Ngelmu.co – Isu orang gila yang bisa diprogram untuk menyerang para ulama terus berembus, walaupun kepolisian secara resmi dan tegas menyatakan, kasus kekerasan terhadap sejumlah ustadz di beberapa wilayah merupakan kasus kriminal biasa dan tidak saling berkaitan.
Adapun yang akan dibahas saat ini adalah apakah benar orang gila bisa di-setting atau disuruh untuk melakukan penyerangan terhadap para ulama?
Dilansir dari Viva, Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Jiwa Indonesia, Danardi Sosrosumihardjo, berdasarkan keilmuan medis, seseorang yang sudah dipastikan gila, tidak akan bisa diprogram atau disuruh untuk melakukan sebuah kejahatan yang terencana seperti menyerang dengan tujuan membunuh dan menciptakan teror hingga meresahkan masyarakat.
“Orang yang sudah terganggu kejiwaannya, tidak mungkin bisa diprogram. Saya tegaskan lagi, orang gila tidak bisa diprogram,” kata Danardi saat berbincang melalui sambungan telepon dengan tvOne, Jumat malam, 23 Februari 2018.
Dalam kesempatan yang sama juga, Danardi mengatakan terkait kasus kekerasan terhadap ustadz dan ulama, pihaknya akan turun tangan membantu kepolisian untuk mengidentifikasi apakah benar para pelaku kekerasan itu orang gila atau tidak.
“Kami akan bantu polisi untuk mengidentifikasi apakah benar orang itu gila atau tidak,” kata Danardi.
Di lain pihak, Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol Ari Dono, menyatakan bahwa teror terhadap ulama hanyalah sebuah berita bohong yang disebar aktor penyebar hoaks. Menurut Ari, terhitung selama tahun 2018, kepolisian telah meringkus 26 pelaku penyebar berita bohong alias hoaks di berbagai jaringan media.
Ari menegaskan bahwa dari penangkapan itu, terungkap sebuah fakta yang tak bisa dianggap remeh. Dari penyelidikan didapatkan fakta bahwa ada dua kelompok yang disebut sebagai aktor alias sutradara penyebaran hoaks.
“Pengelompokannya menjadi dua gugus. Pertama, ada yang mencuatkan hoaks penculikan ulama, guru ngaji dan muazin. Kedua, melakukan penghinaan terhadap tokoh agama,” kata Ari Dono.