Ngelmu.co – Lonceng-lonceng gereja, Kota Milan, berdentang. Orang-orang berdiri menyambutnya dari balkon rumah mereka, sepanjang jalan, seraya bertepuk tangan. Mereka, larut dalam kegembiraan yang meluap.
Sambutan Hangat untuk Silvia
Mereka bersuka cita, karena hari itu, pekerja sosial penuh dedikasi, seorang gadis yang masih sangat muda usianya, Silvia Constanza Romano, pulang.
Wanita 25 tahun itu, kembali ke negerinya, setelah Al-Shabab–kelompok bersenjata Somalia–menahannya selama hampir dua tahun.
Penangkapan atas Silvia, terjadi pada sebuah hotel, wilayah desa kecil, daerah Kilifi, kawasan tenggara Kenya.
Petugas, kemudian membawanya ke Somalia.
Berhasilnya Upaya Pembebasan
Melalui proses panjang yang rumit, dengan bantuan agen rahasia Turki dan Somalia, usaha Italia, membebaskan pekerja sosial NGO Africa Melele, akhirnya membuahkan hasil.
Pembebasan Silvia, berlangsung di dekat Mogadishu, ibu kota Somalia.
Ia, selanjutnya terbang ke pangkalan militer Ciampino, dekat Roma.
Menteri Luar Negeri Italia–saat itu–Luigi Di Maio, bersama Perdana Menteri (PM) Giuseppe Conte, langsung menyambut Silvia.
Mereka yang sejak lama menunggu, menyambut kepulangannya dengan gegap gempita.
Poster-poster dan berbagai ungkapan selamat pun pernyataan dukungan, bertebaran dalam beragam bentuk.
Baca Juga: Italia Tegaskan Yerusalem Bukan Ibu Kota Israel
Keluarga Silvia, menunggu langsung di bandara. Kamera-kamera telah siap mengabadikan foto pun video kepulangannya.
Bahkan, berbagai kanal, baik televisi pun media, juga menyiapkan penayangan langsung.
Termasuk stasiun televisi luar negeri, ikut melakukan liputan bersejarah ini.
Putuskan Jadi Mualaf
Liputan tentang kembalinya seorang pahlawan muda bernama Silvia Constanza Romano.
Tidak terkecuali Ruptly milik Rusia, serta berbagai media lainnya, turut menyiarkan.
Gegap gempita itu pecah. Keharuan meledak, ketika pesawat telah mendarat, dan pintunya turun.
Seorang gadis berjilbab hijau lebar, menuruni tangga pesawat. Dari belakang, para pria yang menutup seluruh wajah–kecuali mata–mengawalnya.
Penugasan khusus itu langsung dari pemerintah Italia, guna memastikan keamanan Silvia, hingga kembali ke rumah, dengan selamat.
Gadis itu melangkah dengan penuh percaya diri, menunjukkan kegembiraan, bertemu dengan orang-orang tercinta, se-Tanah Air.
Kebahagiaan begitu nampak. Orang-orang menyambutnya dengan penuh antusias dan rindu.
Sebagian lainnya, mengikuti liputan langsung dengan kegembiraan, dan rasa ingin tahu yang sangat besar.
Euphoria itu makin sempurna, ketika mereka mendengar kabar gembira, bahwa Silvia, telah mengubah namanya menjadi Silvia Aisha.
Meluruskan Narasi Miring
Jilbab lebar berwarna hijau yang ia kenakan, ternyata bukan pakaian yang terpaksa sebatas untuk keamanan.
Tetapi bagian dari pakaian taqwa. Sebuah kabar yang mengguncang dan memancing gelombang rasa ingin tahu kepada Islam.
Masuk Islam-nya, Silvia Aisha, pun memancing reaksi keras dari sayap kanan.
Beberapa pihak, juga mengembangkan narasi, bahwa Silvia, masuk Islam, karena ancaman dari penyandera.
Namun, ia, segera meluruskan narasi liar tersebut.
Kepada PM Giuseppe Conte, Silvia, menyatakan bahwa ia, masuk Islam, setelah membaca Al-Qur’an.
“Saya meminta buku kepada orang-orang yang menawan saya, dan mereka datang dengan kitab suci. Saya membacanya secara tuntas.”
Demikian kata Silvia, kepada pihak berwajib yang melakukan penyelidikan terhadap penculikannya, mengutip Global Village Space.
“Terima Kasih pada Orang-Orang yang Menangkap Saya”
“Ini terjadi secara spontan, dan tidak dipaksa. Dalam waktu beberapa bulan tersebut, saya diberi Al-Qur’an.”
“Terima kasih kepada orang-orang yang menangkap saya. Saya, juga mempelajari bahasa Arab,” jelas Silvia, mengutip Anadolu Agency.
“Mereka menjelaskan alasan serta budaya, pada saya. Proses saya menjadi mualaf, berlangsung perlahan, dalam beberapa bulan terakhir.”
Silvia Aisha, juga menunjukkan sikap respek kepada pihak yang menahannya, karena perlakuan mereka sangat baik dan terhormat.
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim