Ngelmu.co – Ingkar. Tak sampai 24 jam sejak perjanjian gencatan senjata, Israel, kembali menyerang Palestina.
Pada Jumat (21/5), pasukan zionis melempari granat dan bom gas kepada jemaah yang baru selesai sholat Jumat.
Dengan senjata lengkap, mereka juga mendesak masuk ke Masjid Al-Aqsa.
Beberapa warga Palestina yang sedang sholat Jumat, ditangkap oleh pasukan zionis. Beberapa lainnya bertahan di Masjid Al-Quds.
Meski belum seutuhnya, sudah lebih banyak bagian dunia yang membuka mata atas kekerasan Israel terhadap Palestina.
Namun, upaya banyak pihak menyuarakan keadilan untuk Palestina, cukup menghadapi rintangan.
Pasalnya, beberapa media sosial, membatasi para penggunanya untuk membagikan informasi tentang serangan demi serangan Israel terhadap Palestina.
Bukan hanya itu, tidak sedikit juga media barat yang justru memosisikan Israel, sebagai korban.
Setidaknya demikian yang Ngelmu kutip dari berbagai sumber.
DW News
Deutsche Welle (DW) News, misalnya. Pada 11 Mei lalu, melalui sebuah cuitan, pihaknya membagikan berita berjudul, ‘UN urges Israel to show ‘restraint’ in East Jerusalem [PBB mendesak Israel untuk menunjukkan ‘pengekangan’ di Yerusalem Timur]’.
Apa narasi yang pihaknya tulis pada cuitan tersebut?
“Pejabat kesehatan Palestina di Jalur Gaza mengatakan 20 orang, termasuk sembilan anak-anak, tewas dalam peperangan dengan Israel.”
Sontak, akun @Lowkey0nline, pun bertanya, “Bagaimana [maksudnya] anak-anak perang?”
“Bagaimana anak-anak berperang? Bagaimana Anda [dapat] tidur di malam hari, menulis hal-hal ini, sementara darah mereka masih tumpah di tanah?” kecam @stillawake.
Sky News
Berikutnya adalah Sky News yang membagikan berita berjudul, ‘More than 130 injured as Palestinian worshippers clash with Israeli police at Al-Aqsa mosque [Lebih dari 130 orang terluka saat jemaah Palestina bentrok dengan polisi Israel di masjid Al-Aqsa]’.
Pihaknya menuliskan narasi, “Setidaknya, 136 orang terluka dalam bentrokan antara jemaah Palestina dan polisi Israel, di kompleks Masjid Al-Aqsa.”
Pemilik akun @ebrahimj_, langsung merespons, “Bukan bentrokan ketika satu pihak memiliki senjata, dan yang lain hanya ingin berdoa dengan damai,” tegasnya.
“Demi keuntungan, media hanya menyampaikan pesan yang menguntungkan mereka. Ini tidak dimaksudkan untuk menjadi informatif,” sahut @InventorCa.
The New York Times
Sementara The New York Times, menuliskan berita berjudul, ‘Evictions in Jerusalem Become Focus of Israeli-Palestinian Conflict [Penggusuran di Yerusalem Menjadi Fokus Konflik Israel-Palestina]’.
Tulisan yang juga mendapat kritik keras. Salah satunya Peneliti Senior NIAC [National Iranian American Council] Assal Rad.
Baginya, judul berita di atas, keliru. Maka ia pun mengubahnya dengan, “Pengusiran Paksa di Yerusalem Menjadi Fokus Perjuangan Palestina.”
Rad juga mengoreksi narasi pihak The New York Times.
Dari: The effort to evict six Arab families from a contested neighborhood, has drawn attention to the Israeli effort to remove Palestinians, from parts of East Jerusalem and led to protests [Upaya untuk mengusir enam keluarga Arab dari lingkungan yang diperebutkan, telah menarik perhatian pada upaya Israel untuk mengeluarkan warga Palestina, dari beberapa bagian Yerusalem Timur dan menyebabkan protes].
Menjadi: The effort to ethnically cleanse palestinians from their homes, has drawn attention to the Israeli crime to remove Palestinians, from parts of East Jerusalem and led to protests [Upaya untuk membersihkan etnis Palestina dari rumah mereka, telah menarik perhatian pada kejahatan Israel untuk mengeluarkan warga Palestina, dari beberapa bagian Yerusalem Timur dan menyebabkan protes].
