Ngelmu.co – Sebelumnya, ada 4 permohonan gugatan dari penganut kepercayaan Komunitas Marapu di Pulau Sumba, penganut kepercayaan Parmalim di Sumatera Utara, penganut kepercayaan Ugamo Bangsa Batak di Medan, dan penganut kepercayaan Sapto Darmo di Brebes yang ditujukan ke Mahkamah Konstitusi.
Para penganut kepercayaan ini menggugat ketentuan dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, yang pada intinya penganut kepercayaan tidak dicantumkan dalam kolom agama.
Ketentuan itu menurut para pemohon telah menghambat para penduduk penganut kepercayaan untuk bisa mengakses pendidikan, layanan publik, hingga bantuan sosial dikarenakan kolom agama di KTP mereka dikosongkan, meski tercatat secara administrasi kependudukan.
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” bunyi putusan MK bernomor Nomor 97/PUU-XIV/2016, Selasa (7/11).
Amar kedua, menyatakan kata ‘agama’ dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
MK juga menyatakan bahwa ketentuan dalam UU tentang Administrasi Kependudukan itu tidak mempunyai hukum tetap. Amar terakhir, memerintahkan pemuatan putusan dalam berita negara RI sebagaimana mestinya.
Oleh karena Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa para penganut kepercayaan yang pada kolom agama di KTP-nya selama ini dikosongkan, kini dapat diisi, dicantumkan di KTP.