Ngelmu.co – Menerima sisi kekurangan dan kelemahan pasangan. Sebagian orang memahami, untuk merasakan kebahagiaan hidup berumah tangga, harus mendapatkan pasangan yang sempurna.
Pemahaman yang Keliru
Istri yang cantik, seksi, pintar, pandai bergaul, rajin, cekatan, pandai mendidik anak, rajin ibadah, sukses berbisnis, dan sejumlah kriteria ideal lainnya.
Suami yang tampan, macho, kaya, memiliki jabatan yang tinggi, rajin ibadah, memiliki banyak perusahaan multinasional yang sukses, setia, menyayangi keluarga, dan sejumalah kriteria ideal lainnya.
Nyatanya, pemahaman seperti itu tidak tepat. Karena kebahagiaan bisa dirasakan oleh siapapun.
Tidak perlu menjadi sempurna untuk bisa berbahagia. Kita bisa berbahagia bersama keluarga, di tengah berbagai kekurangan dan keterbatasan yang kita miliki.
Pada kalangan keluarga kaya, mereka berbahagia dengan cara dan model sebagai orang kaya. Pada kalangan keluarga yang sederhana, mereka berbahagia dengan cara dan model yang sederhana.
Bahkan pada kalangan keluarga yang masuk kategori ‘kelas bawah’, mereka mampu merayakan kebahagiaan dengan cara dan model yang mereka miliki sendiri.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Ustadz Felix Siauw: Amal yang Tertukar
[/su_box]
Kadang suami dan istri menuntut kesempurnaan pasangan untuk menjadi sosok pribadi yang tanpa cela, tanpa kekurangan, tanpa kelemahan, tanpa kesalahan, tanpa hal yang negatif.
Tuntutan seperti ini sudah pasti mustahil, dan hanya akan menimbulkan kekecewaan berkepanjangan.
Selama suami dan istri masih berjenis manusia, sudah pasti memiliki kelemahan, kekurangan, sisi negatif, dan pasti melakukan kesalahan suatu ketika.
Para suami, ketahuilah bahwa Anda tidak akan pernah bisa menemukan sosok istri yang sempurna.
Bukan hanya istri Anda yang tidak sempurna, istri siapapun, tidak ada yang sempurna.
Para istri, ketahuilah bahwa Anda tidak akan pernah bisa menemukan sosok suami yang sempurna.
Bukan hanya suami Anda yang tidak sempurna, suami siapapun tidak ada yang sempurna.
Menuntut kesempurnaan pasangan merupakan sebuah tuntutan yang mustahil, tidak realistis, dan tidak pada tempatnya.
Ditinjau dari sifat kemanusiaan, tidak ada manusia sempurna di zaman kita ini. Sampai batas usia kemanusiaan yang Allah berikan kepada kita, tidak akan mencapai derajat kesempurnaan.
Tidak ada manusia yang sempurna. Setiap manusia, selalu memiliki kekurangan dan kelemahan.
Sesungguhnya pernikahan yang bahagia bukanlah ketika seorang lelaki sempurna menikah dengan seorang perempuan sempurna.
Semenjak awal pernikahan, seharusnya sudah ada kesadaran yang tertanam dalam diri suami dan istri, bahwa pasangan hidupnya bukanlah manusia sempurna yang terbebas dari kelemahan.
Menerima Sisi Kekurangan dan Kelemahan Pasangan
Para suami hendaknya menyadari, istri yang dinikahi itu hanyalah perempuan biasa, yang memiliki banyak kelemahan dan kekurangan.
Maka, untuk itulah Allah mengutus Anda, guna melengkapi kekurangannya, dan memperbaiki sisi kelemahannya.
Para istri hendaklah menyadari, bahwa suaminya hanyalah laki-laki biasa, yang memiliki banyak kekurangan dan kelemahan.
Maka, untuk itulah Allah mengutus Anda, guna mendampinginya, agar semakin sempurna kebaikannya, dan semakin berkurang kelemahannya.
Anda tidak perlu menjadi sempurna untuk bisa bahagia. Anda juga tidak memerlukan pasangan yang sempurna untuk bisa bahagia.
Terimalah sisi kekurangan dan kelemahan pasangan Anda. Sebab, apa yang Anda perlukan bersama pasangan?
Hanyalah berusaha, selalu berproses untuk menjadi lebih baik. Nikmati semua prosesnya. Di situlah letak kebahagiaan hidup berumah tangga.