Ada saja amunisi untuk bahan kegaduhan netizen. Kebohongan Ratna Sarumpaet kemarin membuat kita tercengang, lalu bertanya-tanya “kok bisa?”, “kok tega?”, “kok nekad?”. Ada yang marah, kecewa, dan ada juga yang menertawai. Lalu ribut.
Yang jelas Ratna Sarumpaet telah melakukan hal yang fatal. Ia terancam diperkarakan, juga tak kan dipercayai lagi. Menjadi blunder karena beberapa hal berikut:
1. Kita tidak terbiasa mendengar kebohongan Ratna.
Akan berbeda bila misalnya ia seorang pejabat, kemudian rajin menebar janji yang tak dipenuhinya. Janji buy back indosat rupanya bohong, janji kabinet ramping tak terbukti, maka mungkin kita akan cuek saja dengan kebohongan yang kemarin. Karena sudah terbiasa.
Tapi yang tumben-tumbenan lah yang menyebabkan kehebohan.
2. Ia tidak punya pendukung yang mendukung kebohongannya.
Ya, Ratna tidak punya fans fanatik ekstrim gelap mata yang selalu membenarkan kebohongannya. Misalnya begini, Ratna bilang ekonomi meroket dan itu bohong. Lalu pendukung Ratna mencoba membuktikan itu dengan kehobongan lain seperti klaim mampu belanja banyak kebutuhan pokok di pasar dengan uang hanya Rp 100.000. Atau Ratna mengklaim telah banyak membangun infrastruktur lalu pendukungnya menyebarkan gambar-gambar hoax jalan tol di Papua dan di mana-mana.
Ratna hanya seorang diri ketika berbohong bahwa telah mengalami penganiayaan. Karena tidak ada fans yang mendukung kebohongannya, fatal lah kesalahan itu.
3. Ia tidak punya perangkat pemerintahan yang mempercantik kebohongannya.
Maksudnya begini. Misalnya Ratna jadi pejabat. Lalu ia bilang kemiskinan telah turun. Kemudian ia memerintahkan Badan Pusat Statistik untuk menurunkan standard kemiskinan sehingga hanya orang yang berpendapataan Rp 11.000 sehari yang dianggap miskin. Nah, dengan begitu, angka kemiskinan bisa dimanipulasi dengan halus.
Ratna tak bisa berbuat begitu sehingga kebohongannya terang benderang dan membuat kecewa publik.
4. Ia bukan media darling
Ratna memang seniman. Tapi ia bukan kesayangan media. Kebohongannya akan dibuka secara gamblang oleh media massa tanpa perlu ditutupi. Akan berbeda bila Ratna adalah media darling. Bila Ratna seorang pejabat lalu berjanji meningkatkan pertumbuhan ekonomi sampai 8%, maka media tak akan mengungkit-ungkit itu bila janjinya tidak terwujud. Hanya yang baik-baik saja tentang Ratna yang diceritakan.
5. Ia bukan bagian dari kelompok pendukung you know who.
Banyak lagi yang suka menyebar hoax. Bahkan tak sekali dua kali. Ada seleb dunia maya, ada fanspage di Facebook, ada web online, tapi mereka semua tergabung dalam kelompok pendukung you know who. Kebohongan mereka cuma menjadi bahan tertawaan sesaat lalu mereka pun aman. Sedangkan Ratna Sarumpaet bukan termasuk kelompok mereka. Maka ia tak kan mendapat perlakuan sebagaimana kelompok itu.
Nah, anda sendiri, kalau tidak terbiasa berbohong, tak punya pendukung atau pun perangkat yang mendukung kebohongan, bukan media darling, bukan pendukung you know who, jangan lah coba-coba berbohong di depan publik. Akan sangat fatal.
Tapi yang jelas penyikapan publik yang marah terhadap kebohongan Ratna Sarumpaet itu positif. Tandanya masih ada masyarakat yang menganggap berbohong, termasuk ingkar janji, itu hina.
Semoga masyarakat kita tidak standard ganda.
Zico Alviandri