Ngelmu.co – Jika PDIP memuji keputusan NU untuk tidak menyebut kafir pada non-Muslim, Cawapres Ma’ruf Amin justru menyebut rekomendasi Munas Alim Ulama dan Konbes NU soal larangan tersebut merupakan upaya untuk menjaga keutuhan bangsa.
“Kalau itu disepakati ulama, berarti ada hal yang diperlukan pada saat tertentu, untuk menjaga keutuhan bangsa. Istilah-istilah yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan itu harus dihindari,” ujar Ma’ruf di kediamannya, Jl Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/3/2019).
Ma’ruf juga menyampaikan jika penyebutan kafir bisa menjadi penyebab tindakan diskriminatif. Baginya, hal ini harus dihindari.
“Ya mungkin supaya kita menjaga keutuhan, sehingga tidak menggunakan kata-kata yang seperti menjauhkan, mendiskriminasikan,” imbuhnya.
Sebelumnya, dalam penutupan Munas Alim Ulama dan Konbes NU di Ponpes Miftahul Huda Al Azhar, Banjar, Jawa Barat, Jumat (1/3), ditetapkan 5 rekomendasi. Salah satu yang paling mendapatkan perhatian dari publik adalah tidak adanya istilah kafir bagi non-Muslim.
Baca Juga: Said Aqil, “Tidak Ada Istilah Kafir untuk Non-Muslim”
Menurut Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj, istilah tersebut tidak dikenal dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara dan bangsa. Setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata konstitusi. Maka, yang ada adalah non-Muslim, bukan kafir.
Said Aqil juga mengisahkan istilah kafir berlaku ketika Nabi Muhammad SAW berada di Makkah, untuk menyebut orang yang menyembah berhala, tidak memiliki kitab suci, serta agama yang benar.
“Tapi ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Tidak ada istilah kafir bagi warga Madinah. Ada tiga suku non-Muslim di Madinah, di sana disebut non-Muslim, tidak disebut kafir,” tandasnya.