Ngelmu.co – MUI [Majelis Ulama Indonesia], Muhammadiyah, NU [Nahdlatul Ulama], hingga GP [Gerakan Pemuda] Ansor, ikut menanggapi cuitan ‘Islam arogan’ dari Permadi Arya alias Abu Janda, di akun Twitter, @permadiaktivis1, Ahad (24/1) lalu.
Mengutip Tempo, Detik, dan Pojok satu, berikut selengkapnya, pernyataan dari masing-masing pihak:
MUI
Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, menilai sudah terlalu banyak pernyataan meresahkan yang kelaur dari Abu Janda.
Selain soal ‘Islam arogan’, yang bersangkutan juga diduga bersikap rasis terhadap eks Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai.
Maka Anwar, menilai tepat langkah DPP KNPI [Dewan Pengurus Pusat Komite Pemuda Nasional Indonesia], melaporkan Abu Janda ke Bareskrim Polri.
“Tapi dalam faktanya, pihak kepolisian tetap tidak dan belum melakukan apa-apa terhadap yang bersangkutan,” kritiknya.
“Sehingga terkesan bahwa dia ini adalah orang yang dipelihara oleh pihak pemerintah dan pihak kepolisian untuk mengobok-obok umat Islam,” sambung Anwar.
Kecurigaan itu, lanjutnya, bukan tanpa dasar.
Pasalnya, sudah banyak pihak yang melaporkan Abu Janda [dalam bebagai kasus], tetapi sampai hari ini yang bersangkutan masih ‘aman’.
“Kalau orang lain yang melakukan hal serupa, pihak kepolisian cepat sekali menangkap dan memprosesnya,” Anwar.
“Menurut saya, kasus Abu Janda ini akan benar-benar menjadi batu ujian bagi Kapolri yang baru,” imbuhnya.
“Untuk itu, kita tunggu dan lihat saja sikap dan tindakan dari Kapolri,” kata Anwar.
Muhammadiyah
PP [Pimpinan Pusat] Muhammadiyah, meminta Abu Janda memperdalam ilmu agamanya.
“Suruh belajar ngaji dulu lah dia,” kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, Jumat (29/1) kemarin.
Pasalnya, ia merasa Abu Janda, keliru dalam memahami ajaran Islam.
“Biar ngajinya diperdalam dulu, supaya enggak keliru memahami ajaran Islam,” sambung Mu’ti.
Lebih lanjut, ia meluruskan, bahwa ajaran Islam selalu memberi kebebasan kepada umatnya.
Dalam Al-Qur’an, kata Mu’ti, orang beragama bebas untuk memilih menjadi orang baik atau tidak.
“Saya kira itu bukan Islam-nya, karena kalau kita lihat, Islam itu, jangankan terhadap… misalnya, aliran kepercayaan, orang mau beragama atau tidak beragama saja diberikan kebebasan, kok di Islam,” tuturnya.
“Qur’an itu berulangkali mengatakan, kalau kamu ingin jadi orang beragama yang baik, silakan, jadi orang beragama yang tidak baik, juga silakan,” jelas Mu’ti.
Itu mengapa ia mengatakan, orang yang menyebut Islam itu arogan, jelas salah alamat.
“Jadi kalau itu ditujukan kepada Islam-nya, itu saya kira salah alamat,” kata Mu’ti.
“Karena Islam sama sekali tidak melarang orang untuk menganut agama lain, kemudian memaksakan kehendak untuk orang juga harus masuk Islam, sama sekali tidak ada itu,” imbuhnya.
“Tapi kalau Muslimnya, itu harus dibedakan dengan Islam-nya. Jadi, saya kira salah alamat kalau yang dimaksud itu adalah ajaran agama Islam-nya,” tegas Mu’ti.
NU
Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini, mengatakan, “Enggak ngerti Islam itu [Abu Janda]. Harus bedakan agama dengan orang, ya,” tegasnya, di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (28/1).
Oknum dalam beragama, kata Helmy, selalu ada di semua agama. Sehingga mengesankan agama tersebut menjadi kejam dan radikal.
Padahal, lanjutnya, agama mengajarkan kedamaian.
“Kalau ada yang mengajarkan kekerasan, itu oknum dari umat beragama,” jelas Helmy.
GP Ansor
Pada Jumat (29/1) kemarin, Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan PP GP Ansor, Luqman Hakim, menegaskan, “Abu Janda bukan pengurus Ansor.”
Ia juga belum bisa memastikan, apakah yang bersangkutan salah satu anggota Basner atau bukan.
Sebab, menurutnya, ada tujuh juta orang yang terdaftar anggota Banser di seluruh dunia.
“Anggota Banser ada tujuh jutaan di seluruh dunia. Mungkin saja Abu Janda, salah satunya,” kata Luqman.
“Saat ini saya sedang tidak pegang data anggota Banser,” sambungnya.
Namun, Luqman tetap meminta, agar tidak menggunakan atribut organisasi Ansor dan Banser untuk melakukan tindakan negatif.
“Kepada siapa pun, agar tidak menggunakan atribut organisasi Ansor-Banser untuk kegiatan yang negatif. Tolong saling menghormati,” tegasnya.
Kembali mengulas cuitan ‘Islam arogan’ dari Abu Janda, yang merupakan balasan untuk kicauan Ustaz Tengku Zulkarnain.
“Yang arogan di Indonesia itu adalah Islam, sebagai agama pendatang dari Arab, kepada budaya asli kearifan lokal. Haram-haramkan ritual sedekah laut, sampe kebaya diharamkan dengan alasan aurat.”
