Ketika media sosial ramai memberitakan aksi mahasiswa di Jakarta, Jumat pekan lalu, saya coba lacak berita tersebut di dua media online arus utama: detik dan kompas.
Saya mulau dari jam 13.00 an – 17.00 an WIB. Hasilnya betul seperti yang diteriakkan publik. Tidak satupun informasi tersebut ada.
Bahkan, perjuangan mahasiswa kalah dari berita seorang pemuda yang dibisiki mahkluk gaib untuk mencuri di bandara.
Dari sekitar 11 unsur berita, aksi mahasiswa sungguh sangat layak jadi berita. Aktual dekat (proximity), jumlah banyak dan tersebar di berbagai daerah (magnitude) dan sebagainya.
Dari sisi aktualitas, jelas layak karena isu yang diangkat soal kondisi ekonomi dan rupiah yang terpuruk. Dari sisi kedekatan, juga demikian karena aksi terjadi di depan hidung kita. Lalu, dari sisi magnitude jelaa juga pantas jadi berita karena aksi terjadi di berbagai daerah dan dalam jumlah besar.
Inilah yang disebut oleh Elisabeth Noelle Neumann (1973,1980) sebagai Spiral Silence of Theory atau Lingkaran Kebisuan. Menciptakan kebisuan di ruang publik melalui media agar fakta tak tersaji ke masyarakat.
Ini hanya mengkonfirmasi bahwa media arus utama sudah “terbeli”. Alih-alih menyuarakan kebenaran dan kepentingan rakyat, mereka malah jadi corong penguasa.
Kadang dengan cara vulgar, tapi lebih sering dengan framing yang sangat-sangat halus.
Benar kata Sujiwotejo di akun twitternya:
Jangan-jangan Musuh Sejati Kita Bukan Saracen, Tapi Media2 Terhormat yang Lakukan Hoax dengan Framing
Erwyn Kurniawan