Ngelmu.co – Masjid Lautze di kawasan Pecinan, Sawah Besar, Jakarta Pusat, menjadi saksi dari hampir 1.600 warga bersyahadat. Di mana 90 persen di antaranya merupakan keturunan Tionghoa.
Mengutip Republika, dari Januari-September 2020 saja, ada 49 orang yang yakin untuk masuk Islam, dan bersyahadat di masjid tersebut.
Masjid Lautze yang berdiri sejak 1997, telah menjadi tempat bagi para mualaf memperdalam ilmu agama Islam.
Seiring berjalannya waktu, wisatawan pun kerap mengunjungi masjid tersebut.
Agar menarik [khususnya warga sekitar yang mayoritas keturunan Tionghoa], arstiektur bangunan juga sengaja dibuat bergaya Tiongkok, dengan dominasi warna hijau, merah, dan kuning.
Sampai akhirnya Masjid Lautze, berhasil menjadi salah satu destinasi wisata religi, di Jakarta.
“Alhamdullilah, banyak sekali sambutan yang dari saudara-saudara kita dari etnis Tionghoa,” kata Pengurus Masjid, Yusman Iriansyah.
“Yang datang ke sini, ada yang tanya-tanya sebatas tentang Islam, ada juga yang sudah punya niat menjadi mualaf, masuk Islam, sehingga minta dibimbing di Masjid Lautze ini,” imbuhnya.
Keberadaan Masjid Lautze, lanjut Yusman, juga membawa hikmah tersendiri bagi warga sekitar.
“Tadinya tidak begitu terkenal, sekarang menjadi terkenal, bahkan di luar negeri juga terkenal Masjid Lautze,” akuannya.
“Jadi, ya, kami diterima dengan baik, enggak ada istilah penolakan, enggak ada,” sambung Yusman.
Baca Juga: Ingin Sholat dan Puasa, Bocah 9 Tahun Ini Izin ke sang Ibu untuk Jadi Mualaf
Masjid Lautze berlokasi di Jalan Lautze, Nomor 87-89, RT 010/RW 003, Karanganyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Masjid tersebut memang dibangun oleh keturunan Tionghoa.
Semua berawal dari Yayasan Haji Karim Oei yang memang mendirikan masjid.
Tujuannya tak lain untuk menyampaikan Islam, kepada etnis Tionghoa.
Akhirnya, Yayasan Haji Karim Oei pun terbentuk, dan berpusat di kawasan Pecinan.
Melihat perkembangan masjid sangat pesat, pemilik tempat pun menawarkan Yayasan Karim Oei, agar membeli bangunan yang sebelumnya mereka sewa itu.
“Status masih sewa waktu itu, kala itu, pemilik menawarkan gedung supaya dibeli oleh yayasan,” kata Yusman.
Pihak yayasan yang saat itu belum memiliki cukup uang pun berupaya mencari donatur.
Allah mempermudah jalan, lewat kesediaan Presiden ke-3 RI, BJ Habibie yang kala itu menjabat Ketua ICMI [Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia].
“Tahun 1992, waktu itu suruh beli, kita cari donatur untuk beli, karena pengurus belum punya dana untuk membeli,” kenang Yusman.
“Singkat cerita, waktu itu dapat dari Pak BJ Habibie, beliau juga yang meresmikan, tahun 1994,” lanjutnya.
“Beliau membeli gedung ini, membayar gedung ini, dan mewakafkan gedung ini untuk yayasan,” imbuhnya lagi.
Masjid Lautze, sampai detik ini, masih tegak berdiri dengan misi menyebarkan ajaran Muslim di wilayah Pecinan.
“Kita pakai nama Lautze, supaya lebih familiar,” jelas Yusman.
“Sehingga namanya kita juga pakai Masjid Lautze, jadi nyaman, sehingga tidak canggung,” pungkasnya.
Salah satu orang yang belum lama ini bersyahadat di Masjid Lautze adalah Ovan Hendrajad Kurniawan.
“Kenapa [memutuskan untuk mengucap syahadat di Masjid Lautze], karena kebetulan teman ada yang mualaf juga dan merekomendasikan kepada saya,” tutur pria berusia 31 tahun itu.