Ngelmu.co – Azan Subuh memecah keheningan, langit memang masih gelap, tapi suara muadzin seolah meneranginya. Nama Allah di-agung-agungkan, Rasulullah disebut-sebutkan.
Aku masih sibuk mengayun langkah, setengah berlari, supaya bisa tepat waktu sampai di Masjid, sebelum panggilan selesai, menghiasi awal hari dengan yang terbaik.
Tepat saat tahlil terakhir azan, aku memasuki area salat, aku terpana. Di hadapanku, polisi berpakaian lengkap, sudah ada di sana, sepertinya se-dari tadi, masya Allah.
Dia tersenyum kepadaku, wajahnya cerah, badannya tegap, lalu mempersilakan aku untuk ke depan, dan mengerjakan salat sunah dua rakaat sebelum subuh.
Aku masih tak percaya, sebab di belahan negeri lain, aku dengar ada polisi yang ditugaskan khusus untuk memantau masjid, yang disinyalir berkembangnya paham radikal.
Di negeri lain, polisi hanya datang untuk mengambil gambar, untuk laporan, mencatat materi khutbah, atau sekadar hadir untuk mengintimidasi para penyampai pesan Allah.
Tapi tidak di sini, di Subuh-Subuh selanjutnya, aku belajar, bahwa polisi di sini memang ditugaskan di masjid-masjid besar, bukan untuk memata-matai, murni menjaga.
Selepas semua jemaah salat Subuh dan berzikir, barulah dia bergantian salat Subuh bersama kawan jaganya. Masya Allah, polisi salih, begitu aku membatin.
Di negeri lain, mungkin ada polisi ditugaskan, sebab ada yang mencurigai Masjid, sebagai tempat berkembangnya paham radikalisme, tapi di sini, polisinya bahkan menjaga.
Oleh: Ustadz Felix Siauw
Baca Juga: Tanggapan Warganet soal Polri yang Kerahkan Aparat untuk Awasi Masjid