Ngelmu.co – Jika doa manusia tak segera dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mungkin ada baiknya kita mengingat sosok Nabi Ibrahim Alaihis Salam, yang doanya baru dikabulkan Allah, 3.000 tahun kemudian. Di mana, ia sendiri tak menyaksikan wujud doanya tersebut.
Alkisah, suatu waktu, Nabi Ibrahim mengajak Ismail memperbaiki Ka’bah, yang tiang-tiangnya sudah banyak yang payah. Selesai merenovasi Ka’bah, Ibrahim berdoa:
“Ya Allah, utuslah di antara anak keturunan kami ini, seorang Rasul yang akan membacakan ayat-ayat-Mu, mengajarkan Kitab dan Hikmah, dan menyucikan umatnya.”
Dengan penuh khusyuk, lama sekali doa itu dipanjatkan Ibrahim. Air matanya tumpah. Ia berharap, dari anak keturunan Ismail, kelak ada yang menjadi Nabi-Rasul Allah.
Seiring waktu, anak keturunan Ismail terus berkembang, tapi belum ada tanda-tanda kenabian akan datang.
Hingga kemudian, lahirlah seorang bayi, anak keturunan Ismail, bernama Muhammad ibn Abdillah.
Dialah yang dalam usia 40 tahun, di-angkat menjadi Nabi. Bahkan, ia menjadi Nabi pamungkas; khatam al-nabiyyin wa al-mursalin.
Melalui kisah ini, manusia diajarkan agar bersabar menunggu dikabulkannya sebuah doa.
Mungkin berbulan-bulan, puluhan tahun, ratusan bahkan ribuan tahun, baru doa itu dikabulkan.
Doa Ibrahim, agar dari anak keturunan Ismail ada yang diangkat jadi nabi, baru dikabulkan Allah ribuan tahun setelahnya.
Suatu waktu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya, mengapa kenabian jatuh pada dirinya.
Nabi Shallallahu ‘ Alaihi wa Sallam bersabda:
“Ini karena doanya Nabi Ibrahim, kabar gembira yang dibawa Nabi Isa, dan mimpi indah ibunda Aminah, yang menyaksikan cahaya keluar dari tubuhnya, hingga cahaya itu menyinari jagat raya.”
Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa’ala ali sayyidina Muhammad, kama shallaita ‘ala Sayyidina Ibrahim wa’ala ali sayyidina Ibrahim.
Oleh: KH Abdul Moqsith Ghazali, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU
Baca Juga: Gus Luthfi Tanggapi Mahfud soal Larangan Tiru Sistem Pemerintahan Nabi