Ngelmu.co – Alhamdulillah, dalam hitungan hari, umat muslim dunia akan kembali berjumpa dengan bulan suci Ramadan.
Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan 1444 Hijriah, bertepatan dengan hari Kamis, 23 Maret 2023.
Sebagaimana tertuang dalam Maklumat PP Muhammadiyah yang terbit pada Senin (6/2/2023) lalu.
Nomor 1/MLM/I.0/E/2023 terkait Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah 1444 H.
Adapun Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Ditjen Bimas Islam Kemenag), akan menggelar Sidang Isbat awal Ramadan pada Rabu (22/3/2023).
Sebagai muslim, wajib hukumnya menjalani ibadah puasa selama Ramadan, dan salah satu rukun dari ibadah ini adalah niat.
Niat sangat fundamental, bagi muslim yang hendak berpuasa.
Para ulama terdahulu juga telah membahas ketentuan niat ini, kemudian terjadi perbedaan pendapat di antara empat mazhab.
Lalu, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, Ustaz Holilur Rohman, mengkaji hal itu berdasarkan kitab al-Fiqh ala Mazahib al-Arba’ah.
Dalam kitab tersebut, Syekh Abdurrahman al-Jaziri, menjelaskan, bahwa ketentuan waktu niat puasa menurut empat mazhab, sebagai berikut:
Niat Puasa Ramadan Mazhab Syafii
Berdasarkan pendapat ulama dari mazhab Syafii, niat puasa wajib dilakukan tiap malam, yakni antara salat Magrib hingga sebelum salat Subuh.
Niat puasa harus takyin [ditentukan], seperti niat, “Saya niat puasa Ramadan besok, atau niat puasa nazar, atau lainnya.”
Niat, tempatnya di hati, tetapi sunah diucapkan dengan lisan.
Adapun niat puasa sunah, boleh dilakukan mulai dari masuknya salat Magrib, hingga masuknya waktu Zuhur.
Dengan syarat, tidak melakukan sesuatu yang membatalkan puasa antara terbitnya fajar [waktu Subuh], sampai masuk waktu Zuhur.
“Bersahur saja tidak bisa dianggap niat, kecuali ketika bersahur, di dalam hatinya terlintas keinginan berpuasa,” kata Ustaz Rohman.
“Seperti ada orang yang bersahur untuk berpuasa, maka dianggap berniat,” jelasnya.
Niat Puasa Ramadan Mazhab Hambali
Ustaz Rohman kemudian menyampaikan, secara umum, pendapat mazhab Hambali sama seperti mazhab Syafii; walaupun ada beberapa perbedaan.
Berdasarkan pandangan mazhab ini, ketentuan waktu niat puasa fardu dilakukan tiap malam, antara waktu Magrib, hingga sebelum terbitnya fajar.
Jika berpuasa sunah, maka niat boleh dilakukan antara masuknya waktu Magrib, hingga seharian; walaupun niatnya dilakukan setelah masuk waktu Zuhur.
Dengan syarat, tidak melakukan apa pun yang membatalkan puasa.
“Niat harus ditentukan jenis puasanya, seperti puasa Ramadan atau puasa lainnya,” ujar Ustaz Rohman.
“Sedangkan ke-fardu-an puasanya, tidak harus ditentukan. Niat puasa fardu atau sunah, wajib dilakukan tiap malam,” jelasnya.
Niat Puasa Ramadan Mazhab Hanafi
Dalam pandangan mazhab Hanafi, niat puasa harus dilakukan tiap hari, antara masuknya waktu Magrib, hingga sebelum separuh siang [nisf al-nahar].
Menurut aturan fikih, yang dimaksud dengan siang adalah sejak munculnya sinar dari ufuk timur ketika terbitnya fajar, hingga terbenamnya matahari.
Jika waktu siang ini dibagi dua, maka ada waktu separuh siang pertama, dan juga separuh siang kedua.
Berkaitan dengan niat, maka boleh berniat antara masuknya waktu Magrib, sampai separuh siang pertama [perkiraan hingga waktu Zuhur].
Maka jika ada orang berpuasa, tetapi tidak berniat di malam hari–sampai masuk waktu Subuh–maka ia tetap wajib berniat setelah masuk waktu Subuh, sampai separuh siang.
“Dengan begitu, puasanya tetap sah. Walaupun begitu, lebih baik berniat di malam hari, dan menentukan jenis puasanya,” tutur Ustaz Rohman.
“Orang bersahur dianggap berniat, kecuali ketika bersahur ia berkeinginan untuk tidak mau berpuasa,” jelasnya.
Niat Puasa Ramadan Mazhab Maliki
Dalam pandangan mazhab Maliki, niat puasa wajib ditentukan, baik itu fardu Ramadan, nazar, kafarat, atau puasa sunah tertentu.
Soal ketentuan waktu, niat harus dilakukan di malam hari, antara masuknya waktu Magrib, hingga terbitnya fajar.
Niat untuk jenis puasa yang wajib dilakukan secara berturut-turut–seperti puasa Ramadan, puasa kafarat [dua bulan berturut-turut], dan lainnya–cukup berniat sekali saja di awal puasa.
Oleh karena itu, orang yang berpuasa fardu di bulan Ramadan, cukup berniat sekali saja di awal malam pertama saat hendak berpuasa.
Jika puasa berturut-turutnya terhenti, karena beberapa uzur, seperti sakit dan melakukan perjalanan, maka wajib berniat tiap malam.
Jika yang umat sembuh dari sakit, atau perjalanannya sudah selesai, maka ia cukup satu niat untuk sisa puasanya.
“Sedangkan jenis puasa yang tidak wajib berturut-turut, seperti puasa qada Ramadan, maka ia wajib berniat tiap malam,” jelas Ustaz Rohman.
Niat dapat dilakukan secara hukmiyah, yakni yang penting ada keinginan berpuasa, maka sudah dianggap berniat.
Maka jika seseorang bersahur, dan tidak terlintas dalam hati serta pikirannya untuk berpuasa, dan perkiraannya ketika ia ditanya, “Mengapa bersahur?”, jawabannya, “Saya sahur pasti untuk berpuasa”, maka sahurnya sudah dianggap niat.
Demikian pendapat empat mazhab tentang ketentuan niat puasa.
Baca Juga:
Semua pendapat tersebut memiliki dalilnya masing-masing. Namun, Ustaz Rohman, menyarankan, “Jika mau lebih hati-hati, berniat dengan menggunakan mazhab Maliki, yaitu berniat satu bulan penuh di awal malam puasa Ramadan.”
“Dan tetap wajib berniat di tiap malam puasa, sebagaimana pendapat mazhab Syafii, Hambali, dan Hanafi. Wallahu a’lam bis shawab,” tutup Ustaz Rohman.