Ngelmu.co – Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang menetapkan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum, terus menjadi sorotan publik.
Salah satu perhatian, tertuju pada ketidaklaziman yang terjadi pada KLB yang digelar di Hotel The Hill, Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara pada Jumat (5/3/2021) lalu.
Hal tersebut, justru mencerminkan bahwa etika dan moral politik tak lagi diperhatikan. Tak heran, kalau hal ini menjadi perhatian para tokoh dan pakar politik.
Ini Kata Tokoh dan Pakar
Polemik ini turut menjadi perhatian salah satu tokoh politik dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera.
Melalui cuitannya di Twiiter, ia menyebut bahwa peran pemerintah untuk menjaga stabilitas politik di Indonesia cukup penting. Sebab, menurutnya akan sulit untuk melakukan pembangunan tanpa didukung dengan stabilitas politik dan keamanan yang baik.
“Peran pemerintah menjaga stabilitas politik di Indonesia. Karena akan sulit melakukan pembangunan secara memadai jika tidak didukung stabilitas politik & keamanan yang baik. Kompetisi antar parpol-parpol mesti dikelola dengan matang. Kader diberikan hak otonom agar output dalam kontestasinya juga bagus.”
Selain Mardani, Pendiri Saiful Mujani Reseach and Consulting (SMRC) Saiful Mujani, turut angkat suara terkait KLB Demokrat.
Menurutnya, keterkaitan lingkaran pemerintah dalam pengambilalihan pimpinan partai politik adalah kemunduran bagi Indonesia.
Sebab, pada masa Orde Baru saja, yang sangat kental dengan otoriternya, tidak pernah ada catatan pemerintah ikut campur dalam mengambil alih kekuasaan partai politik.
“Zaman Orba saja yang otoriter, pengambilalihan kekuasaan lewat KLB oleh kader partai sendiri. Kasus PDI (Partai Demokrasi Indonesia) misalnya,” ujar Saiful.
Namun, di era saat ini, yang disebut-sebut sebagai era demokrasi, justru orang-orang pemerintah sangat aktif dalam mengambil alih kekuasaan parpol. Bukan menjalankan tugasnya untuk melindungi eksistensi parpol.
“Di era demokrasi sekarang, Demokrat justru diambil alih oleh pejabat negara yang mestinya melindungi semua partai. Ironi luas biasa,” demikian kata Saiful Mujani.
Kritikan lain juga datang dari pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro. Ia menilai, bahwa ditetapkannya Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam KLB tidaklah etis.
Terlebih, Moeldoko merupakan Kepala Staf Presiden yang notabene pejabat tinggi negara di lingkungan Istana Kepreseidenan.
“Ini dilarang keras. Tidak perlu belajar untuk jadi sarjana politik, yang seperti itu sudah tidak etis, jangan dilakukan,” ujar Siti dalam sebuah diskusi virtual, Sabtu (6/3/2021).
Siti juga menyebut, KLB Demokrat tergolong tidak lazim. Karena tidak mengikuti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
Masyarakat yang Sudah Jemu
Menurutnya, masyarakat kini sudah mulai jemu dengan masalah di kalangan elite seperti yang terjadi di Partai Demokrat dan melibatkan pejabat tinggi negara. Terlebih, pandemi yang melanda Indonesia memukul perkonomian masyarakat dari berbagai lapisan.
“Sebagian besar masyarakat berjibaku bagaimana menanggulangi dampak-dampak dahsyat dari Covid-19. Sementara elite bersaing luar biasa, berpikir hanya untuk 2024,” kata Siti.
“Jadi karena syahwat politik yang tak terkendali seperti ini lalu dimuntahkan dalam sebuah atraksi yang sangat amat tidak menarik, membebani masyarakat dan menguras energi perhatian masyarakat. Publik sudah jengah dengan masalah-masalah seperti ini,” kata Siti menambahkan.
Untuk sama-sama kita ketahui, kisruh Partai Demokrat mencapai titik puncak ketika sejumlah kadar yang telah diberhentikan menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) pada Jumat (5/3/2021) lalu.
Melalui kongres tersebut, KSP Moeldooko ditetapkan sebagai Ketua Umum. KLB juga mencabut surat pemecatan kader yang sebelumnya dikeluarkan DPP Demokrat.
Baca Juga: Soal KLB, Ini Kata Mahfud MD
Kini nasib Partai Demokrat berada di tangan Kemenkumham. DPP Demokrat meminta Kemenkumham untuk tidak mengakui kepengurusan hasil KLB di Deli Serdang.
Ketua Umum Demokrat Hasil Kongres 2020 Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan KLB di Deli Serdang ilegal dan inkonstitusional lantaran tak sesuai dengan AD/ART.