‘Beritakan Apa Adanya!’
Ia pun mengkritik, “Jika Anda tidak menulis kebenaran tentang kejahatan terhadap kemanusiaan, Anda [turut] bersalah di dalamnya.”
Sebab, kata penggusuran pada judul, kata Rad, membuat Palestina, terdengar seperti tidak membayar uang sewa.
“[Padahal] Penduduk asli dipaksa keluar dari rumah mereka, meninggalkan tanah mereka, dianiaya oleh aparat keamanan, dan diancam dengan kekerasan,” tegasnya.
“Sebut saja apa adanya,” cecar Rad.
“Evictions” makes it sound like they didn’t pay their rent. An indigenous population is being forced out of their homes, off their land, brutalized by security forces & threatened with violence. Call it what it is.#Palestine
— Assal Rad (@AssalRad) May 8, 2021
Begitu juga dengan berita berjudul, ‘After Raid on Aqsa Mosque, Rockets From Gaza and Israeli Airstrikes [Setelah Serangan Masjid Al-Aqsa, Roket dari Gaza dan Serangan Udara Israel]’.
The New York Times, dinilai menghilangkan konteks, hingga memosisikan Israel, sebagai satu-satunya korban.
“Breaking News: Militan Gaza menembakkan roket, dan polisi Israel, bertempur dengan pengunjuk rasa Palestina di Yerusalem, dalam puncak kekerasan yang seketika mengkhawatirkan Israel.”
“Ini bukan judul yang buruk. Ini membalik urutan kejadian, sepenuhnya menghilangkan konteks, dan memosisikan Israel, sebagai satu-satunya korban,” maki Mohammad Alsaafin.
Reuters
Media Reuters juga melakukan hal serupa ketika menyebarkan berita berjudul, ‘Palestinians stone Israeli car, which crashes, as Jerusalem seethes [Warga Palestina melempari mobil orang Israel yang terjungkal dengan batu saat Yerusalem memanas]’.
Aleesha Khaliq selaku salah satu penulis The New Arab pun menanggapi. Berikut selengkapnya:
Dalam video, pengendara benar-benar tertangkap sedang mempercepat laju kendaraan ke arah sekelompok warga Palestina.
Di mana seorang pria ditabrak dan terlempar ke beton. Namun, ini adalah cerita yang Anda pilih untuk dijalankan?
Ini cara yang aneh untuk membingkai cerita. Mobil itu dilempari, ia berbalik di tikungan, melaju seperti orang gila, dan memutar rodanya ke dinding tempat seorang pria berdiri.
Tidak harus memiliki surat izin mengemudi untuk mendapatkan analisis yang benar tentang cara mengemudinya.
Saya menontonnya video sebelum menulis tanggapan. Siapa yang membalik di tikungan, memutar roda mereka, dan melaju ke dinding?
Sedangkan bagi @rawpest, “Semua media arus utama, kehilangan kredibilitas mereka sejak beberapa tahun lalu.”
Baca Juga: Fofana Hingga Pogba Kibarkan Bendera Palestina, Pemain Israel Ubah dengan Bendera Negaranya
Sama seperti The New York Times, Reuters juga menunjukkan keberpihakannya terhadap Israel, tidak hanya pada satu judul berita.
Ketika membagikan video berdurasi 1 menit 30 detik, melalui akun Twitter resminya, Reuters, menyebut, “Israeli police, Palestinians clash at Jerusalem’s Al-Aqsa, scores injured [Polisi Israel, bentrokan warga Palestina di Al-Aqsa Yerusalem, puluhan terluka].”
Pihaknya juga menarasikan, “Lebih dari 200 orang terluka dalam bentrokan antara pemuda Palestina dan polisi Israel di Masjid Al-Aqsa, Yerusalem, ketika ketegangan berkobar atas penggusuran warga Palestina dari tanah yang diklaim oleh pemukim Yahudi.”
Assal Rad kembali mengoreksi narasi, “Lebih dari 200 orang terluka, setelah polisi Israel, menyerang warga Palestina di masjid Al-Aqsa, Yerusalem, ketika ketegangan berkobar atas pengusiran paksa terhadap warga Palestina, dari tanah yang dicuri oleh pemukim Yahudi.”
