Ngelmu.co – Dunia tengah membicarakan laporan yang mengungkap adanya ribuan pedofil di Gereja Katolik Prancis.
Pada Ahad (3/10) lalu, ketua komisi yang menyelidiki kejahatan anak di Gereja, yakni Jean-Marc Sauvé, buka suara.
“Sedikitnya, ada sekitar 2.900-3.200 pedofil pria [dua per tiganya merupakan Imam Diosesan] dalam Gereja Katolik, di Prancis, sejak 1950,” tuturnya.
Data tersebut berdasarkan sensus dan pemeriksaan arsip Gereja, peradilan, polisi peradilan, pers, serta kesaksian yang diterima oleh pihaknya.
Perkiraan angka di atas merupakan bagian dari total pastor atau pejabat agama secara keseluruhan, yang mencapai 115.000.
Bekerja selama 2,5 tahun, Komisi Independen untuk Pelecehan Seksual di Gereja (Ciase), membuat kesimpulan.
Tercantum dalam laporan–termasuk lampiran–yang mencakup 2.500 halaman, pada Selasa (5/10).
Laporan tersebut juga akan memberi inventarisasi kuantitatif dari fenomena kelam ini. Khususnya jumlah korban.
Sekaligus membandingkan prevalensi kekerasan seksual di Gereja, dari identifikasi institusi lain.
Baik institusi asosiasi olahraga, sekolah, dan lain-lain, serta di lingkungan keluarga.
Komisi tersebut juga akan menilai mekanisme, terutama kelembagaan dan budaya, yang mungkin mendukung kejahatan anak.
Termasuk akan membuat daftar 45 proposal untuk memerangi momok ini.
Di sisi lain, ada lebih dari 6.500 korban yang telah melapor kepada komisi.
“Kami berharap, halaman gelap akan berubah, membuka sesuatu yang lebih menyenangkan, lebih pasti,” kata Pastor Philippe Henaff.
Harapannya, laporan Ciase juga dapat mengadvokasi kompensasi bagi korban, serta mencegah kejahatan serupa di masa depan.
“Ini akan menjadi saat yang sulit,” sambung Pastor Philippe Hénaff.
“Kita tidak boleh menggeneralisasi, tetapi kita harus mengutuk mereka yang patut dikutuk,” imbuh seorang umat paroki.
6.500 Korban Beri Kesaksian
Ciase, komisi independen yang menyelidik kasus ini, terdiri dari 22 anggota.
Mereka menelaah kejahatan pada anak di Gereja Katolik Prancis, sejak Februari 2019.
Misinya adalah mengungkap pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, serta orang-orang rentan, sejak 1950.
Mereka ingin mengidentifikasi dan menetapkan fakta, khususnya dari pengakuan para korban.
Pada November 2018, Jean-Marc Sauvé, resmi memimpin komisi independen tersebut.
Setelahnya, ia memilih 22 orang (12 pria, 10 wanita) dari latar belakang berbeda.
Baik dari bidang hukum, medis, psikologis, psikiatri, sosial, pendidikan, perlindungan anak, sejarah, hingga ilmu sosial.
Selama 2,5 tahun, mereka bekerja secara sukarela.
Baca Juga:
- Tabir Pelecehan Anak oleh Biarawan ‘Kelelawar Malam’ Akhirnya Tersingkap
- Ragam Kasus Gereja Katolik: Teranyar, Temuan 215 Kerangka Anak Pribumi
Kesaksian pertama di tahun 2019, bulan Juni. Selama 17 bulan–melalui telepon–sekitar 6.500 korban atau kerabat mereka, mengenalkan diri.
Pada saat yang sama, sekitar 250 audiensi panjang atau wawancara penelitian, berjalan dengan mereka.
Namun, para ahli, saksi-saksi utama, dan berbagai lembaga Gereja, turut bergabung.
“Bagi banyak korban, peran kami adalah memublikasikan kehidupan mereka yang sia-sia, dicegah, terkadang berbicara tentang teman yang bunuh diri.”
Demikian jelas anggota Ciase, hakim Antoine Garapon.
Pada November 2019, komisi meresmikan perjalanan ke 14 kota besar, untuk memublikasikan pendekatan mereka, sekaligus menerima kesaksian.
Mereka juga memperluas investigasi ke luar gereja, dan melengkapi survei besar-besaran oleh Institut Nasional.
Tujuannya adalah Penelitian Kesehatan dan Medis (Inserm) di antara 30.000 orang yang mewakili populasi Prancis.
Demi mengukur pelecehan seksual di Gereja Katolik, dalam konteks yang lebih umum di masyarakat.
Pencarian arsip di Gereja Katolik serta Kementerian Kehakiman dan Dalam Negeri juga dilakukan.
