Ngelmu.co – Mengenang almarhum Abdul Malik Fadjar, tokoh Muhammadiyah, sekaligus mantan Mendiknas, yang mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan, pukul 19.00 WIB. Ia wafat, pada usia 81 tahun.
“Ketua Badan Pembina Harian Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Abdul Malik Fadjar, berpulang di usia 81 tahun,” demikian dikutip Ngelmu, dari keterangan pers UMM, Senin (7/9) kemarin.
Akun Twitter resmi, @muhammadiyah, juga menyampaikan kabar duka ini.
“Innalillahi wainnailaihi raji’un. Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan duka cita atas wafatnya Prof. H.A. Malik Fadjar, M.Sc.”
“Semoga husnul khatimah, diterima amal ibadah, dan diberikan ketabahan kepada keluarga yang ditinggalkan.”
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, memiliki kesan tersendiri terhadap almarhum; sosok pejuang pendidikan.
Berkat ketekunannya, kata Anwar, almarhum dapat membangun Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), menjadi salah satu universitas swasta terkenal dan diperhitungkan di RI.
“Yang tidak hanya megah dan indah, tapi juga maju dan modern,” tutur Anwar, Senin (7/9).
Sebagian besar pendiri pun pengelola perguruan tinggi di lingkungan Muhammadiyah, banyak yang terinspirasi oleh almarhum.
Anwar mengatakan, “Salah satu pesan beliau yang saya ingat betul ‘Kalau Anda, mau mengurus dan mau memajukan perguruan tinggi Anda, maka tekunilah, dan uruslah secara bersungguh-sungguh.”
“Beliau itu, saya lihat, sangat tidak suka kepada rektor yang senang berjalan-jalan dan tidak betah di kampus,” sambungnya.
Bagi Anwar, keputusan Presiden BJ Habibie, menunjuk Abdul Malik, menjadi Menteri Agama pada 1998-1999, dan Presiden Megawati Soekarnoputri, yang mengangkatnya menjadi Menteri Pendidikan Nasional pada 2001-2004, tak lepas dengan keberhasilan almarhum memajukan universitas yang dipimpin.
Di Muhammadiyah, Abdul Malik, juga berhasil melahirkan kader-kader muda yang tangguh dan handal.
“Prof Dr Muhadjir Effendi yang sekarang Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, adalah salah seorang kader dan anak didiknya,” kata Anwar.
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, sekaligus anggota Komisi X DPR, Zainuddin Maliki, juga mengaku kehilangan.
Di matanya, Abdul Malik, merupakan sosok yang sangat baik, dan memiliki andil besar dalam dunia pendidikan, khususnya dalam membangun UMM.
“Mulai kecil menjadi besar, dan sampai terakhir, beliau masih ikut memberikan sentuhan-sentuhan terhadap Universitas Muhammadiyah Malang.”
“Berkali-kali meraih predikat universitas swasta terbaik. Universitas Muhammadiyah Malang, tidak bisa dilepaskan dari sentuhan Pak Malik Fadjar,” tegas Zainuddin.
Lebih lanjut ia mengatakan, almarhum sebagai sosok yang semangat berbagi ilmu kepada para junior dan kadernya di Muhammadiyah.
Tujuannya, tak lain agar mereka jadi orang yang mandiri dan bekerja keras.
Selain itu, almarhum juga dikenal mempunyai langkah-langkah yang inovatif.
“Itu yang sudah dilakukan untuk membesarkan Universitas Muhammadiyah Malang,” kata Zainuddin.
“Beliau sangat ketat di dalam menjalankan aturan. Jadi kalau ada misalnya larangan untuk membuka kelas jauh, beliau paling keras mengingatkan, jangan sampai.”
“Terutama karena beliau berlatar belakang Muhammadiyah, beliau tidak ingin universitas-universitas Muhammadiyah, tumbuh dengan cara tidak menaati aturan-aturan yang berlaku,” kenang Zainuddin.
Abdul Malik Fadjar, juga semangat untuk menunjukkan bahwa umat Islam adalah umat yang ‘maju’.
Hal ini dibuktikan dengan kemampuannya melahirkan lembaga-lembaga yang tumbuh, serta dibangun di atas landasan profesional, inovatif.
“Lembaga yang bersih, tidak hanya secara fisik, tapi juga bersih secara spiritual,” kata Zainuddin.
“Lembaga-lembaga pendidikan, kesehatan di Muhammadiyah, dibangun dengan akuntabel, tidak ada penyimpangan.”
“Jadi itu manajemennya sangat rasional, sehingga tumbuh menjadi lembaga yang bersih secara fisik dan spiritual.”
“Itu beliau tunjukkan di Universitas Muhammadiyah Malang, yang kampusnya megah, bersih.”
“Kemudian secara sisi akuntabilitasnya, semua proses manajemennya bisa dipertanggungjawabkan,” beber Zainuddin.
Abdul Malik, sempat menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) ad-interim, menggantikan Jusuf Kalla, yang saat itu mencalonkan diri sebagai wakil presiden di Pemilu 2004.
Sementara di luar bidang pemerintahan, Abdul Malik, aktif di Ikatan Cendekiwan Muslim Indonesia (ICMI), dan Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS).
Almarhum, juga dikenal sebagai tokoh bangsa yang sangat peduli dengan dunia pendidikan.
Darah guru, menancap kuat dalam dirinya, terutama sejak ia menjadi guru agama di daerah terpencil, di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada 1959. Tepatnya di Sekolah Rakyat Negeri (SRN) Taliwang.
Perjalanan hidup almarhum, tak pernah lepas dari dunia pengajaran dan pendidikan.
Selama puluhan tahun, ia menjadi guru di Muhammadiyah. Tak sekadar menjadi seorang pendidik, tapi juga berkontribusi besar membangun sekolah-sekolah Muhammadiyah, serta perpustakaan desa di daerah Yogyakarta juga Magelang.
Selamat jalan, Guru. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi w’afu ‘anhu. Insya Allah, husnul khatimah.
Semoga keluarga yang ditinggalkan, dapat menerima dengan sabar dan tawakal. Aamiin allahumma aamiin.