Sementara Ustaz Tengku Zul, sebelumnya mencuitkan:
Awalnya ditekankan non-Muslimah tidak boleh dipaksa pakai kerudung. Ujungnya Berkerudung adalah imbauan, bukan kewajiban.
Ujungnya, karena imbauan, maka Muslimah pun boleh tidak berkerudung, karena jika dipaksa, akan melanggar HAM. Hemm. Ruwet. Waspada Islam diporoti.
Yang perlu Pak Mendiknas periksa, apakah masih ada sekolah Kristen yang mewajibkan siswa-siswi mereka yang non-Kristen untuk belajar agama Kristen di sekolah mereka, seperti di tahun 1980-an dulu.
Itu dicek benar-benar, soalnya melanggar UU Pendidikan Pasal 12a. Silakan cek, Pak.
Dulu minoritas arogan terhadap mayoritas di Afrika Selatan, selama ratusan tahun, Apertheid. Akhirnya tumbang juga.
Di mana-mana, negara normal tidak boleh mayoritas arogan terhadap minoritas. Apalagi jika yang arogan minoritas. Ngeri melihat betapa kini Ulama dan Islam, dihina di NKRI.
Demikian pernyataan Ustaz Tengku Zul, pada Ahad (24/1) lalu, yang kemudian di-respons oleh Abu Janda.
Baca Juga: Abu Janda, “Yang Arogan di Indonesia Itu adalah Islam”
Tetapi Abu Janda, tidak hanya membalas cuitan Ustaz Tengku Zul.
Ia meneruskan pernyataan, pada kicauan berikutnya, “Islam memang agama pendatang dari Arab.”
“Agama asli Indonesia itu sunda wiwitan, kaharingan, dan lain-lain, dan memang arogan,” sambung Abu Janda.
“Mengharamkan tradisi asli, ritual orang dibubarkan, pake kebaya murtad, wayang kulit diharamkan,” lanjutnya lagi.
Lebih lanjut, Abu Janda pun mengatakan, “Kalo tidak mau disebut arogan, jangan injak-injak kearifan lokal.”
Dalam kesempatan lain, Abu Janda, menjawab kritik karena cuitan ‘Islam arogan’-nya.
Ia, justru menyerang balik Tengku Zul, “Jangan diambil tanpa konteks dong, itu ngejawab cuitan Tengku Zul yang provokatif rasis, bukan tweet mandiri di time line,” kata Abu Janda.
Sebagai informasi, Abu Janda, telah dipolisikan atas cuitan ‘evolusi’ yang diduga bentuk rasisme terhadap Natalius Pigai.
Laporan tersebut bernomor: LP/B/0052/I/2021/Bareskrim pada Kamis 28 Januari 2021.
[Abu Janda dilaporkan atas dugaan melanggar Pasal 45 ayat (3) juncto Pasal 27 ayat (3) dan/atau Pasal 45 A ayat (2) juncto Pasal 25 ayat (2) dan/atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kebencian atau Permusuhan Individu dan/atau Antargolongan (SARA), Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP].
Baca Juga: DPP KNPI Tetap Melapor ke Polri Meski Abu Janda ‘Ancam’ Akan Laporkan Balik
Ia pun mengklarifikasi, bahwa cuitannya itu bukan rasial, dan juatru menyebut laporan Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pertama, bersifat asumtif.
“Kalau dari konteks objek laporannya, sebenernya ‘kan, itu ‘kan asumtif, jadi mereka berasumsi bahwa saya ini rasis,” kata Abu Janda.
“Padahal kalau dari kalimatnya, enggak ada. Pertama konteksnya bukan menyatakan, tapi bertanya,” sambungnya, Kamis (28/1) lalu.
Sementara soal cuitan ‘Islam arogan’, Abu Janda, akhirnya membuat video klarifikasi yang ditujukan kepada para kiai, gus, ustaz, dan semua warga NU.
Berikut selengkapnya:
“Nama saya Permadi Arya alias Abu Janda, saya warga NU Kultural, juga kader organisasi NU.
Izinkan saya yai, gus, ustaz, menjelaskan kesalahpahaman tulisan saya di Twitter.
Pertama-tama, komentar saya itu diviralkan, dipotong, seolah-olah konteksnya itu adalah pernyataan mandiri.
Padahal, itu cuitan jawaban saya ke Ustaz Tengku Zulkarnain yang sedang provokasi sara, mengatakan minoritas di Indonesia itu arogan ke mayoritas.
Jadi karena itulah, keluar kata arogan di tulisan saya, karena saya menjawab twit Ustaz Tengku tadi yang mengatakan katanya minoritas di sini arogan kepada mayoritas.
Komentar tersebut tentunya, saya bicara sebagai seorang Muslim, dalam konteks auto-kritik, perihal masalah internal Islam saat ini.
Makanya di situ saya tulis, Islam sebagai agama pendatang dari Arab ini.
Yang saya maksud adalah Islam trans-nasional salafi, wahabi, yang memang pertama dari Arab, yang kedua memang mereka arogan ke budaya lokal.
Jadi bukan Islam Nusantara seperti NU dan Muhammadiyah.
Yang saya maksud adalah Islam pendatang dari Arab, yakni Islam trans-nasional atau salafi, wahabi, bukan generalisasi semua Islam.
Mohon maaf jika ada kesalahpahaman. Maklum, jempol menulis saat debat panas, jadi keluarnya suka tidak sinkron.
Sekali lagi, saya ingin mengucapkan matur suwun kiai, gus, ustaz. Mohon arahannya terus. Saya pamit.”