Ngelmu.co – Miryam S. Haryani, sang ‘Gadis Ahok’ yang juga terdakwa pemberi kesaksian palsu dalam perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP, dituntut delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK. Miryam dijerat dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah memberikan keterangan tidak benar dalam sidang perkara korupsi e-KTP,” kata jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Kresno Anto Wibowo, saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 23 Oktober 2017.
Miryam yang merupakan mantan anggota Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014, sebelumnya didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum KPK telah memberikan keterangan palsu saat hadir menjadi saksi dalam sidang untuk dua terdakwa kasus korupsi e-KTP, yaitu Irman dan Sugiharto.
Miryam mencabut semua keterangan yang pernah diberikan dalam berita acara pemeriksaan penyidikan (BAP) 1 dan 2. Miryam mengakui telah mengarang cerita saat diperiksa tiga penyidik KPK, yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan M.I. Susanto. Alasannya, kata Miryam, ia merasa sangat tertekan saat diperiksa oleh penyidik sehingga akhirnya mengarang cerita dalam BAP 1 dan 2.
Dalam BAP, Miryam menyebutkan bahwa ada pembagian uang ke sejumlah anggota DPR periode 2009-2014 dari mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sugiharto. Namun dalam persidangan anggota Fraksi Hanura itu membantahnya.
Dalam surat tuntutan, jaksa Kresno mengatakan Miryam telah dipanggil secara patut dan sah menjadi saksi dalam sidang untuk terdakwa Irman dan Sugiharto.
“Kami berpendapat unsur sebagai saksi telah dapat dibuktikan,” ujar Kresno.
Kemudian terkait dengan pengakuan Miryam bahwa dirinya telah ditekan sebagai alasan mencabut BAP tidak bisa dibenarkan. Jaksa Kresno menbeberkan sejumlah keterangan ahli dalam persidangan, yang menerangkan bahwa saksi tidak boleh sembarangan mencabut BAP. Sejumlah barang bukti, seperti rekaman penyidikan, kata jaksa, juga membuktikan tidak ada tekanan terhadap Miryam dari penyidik.
“Sehingga terdakwa sengaja tidak memberi atau sengaja menyembunyikan fakta. Pembuktian unsur ini sudah cukup,” papar Kresno.
Adapun hal yang memberatkan tuntutan, kata jaksa, adalah Miryam tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Terdakwa juga menghambat proses penyidikan perkara e-KTP oleh KPK dan tidak menghormati lembaga peradilan dengan memberikan keterangan palsu.
Sedangkan hal yang meringankan tuntutan terhadap Miryam S Haryani adalah yang bersangkutan masih memiliki tanggungan keluarga.