Ngelmu.co – Kembali lolos pada Pemilu 2019 lalu, Partai NasDem pun kembali mengusung konsep restorasi atau perubahan. Mereka berdalih, hal tersebut perlu dilakukan, agar Pancasila kembali menjadi jati diri bangsa Indonesia.
Melansir dari berbagai sumber, partai yang identik dengan warna biru tua ini, resmi dideklarasikan pada 26 Juli 2011, di Hotel Mecure, Jakarta. Dan menetapkan Surya Paloh sebagai Ketua Umum, melalui kongres yang dilaksanakan Januari 2013 lalu.
Di Pemilu 2019, mantan politikus Golkar yang juga pemilik Media Grup (yang menaungi Metro TV) itu, memasang target tinggi untuk partainya, yakni meraup dua digit suara, agar masuk dalam tiga besar.
Namun, sama-sama kita ketahui, meski perolehan suara partai tersebut mengalami peningkatan, NasDem harus puas duduk di lima besar.
Partai yang kembali memutuskan mendukung Jokowi di Pilpres 2019 lalu, menilai selama menjabat sebagai presiden lima tahun lalu, Jokowi mampu melakukan berbagai perbaikan.
Bahkan, saat mendeklarasikan dukungannya pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-IV 15 November 2017 lalu, Surya Paloh menyebut, beberapa prestasi Jokowi berhasil melebihi presiden-presiden sebelumnya. Salah satu yang disebutkan adalah pembangunan 568 kilometer jalan tol.
Di sisi lain, usai Joko Widodo-Ma’ruf Amin resmi ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden RI untuk periode 2019-2024, pria yang juga pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta itu, menyampaikan terima kasih kepada NasDem dan Surya Paloh, karena telah membantu memenangkan kubu petahana.
Hal ini disampaikan oleh Ketua DPP Partai NasDem Bidang Komunikasi dan Informasi Publik, Willy Aditya, usai seluruh pimpinan DPP dan DPW Partai NasDem bertemu Jokowi, di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (8/7) kemarin.
“Pak Jokowi berterima kasih atas totalitas Partai NasDem memenangkan Jokowi dua periode. Enggak neko-neko, itu. Dan tadi silaturahmi. Pak Jokowi undang semua DPW partai NasDem dan unsur DPP,” tuturnya.
Ia menambahkan, pertemuan tadi tidak sekalipun membahas soal jatah menteri, tetapi justru membahas lebih banyak agenda pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dalam lima tahun ke depan. Menurutnya, Surya Paloh juga sempat membahas soal revolusi mental dan restorasi Indonesia.
“NasDem ‘kan politiknya tidak politik bagi-bagi kursi, bagi-bagi posisi. Jadi fokus periode kedua ini, karena ini menjadi komitmen kita. Benang merah antara program Jokowi dan platform perjuangan Partai NasDem. Enggak ada bicara kursi menteri,” tegas Willy.
Sebelumnya, Surya Paloh pernah berjanji partainya tidak akan cuci tangan dan akan mengevaluasi keberadaan partainya, jika ada kadernya yang tersangkut kasus pidana pun korupsi.
“Tidak layak Partai Nasdem dipertahankan,” tuturnya di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Senin (3/6/2015) lalu.
Namun, sayangnya tiga bulan pasca Pemilu, restorasi yang selama ini disuarakan oleh NasDem, justru harus kembali terbelit korupsi.
Adalah Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Nurdin Basirun, terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sekaligus menambah daftar kader partai NasDem yang terjerat kasus korupsi.
Ia diamankan, karena diduga terlibat dalam transaksi terkait izin lokasi rencana reklamasi di Kepulauan Riau, Rabu (10/7) kemarin. Di mana KPK, juga berhasil mengamankan uang sebesar 6.000 dollar Singapura dalam operasi tersebut.
Sebelum Ketua DPW NasDem Kepri, Nurdin, ada beberapa kader NasDem yang tersangkut kasus serupa, di antaranya:
Mantan Ketua Dewan Mahkamah Partai NasDem, Otto Cornelis Kaligis, menjadi tersangka kasus dugaan suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Selasa (14/7/2015). Bahkan, dalam kasus ini, Kaligis disebut melakukan penyuapan pada hakim, sebanyak dua kali.
Setali tiga uang dengan OC Kaligis, Patrice Rio Capella yang pernah menjabat sebagai Sekjen NasDem, juga ditetapkan sebagai tersangka, 15 Oktober 2015, oleh KPK, atas kasus suap yang juga melibatkan Gubernur Sumut non-aktif, Gatot Pujo Nugroho. Rio dinyatakan bersalah, karena menerima hadiah berkaitan dengan jabatannya selaku anggota DPR.
Eks Anggota DPRD Malang F-NasDem, Mohammad Fadli yang menjadi salah satu dari 41 anggota DPRD, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pembahasan RAPBD, September 2018 lalu.
Kader Partai Nasdem lainnya adalah Irvan Rivano Muchtar, yang diangkut ke markas antirasuah Jakarta, di akhir tahun 2018.
Menyusul Irvan, Khamami, yang saat itu menjabat sebagai Bupati Mesuji, membuka catatan korupsi kepala daerah di awal tahun 2019 ini. Ia terjaring OTT KPK, Rabu (23/1) lalu, karena diduga meminta komitmen fee 12 persen untuk sejumlah proyek Dinas PUPR Mesuji, dan terindikasi memotong Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kabupaten Cianjur.
Wali Kota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah (Zul AS), juga ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK, Jumat (3/5) lalu, berdasarkan hasil pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi pengurusan dana perimbangan keuangan daerah di DPR. KPK menyita dua koper besar berisi dokumen, dari Rumah Dinas Kader fungsionaris Partai Nasdem itu.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
NasDem: OTT 2 Jaksa Sama Saja KPK Mempermalukan Kejaksaan
[/su_box]
NasDem memang selalu menggembar-gemborkan restorasi Indonesia. Bahkan dalam situs partainya, NasDem mencantumkan restorasi, dan memaknainya sebagai gerakan memulihkan, mengembalikan, serta memajukan fungsi pemerintahan Indonesia kepada cita-cita Proklamasi 1945.
Agar bisa melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Banyak hal di negara ini, yang menurut NasDem, harus dikembalikan, dipulihkan. Salah satunya adalah mental pejabat negara yang diklaim telah rusak.
Sebab, rasa malu di kalangan pejabat publik terasa sudah hilang. Hal ini terlihat dari banyaknya pejabat yang tidak malu melakukan korupsi.
Namun, akankah terjeratnya satu per satu pejabat NasDem ke dalam jurang korupsi, membuat restorasi yang selama ini mereka suarakan, hanya sebatas slogan?