai konsesi. Pihaknya juga ketika itu tengah menunggu keputusan Menteri Perhubungan [terkait perubahan perjanjian proyek KCJB yang telah disepakati.
KCIC baru akan melakukan proses pendanaan KCJB dari China Development Bank, jika adendum perubahan ditandatangani.
“Kami tunggu keputusan soal adendum perubahan itu,” kata Zulmafendi saat itu. “Kalau masa konsesi, tetap 50 tahun. Berlaku sejak mulai masa konstruksi.”
Dalam adendum, lanjutnya, ganti rugi proyek yang tidak berjalan, juga sudah dihilangkan.
“Kami harap KCIC juga mempercepat tahapan-tahapan, karena 2020 akan beroperasi,” sebut Zulmafendi.
Mei 2018
Target kembali meleset. Kementerian BUMN, pada Mei 2018 pun kembali memastikan KCJB, akan beroperasional pada Maret 2021.
Hal itu akan terealisasi, kalau proyek pengerjaan rampung di akhir tahun 2020.
“Inginnya akhir 2020, mungkin selesainya [proyek], tapi ‘kan harus tetap dilakukan uji coba.”
“Biasanya memakan waktu tiga bulan,” kata Rini Soemarno, yang pada Rabu (2/5/2018), masih menjabat sebagai Menteri BUMN.
Sementara soal pembebasan lahan proyek KCJB, Rini mengatakan bahwa pemerintah, menargetkan selesai pada 7 Mei 2018.
Target yang meleset, karena rencana awal diharapkan rampung pada akhir April 2018.
“Kan paling utama 22 titik ini, ternyata butuh kira-kira satu pekan lagi untuk menyelesaikan 22 titik.”
“Total 142 kilometer, kami harapkan akhir Mei [2018],” tutur Rini.
Desember 2021
Pernyataan teranyar muncul pada Kamis (2/12/2021) pekan lalu, langsung dari PT KCIC.
Pihaknya mengaku terus melakukan percepatan pembangunan proyek KCJB, agar dapat beroperasi pada 2022 mendatang.
Adapun sampai berita ini disusun, progres konstruksi KCJB, kata Sekretaris Perusahaan KCIC Mirza Soraya, telah mencapai 79 persen.
Mirza bilang, target penyelesaian serta operasional KCJB, masih tetap sama, yakni akhir 2022.
Percepatan pembangunan juga dilakukan, seperti penambahan titik kerja, shift, serta peralatan konstruksi.
“Di samping itu, pembangunan juga kami lakukan secara simultan di 236 titik kerja.”
“Sehingga diharapkan, target operasional yang sudah ditentukan bisa terwujud,” jelas Mirza.
Di sisi lain, menurutnya, kehadiran KCJB, akan menjadi solusi untuk mengantisipasi mobilitas masyarakat Jakarta dan Bandung [yang terus tumbuh dari tahun ke tahun].
Apalagi, kedua kota itu menjadi bagian dari pusat ekonomi di Pulau Jawa dan nasional.
Kehadiran KCJB, kata Mirza, juga akan menumbuhkan berbagai potensi ekonomi baru, baik di daerah yang memiliki stasiun, pun daerah penyangganya.
“Potensi-potensi ekonomi baru ini bisa berupa pengembangan peluang usaha.”
“Baik itu dari sektor properti, transportasi, hingga pariwisata,” ujar Mirza.
Baca Juga:
Sebelumnya, proyek KCJB–yang dibangun sepanjang 142,3 kilometer–mengalami cost overrun [pembengkakan biaya], menjadi 8 miliar dolar AS [setara Rp114,24 triliun].
Artinya, dari estimasi itu, terjadi kenaikan sebesar 1,9 miliar dolar AS, atau setara Rp27,09 triliun, dari rencana awal pembangunan [Rp6,07 miliar dolar AS ekuivalen Rp86,5 triliun].
Akibatnya, pemerintah pun mengucurkan anggaran APBN untuk menambal pembengkakan biaya investasi pembangunan proyek tadi.
Pemberiannya melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), sebesar Rp3,4 triliun.
Penyertaan PMN itu juga sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 [perubahan atas Perpres 107/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung].
Ada juga sejumlah poin utama di dalam revisi beleid tersebut.
Terutama soal Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang kini dapat membiayai proyek KCJB.
Hal yang jelas bertentangan dengan aturan sebelumnya.
Itulah mengapa akun Twitter dengan 9.937 pengikut, yakni @txtdaribdg_, tertawa dengan berbagai kepastian KCJB yang tak kunjung pasti.
HAHAHAHAHAHA https://t.co/jMNvG6Sj2x pic.twitter.com/Alm04cl7v7
— txtdaribandung (@txtdaribdg_) December 9, 2021