Ngelmu.co – Cekcok koasisten [dokter muda] berinisial F dengan Maya dan Burhanuddin–pengunjung RSUD Dr Pirngadi–di Medan, Sumatra Utara, berujung laporan polisi.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI dr Azhar Jaya pun menanggapi kasus ini.
Di luar pelayanan kesehatan, menurutnya, pemerintah tidak bisa ikut memberikan perlindungan hukum.
“Iya, kalau menurut saya, itu sudah di luar pekerjaan intinya, kita enggak bisa lantas men-judge dia melanggar etika.”
“Karena itu sudah benar-benar personal di luar fungsi pekerjaan ini,” jelas Azhar di Menara Bank Mega, Rabu (12/4/2023).
Beda dengan kasus ancaman dan kekerasan yang mungkin diterima nakes saat berpraktik.
Jika demikian, Azhar memastikan perlindungan hukum bakal diberikan, bahkan pada mahasiswa koasisten atau yang sedang menjalani pendidikan.
“Pelayanan pasien itu masuk ranah kami, tentu saja itu ada tuh, gitu, ya, di istilahnya, di RUU yang terbaru ini.”
“Pemerintah menambahkan Pasal 282 b, kalau nakes mendapatkan kekerasan atau ancaman fisik, maka bisa menghentikan itu.”
“Salah satunya, tenaga peserta didik yang sedang menjalani, kalau dia, apa istilahnya, mendapat bantuan hukum, kalau terjadi kasus,” kata Azhar.
“Itu untuk terkait pelayanan pasien, kalau di luar itu, susah juga,” sambungnya.
Azhar kemudian mencontohkan, jika ada kasus tabrak mobil yang melibatkan seorang dokter dan pasien; dalam perjalanan praktik.
Terlepas dari profesinya, proses hukum dan tanggung jawab, tentu perlu diberikan.
“Jadi, ya, mohon maaf, misalnya ini, saya pakai jas dokter, kemudian bawa mobil, terus tiba-tiba mobil saya menabrak mobil pasien ketika mundur, ini ‘kan enggak ada sangkut pautnya dengan layanan kesehatan dia,” tutur Azhar.
“Tetap harus ganti dong? Kira-kira, begitulah. Saya tidak bisa berkomentar terlalu jauh.”
“Intinya, sepanjang itu ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan pasien, maka kami akan memberikan pelayanan perlindungan, sepanjang, sesuai dengan prosedur,” pungkas Azhar.