Ngelmu.co – Lukas Enembe yang merupakan mantan Gubernur Papua, meninggal pada Selasa (26/12/2023).
Selain penyebab kematiannya, pertanyaan yang banyak muncul di tengah masyarakat adalah bagaimana dengan kelanjutan kasus yang bersangkutan?
Seperti diketahui, Lukas merupakan terdakwa kasus suap, gratifikasi, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan meninggalnya Lukas, maka kasus yang bersangkutan pun berakhir.
Namun, KPK juga mengatakan jika negara tetap memiliki hak untuk menuntut ganti rugi.
Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Awalnya, ia berbicara soal proses hukum terhadap Lukas.
“Sepengetahuan saya, dengan meninggalnya tersangka, maka hak menuntut, baik dalam perkara tindak pidana korupsi maupun TPPU, berakhir demi hukum.”
Namun, Johanis juga menjelaskan, jika negara masih mempunyai hak menuntut ganti rugi keuangan negara melalui gugatan perdata.
“Tetapi negara masih mempunyai hak menuntut ganti rugi keuangan negara, melalui proses hukum perdata.”
Dengan cara, KPK harus menyerahkan seluruh berkas Lukas ke jaksa pengacara negara (JPN), agar dapat mengajukan gugatan kerugian negara.
“Dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri,” kata Johanis.
“Untuk melaksanakan hak menuntut kerugian keuangan negara melalui proses gugatan dalam hukum perdata…”
“KPK harus menyerahkan seluruh berkas perkara almarhum Enembe kepada kejaksaan.”
“Agar jaksa pengacara negara (JPN), dapat mengajukan gugatan ganti kerugian keuangan negara melalui pengadilan negeri.”
Sebagai terdakwa kasus suap dan gratifikasi, hukuman Lukas juga diperberat Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.
Dari delapan tahun penjara, menjadi 10 tahun penjara, karena Lukas, terbukti menerima suap dan gratifikasi puluhan miliar rupiah.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa, selama 10 tahun, dengan denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan.”
Demikian bunyi salinan putusan banding, mengutip situs PT Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Saat itu Herri Swantoro yang juga Ketua PT Jakarta, duduk sebagai ketua majelis.
Adapun anggota majelis adalah Pontas Efendi, Sumpeno, Anthon Saragih, dan Hotma Maya Marbun.
Baca juga:
Lukas Enembe divonis bersalah, karena melakukan korupsi secara bersama-sama, dan juga menerima gratifikasi.
“Membebankan uang pengganti Rp47.833.485.350,00 dengan ketentuan, jika terpidana tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang jaksa. Dalam hal tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, dipidana lima tahun,” kata majelis.
Namun, majelis banding mengembalikan aset yang disita di Jalan S Condronegoro, Jayapura Utara, karena pemegang haknya adalah Rijanto Lakka.
“Oleh karena jumlah yang diterima Terdakwa, secara keseluruhan, baik suap maupun gratifikasi, lebih banyak yang dihitung oleh pengadilan tingkat pertama, maka sudah selayaknya akan memengaruhi pidana yang harus dijatuhkan kepada Terdakwa, dan menurut rasa keadilan, sudah selayaknya jika Terdakwa, dijatuhi pidana yang lebih berat,” kata majelis.
Saat itu pengacara Lukas, mengaku tidak terima dengan hal tersebut, maka pihaknya akan mengajukan kasasi.
Adapun mengenai kabar meninggalnya Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, selaku pengacara, mengatakan bahwa jenazah kliennya akan dibawa ke Papua.
“Masih rundingan keluarga, yang pasti beliau akan dibawa [ke] Papua,” kata Petrus, Selasa (26/12/2023).
Saat itu, jenazah Lukas, masih berada di ruang Paviliun Kartika RSPAD, dan tengah persiapan untuk dipindahkan ke rumah duka.
“Kami masih di dalam kamar perawatan, menunggu persiapan untuk dipindahkan ke rumah duka RSPAD untuk disemayamkan,” jelas Petrus.
Ia juga menyampaikan jika Lukas, sebelumnya tengah dirawat di RSPAD, dan didiagnosis gagal ginjal.
“Sudah lama, [sejak] sidang-sidang Oktober, [didiagnosis] gagal ginjal,” kata Petrus.
Dirut RSPAD Budi Sulistya juga membenarkan kabar duka ini, “Benar, [meninggal pada Selasa, 26 Desember 2023] pukul 10.45 WIB.”