Ngelmu.co – Alami penurunan laba sebesar 33 persen pada 2019 lalu, membuat HSBC, memutuskan untuk merombak bisnis perusahaan. Salah satu langkah yang diambil adalah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), terhadap 35.000 karyawannya, dalam tiga tahun ke depan.
Dilansir CNN, Selasa (18/2), dari target yang ada, saat ini jumlah karyawan yang di-PHK, sudah mencapai 15 persen.
Tepatnya, pada Agustus 2019, HSBC sudah memangkas 4.700 pegawainya, yang sebagian besar merupakan pekerja senior.
Bisnis HSBC merosot karena berbagai sebab, yakni:
- Penurunan suku bunga,
- Pemberian pinjaman yang tak menguntungkan,
- Demo berkelanjutan di Hong Kong, hingga
- Penyebaran virus Corona dari Wuhan, Hubei, Cina.
Khusus penyebaran virus Corona, dinilai cukup mengganggu karyawan, supplier, hingga nasabah mereka yang berada di Cina dan Hong Kong.
Itulah yang akhirnya turut memengaruhi kinerja perusahaan.
Baca Juga: Badai PHK… Dari Indosat Hingga Pabrik-Pabrik di Daerah
Lebih lanjut, selain memangkas jumlah karyawan, HSBC juga berencana memotong US$100 miliar aset yang mereka miliki, pada akhir 2022 mendatang.
Keputusan perusahaan ini menjadi harapan, bisa mengurangi kerugian hingga US$4,5 miliar.
Rencana perombakan bisnis global, juga akan dilakukan dengan mengurangi cabang perusahaan, terutama di negara-negara yang tak memberikan keuntungan, seperti Eropa dan AS.
Laba sebelum pajak HSBC di AS, turun, dari US$20 miliar di 2018, menjadi US$ 13,3 miliar di 2019.
Kerugian tersebut membuat HSBC memutuskan untuk menutup sepertiga cabangnya di AS.
“Sekitar 30 persen dari modal kami saat ini di-alokasikan untuk bisnis yang memberikan laba di bawah biaya ekuitas mereka,” kata CEO sementara HSBC, Noel Quinn, Selasa (18/2).
“Sebagian besar di perbankan dan pasar global di Eropa dan AS,” sambungnya.
Quinn menyebut, perusahaan akan lebih fokus pada pasar perbankan di negara-negara berkembang, di Asia dan Timur Tengah.
Sementara berbicara soal pemberian pinjaman yang menguntungkan, ia mengatakan, sebagian besarnya berasal dari Asia.
“Karena itu kami merombak rencana bisnis demi meningkatkan biaya ekuitas, menciptakan kapasitas untuk investasi di masa depan, dan membangun platform untuk pertumbuhan berkelanjutan,” pungkas Quinn.