Ngelmu.co – Dalam Al-Qur’an, surah Al-Baqarah, pembahasan tentang haji diletakkan setelah penjelasan mengenai ibadah pada bulan suci Ramadan, yaitu ayat ke-183 hingga 187.
Pada celah-celahnya, terdapat ayat yang berbicara perihal harta.
Al-Baqarah ayat ke-188, mengingatkan kaum beriman, agar jangan sekali-kali memakan harta dengan cara yang haram.
Adapun ayat ke-189 di surah itu, berbunyi:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji”.
Susunan ayat-ayat tersebut menunjukkan, betapa dalam Al-Qur’an, mengurutkan ibadah-ibadah satu irama, sesuai dengan urutan bulan.
Seperti diketahui, pasca-Ramadan, umat Islam, langsung menyambut datangnya bulan-bulan haji, yaitu Syawal, Dzulqadah, dan Dzulhijjah.
Ketiga bulan haji tersebut dijelaskan dalam firman-Nya, Al-Baqarah ayat 197:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ
Artinya: Musim haji itu berlangsung pada bulan-bulan tertentu.
Maka itu pelaksanaan umrah pada bulan Syawal dan Dzulqadah, otomatis disebut sebagai umrah haji.
Dari rangkaian yang indah itu, dapat dipahami bahwa selama Ramadan, hamba-hamba Allah, telah mempersiapkan diri.
Caranya, antara lain, dengan memperbanyak ibadah, dan mengendalikan hawa nafsu.
Hal itu dilakukan supaya jiwa dan raga mereka menjadi lebih kuat.
Sebab, setelah Ramadan, mereka akan melaksanakan ibadah haji yang menuntut kekuatan fisik.
Kembali ke ihwal susunan ayat-ayat di atas.
Ayat ke-188 tentang bahaya harta haram, disisipkan untuk menggambarkan bahwa inti ibadah puasa adalah mengendalikan nafsu.
Jangan sampai jatuh pada yang haram.
Seperti diketahui bersama, pelaksanaan ibadah haji membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Maka dari itu, jangan sekali-kali ada harta haram yang dipakai dalam perjalanan nan suci ini.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda:
“Innallaaha thayyibun, laa yaqbalu illaa thayyiban.”
Artinya: Allah Maha Baik, dan Dia tidak mau menerima, kecuali yang baik.
Baca juga:
Ibadah haji yang dilakukan dengan menggunakan harta haram, dipastikan akan ditolak oleh Allah Ta’ala.
Jangan pernah juga melupakan, tujuan utama haji adalah menggapai level mabrur.
“Dan haji mabrur, tidak ada balasannya, kecuali surga,” begitu sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Bila ibadah Ramadan, banyak dihubungkan dengan pencucian dosa, “ghufira lahu maa taqaddama min dzanbihi.”
Maka ibadah haji adalah perjuangan untuk pengguguran dosa.
Itulah alasannya, haji lebih didominasi dengan aktivitas gerak.
Imam as-Samarqandi, mengatakan, “Tiap kali (jemaah haji) menggerakkan kaki, dosa-dosa berguguran, sebagaimana daun berguguran dari pohonan.”
Hampir semua rangkaian ibadah rukun Islam kelima itu lebih tampak aktivitas geraknya.
Semisal, perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya di Tanah Suci.
Tidak ada rukun haji yang berupa bacaan.
Itu berbeda, misalnya, dengan salat yang di antara rukun-rukunnya adalah membaca surah Al-Fatihah.
Maka jalani rangkaian gerak tersebut, seperti thawaf, sai, wukuf, mabit, serta melempar jamarat.
Setelah itu, insyaAllah, sebagai jamaah haji, akan menjadi ‘kayaumin waladathu ummuhu’, seperti bayi yang baru lahir.
Demikian sabda Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Oleh: CEO Fath Institute, Ustaz Dr Amir Faishol Fath