Pihaknya bekerja sama dengan Ecole Pratique des Hautes Etudes.
Pada tahap pertama, Juni 2020, Jean-Marc Sauvé, memberi perkiraan, setidaknya ada 1.500 pelaku, dan tak kurang dari 3.000 korban.
Lalu, pada Maret 2021, kepala penyelidik bilang, bahwa sedikitnya ada 10.000 korban.
Namun, pihaknya kembali menekankan, bahwa angka tersebut merupakan perkiraan.
Pasalnya, mereka yakin, panggilan kesaksian tidak dapat menjangkau semua korban.
Sementara mengenai tipologi korban, kesaksian mengungkap bahwa 50 persen kasus, terjadi pada 1950-1969.
Sedangkan 18 persen kasus di tahun 1970-an, sisanya terjadi pada dekade berikutnya.
Pelaku mayoritas pria, dan lebih dari 87 korban adalah anak-anak di bawah umur.
Di sisi lain, Keuskupan Paris tengah menyiapkan struktur penerimaan bagi pria Gereja yang terlibat kasus kekerasan seksual.
Orang-orang Gereja juga akan mendapat dukungan medis, psikiatris, dan psikologis.
Struktur baru yang spesifik itu menjadi makin penting, setelah beberapa imam terdengar menghabisi nyawa mereka sendiri, karena tersangkut kasus serupa.
Berbagai Laporan Terungkap
Melalui akun Twitter resminya, Gereja Katolik Prancis, menulis doa atas nama para korban. Tepatnya pada 3 Oktober waktu setempat.
“Ya Tuhan, kami memercayakan kepada-Mu, semua yang telah menjadi korban kekerasan dan serangan seksual di Gereja.”
“Kami berdoa, agar kami selalu dapat mengandalkan dukungan dan bantuan-Mu, selama cobaan berat ini.”
Hari ini, mereka juga akan mengadakan doa, bersamaan dengan penerbitan laporan tersebut.
Sejak pemilihannya pada 2013, Paus Fransiskus, telah mengambil berbagai langkah, demi menghapus pelecehan seksual [terhadap anak di bawah umur oleh para imam dan pejabat gereja].
Pada 2019, ia mengeluarkan dekrit penting yang membuat para uskup bertanggung jawab langsung atas pelecehan seksual.
Ia juga mengharuskan para pejabat gereja melaporkan kasus apa pun kepada atasan.
Termasuk mengizinkan siapa pun, mengeluh langsung ke Vatikan, jika mereka perlu.
Tahun ini, ia juga mengeluarkan revisi paling ekstensif terhadap Undang-undang Gereja Katolik, dalam empat dekade.
Bersikeras para uskup mengambil tindakan terhadap pastor atau siapa pun yang melecehkan anak di bawah umur, dan orang dewasa yang rentan.
Pengakuan Korban
Komisi independen telah mengumpulkan ratusan kesaksian dari para korban.
Salah satu yang kuat mengungkap pengalaman pahitnya adalah Theresia.
Ia merupakan korban perkosaan oleh seorang biarawan, saat masih berusia remaja.
“Saya berusia 16 tahun, ketika saya, pertama kali datang ke biara ini,” bebernya.
Ketika tengah berlibur di sana, kebahagiaan justru berubah menjadi mimpi buruk.
“Pelaku menutup pintu. Tangannya bergerak, dan ia berkata kepada saya, ‘Kamu tidak bisa mengatakan apa-apa’,” akuan Theresia.
Pelaku berkata demikian, karena tak ada seorang pun di sana.
“Berulang pelanggaran yang dilakukan. Seorang pria dari Gereja, jelas menyadari tindakannya,” ungkap Theresia yang kini telah berusia 54 tahun.
Ia baru saja memulai hidup barunya, usai terbebas dari beban rahasia yang terlalu berat jika harus selamanya dikubur sendiri.
Catatan, tulisan ini Ngelmu kutip dari enam artikel francetvinfo.fr, di antaranya:
- Il y a eu entre 2 900 et 3 200 pédocriminels au sein de l’Eglise catholique en France depuis 1950, estime un rapport
- Pédophilie: un rapport accablant pour l’Église catholique
- Abus sexuels: un rapport sur les pédocriminels dans l’Église catholique bientôt publié
- Violences sexuelles dans l’Eglise catholique: ce qu’il faut savoir sur le rapport très attendu de la commission Sauvé
- Violences sexuelles au sein de l’Eglise catholique: le diocèse de Paris s’apprête à ouvrir une structure d’accueil pour les prêtres mis en cause
- Pédocriminalité dans l’Eglise: le témoignage bouleversant d’une victime