Ngelmu.co – Dugaan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju, terlibat bisnis tes Polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19, berlanjut.
Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), resmi melaporkan mereka ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (4/11), siang ini.
Wakil Ketua Umum Prima Alif Kamal, mengatakan, pelaporan tersebut sejalan dengan program prioritas partainya.
“Mendorong adanya pemerintahan yang bersih, dan antioligarki.”
Prima, juga tegas menolak penyalahgunaan kekuasaan oleh para pejabat negara, demi kepentingan pribadi pun bisnis yang mereka punya.
Apalagi, para pejabat publik menyalahgunakan saat masyarakat tengah menghadapi situasi sulit; pandemi Covid-19.
“Pertama, kita sedang resah terhadap situasi sekarang, ketika masyarakat mau melakukan apa-apa, harus PCR.”
“Daripada menjadi bola liar, lebih baik kita laporkan ke KPK, karena mereka punya kewenangan untuk menyelidiki dugaan tersebut.”
Demikian jelas Alif, mengutip CNN Indonesia, Rabu (3/11) malam.
Prima juga akan menyerahkan bukti-bukti dari dugaan keterlibatan sejumlah menteri, dalam bisnis pengadaan tes PCR ini.
“Bukti-bukti yang akan dibawa nanti, pemberitaan sejumlah media. Besok [re: hari ini], jam 11.00 [WIB], kita ke KPK,” beber Alif.
Surat Tanda Terima Laporan
DPP Prima telah mendapat surat tanda terima laporan dari KPK.
Pihaknya meminta, agar lembaga antirasuah Indonesia itu mengusut dugaan keterlibatan Luhut dan Erick, dalam bisnis PCR.
“Kami ingin melaporkan desas-desus di luar, ada dugaan beberapa menteri yang terkait dengan bisnis PCR.”
“Terutama kalau yang sudah disebut banyak media itu adalah Menko Marves sama Menteri BUMN, Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir.”
Begitu kata Alif, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/11) siang.
“Karena enggak bisa ketemu humas, jadi kami cuma melaporkan saja,” imbuhnya, tanpa merinci laporan bersifat resmi atau sekadar aduan.
Lebih lanjut soal bukti, Alif mengatakan, ada banyak–beredar di media–yang dapat menjadi data awal bagi KPK untuk mengusut.
“Sebenarnya yang beredar di media itu sudah banyak, investigasi dari Tempo minimal.”
“Ini saya pikir, menjadi data awal bagi KPK, untuk bisa mengungkap ini.”
“Panggil saja itu Luhut, panggil saja itu Erick, agar kemudian KPK, clear, menjelaskan kepada publik bahwa yang terjadi seperti ini,” kata Alif.
Nanti, sambungnya, KPK dapat menjelaskan bukti-bukti tersebut.
“Kami sudah menyampaikan tadi, lewat laporan kami,” lanjut Alif, menjawab tanya lebih jauh terkait bukti tambahan.
Alif juga mendasarkan dugaan kerugian negara akibat bisnis PCR itu, berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW).
Sebelumnya, mantan Direktur YLBHI Agustinus Edy Kristianto, menyebut sejumlah nama menteri pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), terlibat bisnis tes PCR.
Menurutnya, para menteri tersebut terafiliasi dengan penyedia jasa tes Covid-19, yakni PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Edy juga menduga, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, terlibat.
Melalui PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra; anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA).
Luhut bukan satu-satunya, karena ada juga nama Menteri BUMN Erick Thohir.
Edy mengaitkannya dengan Yayasan Adaro Bangun Negeri–berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO)–perusahaan yang dipimpin oleh Boy Thohir [saudara Erick].
Bantahan
Namun, baik juru bicara Menko Luhut (Jodi Mahardi) pun staf khusus Menteri BUMN Erick (Arya Sinulingga), membantah.
Jodi bilang, GSI adalah bentuk solidaritas sosial yang membantu menyediakan tes Covid-19 dalam jumlah besar.
Sejak berdiri pada April 2020, kata Jodi, GSI tidak pernah membagi keuntungan kepada pemegang saham.
