Ngelmu.co – Beberapa tokoh asing, yakni peneliti hingga wartawan internasional, menyebut Pilpres Amerika Serikat (AS) 2020–Donald Trump dan Joe Biden–mirip dengan Pilpres Indonesia 2019–Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Seperti penilaian Kepala Biro Washington untuk ABC Australia, David Lipson.
“Merasa seperti politik Indonesia, sekarang,” cuitnya, pada akun Twitter, @davidlipson, Rabu (4/11).
Cuitan yang mendapat ribuan retweet dan likes itu pun mendapat beragam respons.
Salah satunya dari pengajar senior di College of Asia and the Pacific, The Australian National University, Ross Tapsell.
Ia, menyebut bahwa situasi saat ini belum terlalu mirip dengan Indonesia.
“Benar. Tapi itu bukan politik Indonesia yang sebenarnya, kecuali Trump, akhirnya menjadi Menteri Pertahanan Biden,” kata Taspell.
Absolutely. But it’s not truly Indonesian politics unless Trump ends up Biden’s Secretary of Defense https://t.co/cVVTEtQCQ9
— Ross Tapsell (@RossTapsell) November 4, 2020
Tapsell, terlibat dalam Indonesia Project di ANU, dan situs berita–analisis–New Mandala, sekaligus dewan redaktur jurnal Asiascape, Digital Asia.
Terlepas dari sindiran dua tokoh tadi, Presiden AS, Donald Trump, juga sempat mengklaim bahwa ia, telah memenangkan Pilpres, meski penghitungan suara, belum selesai.
Trump, juga mengaku akan ke Mahkamah Agung, untuk meminta penghentian penghitungan surat suara via pos.
Tanpa dasar, Trump, mengklaim telah terjadi penipuan, “Ini penipuan terhadap publik Amerika.”
“Ini memalukan negara kita,” sambung Trump, dalam pidatonya di Gedung Putih, mengutip AFP, Rabu (4/11).
hey trump,if u wanna win try using our KPU (Indonesian election Comission) the count can be…200+1=2001.
your winning granted at midnight,only.— RimaMaulidina (@Rima_Maulid1na) November 4, 2020
Baca Juga: Biden Butuh 6 Electoral Votes Lagi untuk Menang, Trump Minta Penghitungan Suara Dihentikan
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, pun ikut bersuara.
Ia, mengatakan kondisi Pilpres AS, dengan Pilpres Indonesia 2019, memang memiliki kesamaan.
“Persaingannya habis-habisan. Hinga titik darah penghabisan,” kata Ujang, mengutip Kompas, Kamis (5/11).
“Sehingga (saat itu) Prabowo, mengklaim kemenangan. Walaupun kalah. Ini sepertinya mirip di AS, saat ini,” imbuhnya.
Polarisasi AS, menurut Ujang, juga sama dengan Indonesia, tahun 2019 lalu.
Ia, menilai kemungkinannya karena kedua negara sama-sama menganut sistem demokrasi.
“Dan demokrasi di Indonesia, ‘kan banyak merujuk ke AS,” tutur Ujang.
“Demokrasi memang menghasilkan persaingan kontestasi terbuka dan ketat,” sambungnya.
“Dan persaingan dalam kontestasi politik tersebut, bisa mengarah ke polarisasi dan konflik,” lanjutnya lagi.
Tetapi menurut Ujang, demokrasi juga punya jalan keluar, yakni dengan cara konsensus.
“Sekeras apa pun persaingan dan pertarungan dalam Pilpres, ujung dari itu semua adalah bagaimana bisa mengakui kemenangan lawan dengan lapang dada,” pungkasnya.