Lebih lanjut, ia berpesan kepada para pewarta, “Para jurnalis yang terhormat, kami tidak bisa terus melakukan ini untuk Anda.”
Ia meminta, agar media-media melaporkan kebenaran, “Berhenti untuk mencoba mengurangi puluhan tahun pemukiman ilegal, pencurian tanah, dan kebrutalan [Israel], sebagai ‘bentrokan’,” tegas Rad.
Dear journalists, we can’t keep doing this for you. Report the truth & stop trying to reduce decades of illegal settlements, land theft & brutality as “clashes” #SaveSheikhJarrah #SavePalestine pic.twitter.com/OMkKOgnhPP
— Assal Rad (@AssalRad) May 9, 2021
VRT
Pendiri A Seat At The Table Youssef Kobo juga menyoroti media Belgia, VRT [Vlaamse Radio-en Televisieomroep].
Sebelumnya, ia mengaku, jika harinya penuh dengan gambar-gambar mengerikan [penghancuran Masjid Al-Aqsa, kekerasan oleh para pemukim ilegal, orang-orang Palestina dianiaya, dipukuli, ditembak, diusir dari rumah mereka, dan ditindas].
Namun, VRT justru mengabarkan bahwa polisi Israel, menembakkan gas air mata, peluru karet, dan granat, setelah lebih dahulu dilempari proyektil oleh Muslim Palestina.
Terwijl mijn tijdlijn overspoeld wordt met weerzinwekkende beelden van de vernieling van de Al Aqsa moskee, geweld door settlers, Palestijnen die worden gebrutaliseerd, afgeranseld en neergeschoten, uit hun huizen worden gezet en onderdrukt.
Het VRT Journaal: pic.twitter.com/GQ7r5iJZOX
— Youssef Kobo (@Youssef_Kobo) May 10, 2021
New York Post
Mengutip akun Instagram @muslim.daily, New York Post, sempat merilis artikel dengan judul, ‘Airstrikes from Hamas militants kill 20 in Israel, including nine Kids [Serangan udara dari militan Hamas, menewaskan 20 orang di Israel, termasuk sembilan anak-anak]’.
Padahal, korban tewas justru akibat serangan Israel ke Palestina.
“Setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk mengubah judul berita [ada slide kedua],” tulis @muslim.daily.
“Namun, mereka memutuskan untuk tidak menyebut 20 orang tewas oleh Israel, termasuk sembilan anak,” sambungnya.
“Mereka, justru kembali membuat Israel, tampak seperti korban. Meskipun gambar yang mereka gunakan adalah pengeboman di Gaza [tetapi mereka tetap membentuk narasi bahwa serangan tersebut adalah ulah Hamas].”
View this post on Instagram
BBC
BBC News juga menjadi sorotan, karena pihaknya dinilai menerapkan standar ganda, setiap kali mengabarkan tentang Israel dan Palestina.
Pernyataan kontroversial ini keluar dari mulut Jane Hill, pada 18 Mei 2021 lalu. Ia mengatakan, “[Tercatat] 212 orang, termasuk 61 anak, meninggal di Gaza.”
Namun, ketika mengabarkan tentang Israel, ia menyatakan, “[Tercatat] 12 orang, termasuk dua orang anak, telah terbunuh di Israel.”
Hill menyebut warga yang tewas di Israel, terbunuh. Sementara korban di Gaza, Palestina, hanya ia sebut, meninggal.
Media Sosial
Pengguna media sosial Twitter, @deemanoodles, menjawab permohonan maaf pihak Instagram yang menyebut penghapusan unggahan terkait Sheikh Jarrah, sebagai ‘kesalahan teknis’.
Wanita yang tegas menyatakan bahwa tidak ada negara bernama Israel itu mengunggah sebuah gambar.
Di mana isinya adalah keterangan tentang bos Instagram, Adam Mosseri.
Pria 38 tahun itu adalah pengusaha Amerika-Israel yang sebelumnya menjabat sebagai eksekutif di perusahaan layanan jejaring sosial, Facebook.
“Sangat masuk akal, mengapa Facebook pun Instagram, menyensor unggahan terkait penindasan terhadap Palestina,” sahut @AbuIncognito.
Definetly makes sense why FB / IG Censor posts related to the oppression against Palestinians. pic.twitter.com/RCnpnyKmy6
— Aswad (@AbuIncognito) May 12, 2021