Masuk Akal
Meski sebagian besar mengkritik, ada juga yang menilai kebijakan pembebasan pajak ini masuk akal.
“Kalau lihat penerimaan dari PPnBM yang anjlok, masuk akal sih dibebaskan,” kata @Sastriyana.
“Mungkin malah ndak ada pemasukan dari pajak kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya,” imbuhnya, sembari melampirkan
Kalau lihat penerimaan dari PPn BM yg anjlok masuk akal sih dibebaskan, mungkin malah ndak ada pemasukan dari pajak kapal pesiar, yacht dan sejenisnya. https://t.co/Z5p93IT2vP pic.twitter.com/u6fn4iskdm
— Kom2 (@Sastriyana) July 31, 2021
Tentang Pembebasan PPnBM
Menkeu Sri Mulyani, resmi membebaskan pungutan PPnBM, lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/PMK.03/2021 [tentang Penetapan Jenis Barang Kena Pajak Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah] yang berlaku per 26 Juli 2021.
Di mana, mengutip Detik, pada Pasal III, aturan pengenaan PPnBM, dikecualikan atas impor atau penyerahan dari lima barang, yakni:
- Peluru senjata api dan/atau peluru senjata api lainnya untuk keperluan negara;
- Pesawat udara dengan tenaga penggerak untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga;
- Senjata api dan/atau senjata api lainnya untuk keperluan negara;
- Kapal pesiar, kapal eksekursi, dan/atau kendaraan air semacam itu [terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, dan/atau yacht untuk kepentingan negara atau angkutan umum]; dan
- Yacht untuk usaha pariwisata.
Bagi pesawat udara, senjata api, hingga kapal pesiar, diberikan kepada wajib pajak, tanpa harus memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM.
Pasalnya, barang-barang itu sudah otomatis mendapat fasilitas bebas PPN, sesuai ketentuan berlaku.
Namun, pembebasan pajak atas impor atau penyerahan yacht, tetap perlu SKB PPnBM.
Pembebasan PPnBM juga hanya akan diberikan kepada wajib pajak yang melakukan usaha pariwisata [pemilik SKB PPnBM] untuk setiap kali impor atau penyerahan.
Lebih lanjut, penetapan tarif untuk PPnBM yang bukan kendaraan motor adalah 20 persen, 40 persen, 50 persen, hingga yang terbesar adalah 75 persen.
Penetapan persentase paling besar bagi kelompok kapal pesiar mewah yang penggunaannya bukan untuk keperluan negara atau angkutan umum.