Ngelmu.co – Ekonom Senior, Faisal Basri, mengkritik kebijakan pemerintah terhadap sektor pertanian, sejak adanya wabah virus Corona. Ungkapan ini ia sampaikan melalui tulisan berjudul, ‘Apakah Petani Tidak Pantas Dibantu?’.
Pasalnya, kata Faisal, pada triwulan I tahun 2020, subsektor tanaman pangan, mengalami kontraksi paling parah, yakni 10,3 persen, setelah subsektor transportasi udara, 13,3 persen.
“Ditinjau dari peranannya terhadap produk domestik bruto (PDB), subsektor tanaman pangan lebih besar ketimbang subsektor transportasi udara, masing-masing 2,82 persen dan 1,63 persen pada tahun 2019,” bebernya.
Dikutip Ngelmu, dari faisalbasri.com, Rabu (3/6), ia membandingkan, kebijakan pemerintah terhadap transportasi, dengan apa yang diperoleh petani.
Menurutnya, perlakuan pemerintah terhadap transportasi udara, misalnya, sangat besar sejak awal pandemi COVID-19.
“Antara lain dengan memberikan rabat jumbo untuk tarif pesawat, hingga kucuran dana Rp8,5 triliun untuk PT Garuda Indonesia (Tbk) berupa Dana Talangan Investasi,” kata Faisal.
“Tapi apa yang diperoleh petani tanaman pangan yang sangat terpuruk? Tidak ada sama sekali,” sambungnya mengkritik.
Lebih lanjut Faisal mengatakan, karena rakyat harus tetap makan meski produksi merosot, maka impor pangan menunjukkan peningkatan, hingga defisit perdagangan pangan terus melonjak.
“Bukan hanya pangan yang defisit, untuk produk manufaktur pun Indonesia mengalami defisit, lebih besar impor ketimbang ekspor,” ujarnya.
“Migas juga demikian, untuk jasa, kita selalu defisit, terbesar adalah jasa transportasi laut,” imbuh Faisal.
Ia pun mempertanyakan, dari mana Indonesia, bisa membiayai triple deficits itu.
“Ya, dari mana lagi kalau bukan dengan menguras kekayaan alam atau komoditas primer. Petik, jual; tebang, jual; keruk, jual,” kritiknya lagi.
“Sungguh, kebijakan pemerintah dalam menangani pandemik COVID-19, sangat bias kota,” pungkas Faisal.
Baca Juga: Antisipasi Kesulitan Impor Beras Imbas COVID-19, Bulog Siapkan Sagu
Diketahui sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi), menegaskan petani tetap harus menjalankan produksi, meski adanya pandemi.
Tetapi proses bertanamnya, juga harus tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan Corona.
Demi mendukung produksi itu, pemerintah, sebenarnya sudah berjanji memberikan insentif senilai Rp600 ribu, kepada petani miskin di tengah pandemi.
Insentif diberikan, agar petani bisa tetap menanam di periode tanam berikutnya.
Sebagaimana disampaikan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Ia menyatakan, BLT itu terdiri dari Rp300 ribu berupa bantuan langsung tunai (BLT), sementara Rp300 ribu lagi, berupa sarana-prasarana.
Namun, Airlangga belum merinci mekanisme pemberian insentif tersebut.
Sebagai informasi, saat ini tercatat 2,44 juta petani, yang masuk dalam kategori miskin.
Di sisi lain, dalam rapat terbatas, Kamis (28/5) lalu, Jokowi, menyatakan jika pemerintah menggelontorkan dana Rp34 triliun, untuk subsidi bunga kredit, kepada:
- Pelaku UMKM,
- Petani, dan
- Nelayan.
Kebijakan itu diputuskan, guna menghadapi tekanan ekonomi yang diakibatkan oleh penyebaran COVID-19.
Jokowi, berharap dana itu, dapat membantu petani memperoleh kredit murah, yang dibutuhkan untuk produksi pertanian mereka.