“Partisipasi Pak Luhut untuk membantu penanganan pada awal pandemi,” tutur Jodi.
Sedangkan kehadiran Luhut di GSI, disebut-sebut lantaran ajakan dari koleganya yang punya saham.
Seperti petinggi PT Adaro Energy dan PT Indika Energy Tbk.
Bagaimana soal dua perusahaan yang diduga terlibat dengan Luhut?
Jodi menyatakan, atasannya tersebut tidak memiliki kontrol lagi, karena saham miliknya di bawah 10 persen.
“Jadi, kami tidak bisa berkomentar soal PT Toba Bumi Energi,” tegasnya.
Menurutnya, Luhut tak ikut mendirikan PT GSI untuk bisnis tes PCR.
Luhut, kata Jodi, hanya mendorong pihak swasta yang hendak membantu penanganan pandemi.
“Tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtra di GSI,” jawabnya.
“Apalagi Pak Luhut sendiri, selama ini juga selalu menyuarakan agar harga tes PCR ini bisa terus diturunkan,” imbuhnya.
“Sehingga menjadi semakin terjangkau, buat masyarakat,” jelas Jodi lagi, melalui pesan singkat, Senin (1/11).
Baca Juga:
Menurutnya, pada awal 2020, ada sejumlah pengusaha yang berniat membantu penanganan pandemi di Tanah Air.
Para pengusaha itu, kemudian mengajak Luhut mendirikan PT GSI. Fokusnya adalah untuk melayani tes Covid-19.
GSI pun berdiri, sebagai solusi atas sulitnya tes Covid-19 di awal wabah Corona.
Sejumlah pengusaha besar, kata Jodi, patungan untuk mendirikan PT GSI, yang kantor pertama juga merupakan sumbangan salah seorang dari mereka.
“Sesuai namanya, GSI ini Genomik Solidaritas Indonesia, memang ini adalah kewirausahaan sosial,” klaimnya.
Jodi juga meluruskan, tentang alasan pemerintah mewajibkan tes PCR dalam perjalanan.
Aturan tersebut, menurutnya, dibuat guna mencegah lonjakan kasus Covid-19 di tengah peningkatan mobilitas masyarakat.
“Perlu disadari, bahwa kebijakan test PCR untuk pesawat ini memang diberlakukan untuk mengantisipasi Nataru [Natal dan tahun baru], ya,” kata Jodi.
“Data dari kami menunjukkan, tingkat mobilitas di Bali, misalnya, sudah sama dengan Nataru tahun lalu,” tutupnya.
Arya juga membantah tudingan Erick, ‘bermain’ dalam bisnis PCR.
Sebab, PT GSI, hanya melakukan 700 ribu tes, sehingga tidak signifikan dengan perbandingan keseluruhan pengetesan.
“Jadi, kalau dikatakan bermain, ‘kan lucu, ya… 2,5 persen, gitu,” kata Arya, Selasa (2/11).
“Kalau mencapai 30 persen, 50 persen, itu oke lah, bisa dikatakan bahwa GSI ini ada bermain-main, tapi hanya 2,5 persen,” jelasnya.
Ngabalin Membela
Di sisi lain, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin, juga membela Luhut dan Erick.
Ia mengeklaim, dugaan tersebut keliru, alias fitnah.
“Saya sudah konfirmasi ke Pak Luhut dan Pak Erick. Tidak benar, dan fitnah dari orang yang iri kepada beliau berdua.”
Demikian pernyataan Ngabalin, melalui akun Twitter pribadinya, @AliNgabalinNew, Rabu (3/11) kemarin.
Lebih lanjut, ia berpendapat, kedua rekan pejabatnya itu tidak punya niat mencari untung dalam pandemi Covid-19.
“Pak Luhut sudah selesai dengan urusan dirinya. Waktu, pikiran, dan tenaga, serta pengalaman beliau persembahkan kepada bangsa dan negara,” kata Ngabalin.
“Dengan pengabdian beliau atas amanah dan kepercayaan negara kepada LBP,” pungkasnya.