Ngelmu.co – Safar ke Masjid Darussalam, Kota Wisata Cibubur, sungguh membuat saya geleng-geleng kepala.
Apa yang selama ini kami lakukan di Maros, ternyata hanya seujung kuku; jika dibanding dengan apa yang dilakukan para takmir Masjid Darussalam ini.
Betapa tidak. Baru masuk saja, kita sudah disambut petugas parkir berpenampilan rapi, bersih, dan tidak pernah berhenti senyum.
Tentu tidak ada kotak infak di situ, karena parkirnya gratis.
Sampai di dalam, kami dipersilakan untuk istirahat di sebuah tempat terbuka, dengan karpet tebal plus colokan buat cas ponsel.
Saya sibuk mencari tulisan di dinding ‘dilarang tidur di karpet’, yang biasanya terdapat banyak di masjid-masjid lain.
Rupanya? Tidak ada.
Waktu baru menunjukkan pukul 11.00, tetapi jemaah sudah mulai memadati masjid.
Ada yang mengaji, berzikir, salat sunah, diskusi, dan berbaring di karpet [saya].
Mirip kondisi saat akan solat Jumat, padahal itu hari Sabtu.
Karpetnya tebal, kaki seakan tenggelam ketika menginjaknya.
Saya juga tidak menemukan pasir atau bau (apak). Asli, wangi yang bikin betah untuk berlama-lama sujud.
Kata pengurusnya, bahwa karpet di masjid ini rutin dirawat dan dibersihkan, untuk menjaga kenyamanan jemaah.
Ditemani seorang pengurus, saya diantar naik ke lantai dua.
Di situ ada kantor yang penataannya enggak kalah dengan kantor sebuah perusahaan.
Ada ruangan ketua takmir, staf admin, keuangan, dan bagian umum.
Saya tertegun… ini masjid atau perusahaan, sih?
Bergeser ke ruangan sebelah, ada perpustakaan masjid. Di situ terdapat banyak buku yang dapat jadi pilihan.
Tempat duduk lesehan yang nyaman, dan lagi-lagi, karpet empuk yang wangi.
Tepat di sebelahnya, terdapat ruang terbuka lagi. Karpet merah tebal terbentang menutup semua lantai ruangan.
Walau di ruang terbuka, kipas anginnya bersih, tanpa ada debu atau kotoran menggumpal pada bilahnya.
Kata pengurus, tiap pekan, mau kotor ataupun tidak, itu tetap dibersihkan, karena sudah menjadi SOP.
Ruang kesukaan saya adalah ruang pertemuan, atau ruang rapat pengurus.
Masya Allah… meja kayu dengan kualitas terbaik, pendingin ruangan, kursi nyaman, dan peralatan elektronik lengkap, ada di situ.
“Bahas persoalan umat harus serius, Mas. Semua harus tuntas dan detail. Nah, ruangan nyaman ini adalah salah satu pendukung dalam setiap pengambilan keputusan untuk umat,” begitu kata pengurusnya.
Kurang keren apa, coba?
Berkeliling ke samping bagian belakang masjid, rupanya ada gedung olahraga multifungsi yang biasa dipakai main futsal, bulu tangkis, tenis meja, atau memanah.
Oleh siapa saja yang ingin memanfaatkannya. Lagi-lagi, gratis! Ampun, deh.
Di luarnya, ada perahu karet dan peralatan kebencanaan lainnya.
Dipakai saat ada bencana oleh tenaga relawan masjid yang selalu sedia.
Saya kemudian menyelutuk, “Gimana kalau bentuk Basarmas [Badan SAR Masjid]? Hehehe.”
“Wah, ide bagus tuh, Mas!” jawabnya.
Nah, tepat di sebelahnya, ada pusat kuliner. Terdapat berbagai gerai yang menawarkan makanan, minuman, dan camilan.
Buat siapa saja yang berkunjung ke masjid.
Pengelolaannya melibatkan UMKM, dan yang menariknya adalah kalau duafa yang mau makan, maka boleh gratis.
Sebab, akan tercatat sebagai tanggungan masjid.
Ajib!
Geser lagi di sebelahnya, ada minimarket. Semua produk yang dijual, dijamin halal, karena memang namanya adalah Halal Mart.
Lalu, tentu saja harganya murah, semurah-murahnya.
Ini masuk badan usaha milik masjid (BUMM).
Semua keuntungannya dikelola, untuk membiayai masjid dan programnya.
Jadi, untuk urusan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf), pengurus tidak menganut paham ‘kenclengan’, yang selalu diedar tiap habis salat, atau dipasang di tengah jalan umum.
Enggak ada.
Sebab, di situ ada Baitul Maal dan unit-unit usaha, yang jadi sumber pendanaan masjid. Semua dikelola dengan baik.
Tercatat, terdapat dokumentasinya, dan tersalurkan sesuai peruntukannya.
Pengurus juga tidak mengadopsi gaya tumpuk-tumpuk saldo buat diumumkan dengan bangga tiap Jumat.
Donasi untuk masjid, disalurkan secepatnya, setepatnya; sesuai dengan akadnya.
Hal yang paling keren adalah masjid ini punya tiga unit ambulans. Melayani 24 jam, untuk siapa saja yang membutuhkan.
Kaya, miskin, muslim, nonmuslim, semua boleh menerima manfaat ambulans ini; selama membutuhkan.
Unitnya juga tidak main-main. Mobil ekslusif yang biasa dipakai buat ngantar rombongan pejabat, oleh masjid ini dijadikan ambulans. Mantap!
Ampun, deh…
Masjid, kok, gini-gini amat pelayanannya untuk umat?
Kami jadi malu. Amal saleh kami kalah jauh, dibanding mereka yang mengurus masjid ini. Total dan profesional.
Bagaimana dengan pengurus masjid kita?
Apa masih sibuk dengan urusan bangun menara, ganti cat, atau berkelahi hanya karena urusan motif keramik?
Oleh: Sastra Darmakusuma
Baca Juga: